Chereads / PANDANG SENJA / Chapter 3 - bab 3

Chapter 3 - bab 3

"Bu !" serunya lagi, "tunggu sebentar lalu ibunya bergegas menghampirinya dan memapah dirinya untuk berjalan kemeja makan.

makanan hari ini sungguh banyak terhidang di meja makan, dari semur telur, ayam balado hingga lalapan daun kemangi pun tersedia di meja makan.

lalu ia duduk di kursi yang dibantu oleh ibunya, ia keheranan makanan sebanyak ini siapa yang harus memakan nya, di rumah ini yang tinggal hanya lah dua orang saja, ia dan ibunya, dia berpikir apakah ibu sudah menjadi gajah.

"makanan sebanyak ini siapa yang bakal menghabiskan-nya" tanya ia keheranan kepada ibu-nya, ibu-nya hanya tersenyum sambil kedua tangan nya menopang dagu.

"kamu" jawab ibunya dengan selingan candaan ringan.

mawar pun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala-nya.

ia berpikir ada-ada saja ibu ini, masa ia disamakan dengan gajah.

"tadi siapa yang kamu ajak bicara" tanya ibu-nya di selah mengunyah makanan.

"oh! itu teman" jawabnya sekadarnya saja, agar ibu-nya tidak meneruskan pertanyaan pada diri nya.

hari pun berlalu begitu saja, pagi menerpa, menyapa setiap yang ada dibumi, ada yang masih terlelap dalam mimpi ada juga yang memburu waktu agar tak cepat hilang.

Apakah hari ini indah bagi-nya?

senyum yang sumberingah terpancar dari bibir tipis-nya, sesaat ia terbangun dari tidur nya, entah apa yang ia impikan hingga membuatnya tampak bahagia .

ia pun bergegas beranjak dari tempat tidurnya, sesaat ibu-nya memanggil-manggil namanya, diraihnya kursi roda yang ada di samping tempat tidurnya.

kemudian ia duduk dan putarkan roda kursi itu, apakah tangan-nya masih sakit?

mungkin sudah tidak sakit lagi.

"cuci muka dulu sana" kata ibu-nya menyuruh ia agar mencuci muka.

lalu ia pun pergi membasuh muka-nya di kamar mandi.

Di lihat nya wajahnya di cermin kamar mandi

"aku sungguh cantik"

kata-nya pada diri-nya sendiri dengan nada sombong, mungkin kata ini sedikit lucu bagi orang lain, kalau mereka mendengarkan-nya.

tapi ini lah keadaan sesungguh nya, ia memang cantik seperti bunga di musim semi yang baru bermekaran.

lalu ia keluar dari kamar mandi dengan memutar-mutar roda, kursi roda miliknya.

"mimpi apa aku semalam?" tanya ibu-nya keheranan, sesaat melihat anaknya yang sedari tadi senyum-senyum sendiri,

"apa yang kau gembirakan nak?" tanya ibu-nya sekali lagi.

"tak ada" jawab anaknya sambil masih tersenyum.

"aku hanya berpikir, tentang sesuatu" lanjutnya sambil meraih piring di meja makan.

ibunya pun terdiam sesaat, memikirkan sesuatu itu, ia berpikir apakah ada yang salah pada anaknya.

di sentuhnya kening anaknya dengan punggung tangan-nya, "gak sakit" tukas ibu-nya.

ibu-nya heran-seheran nya, lalu ibu menanyakan apa yang di pikirkan anak nya, hingga membuat anak nya gembira, namun...

tak ada jawaban dari anak nya,

ya karena anaknya sedang menyantap makanan.

lalu ibunya juga menyantap makanan.

tapi dalam hati ibunya masih ada sedikit terbesit pertanyaan, apa yang membuat anak-nya segembira ini.

setelah selesai sarapan, ibu nya pun mengemasi piring kotor sisa sarapan itu.

dan ia pun pergi ke kamarnya sampai dikamar ia tak langsung tidur-tiduran di kasur melainkan menghampiri mawar yang terletak di kusen jendela kamarnya, dilihatnya kelopak bunga itu yang mulai berjatuhan di tanah berwadahkan vas, lalu ia termenung.

membayangkan apakah ia akan seperti ini?. gugur pada waktunya, atau layu pada waktu-nya, mungkin belum waktu-nya ia seperti bunga ini.

masih banyak yang harus ia lakukan sehingga ia tak ingin gugur atau layu sebelum waktu itu tiba.

baginya menjalani hidup seperti orang-orang pada umum-nya adalah keinginan terbesarnya, apakah itu bisa terwujud?

tentu saja itu sangat mudah, bagi orang normal.

tapi bagi nya, apakah ini bisa?,

hanya bisa menerka saja.

karena dengan keadaan seperti ini sangat lah sulit untuk melakukan semua itu tanpa bantuan orang-orang di sekitarnya.

"apa yang kau pandangi, pagi-pagi begini?" tanya ibu-nya membuyarkan lamunan-nya.

"aku hanya berpikir, apakah ada makna tersirat dari gugurnya kelopak mawar ini" jawabnya sambil memegangi dengan lembut kelopak bunga yang sudah jatuh itu, lalu menunjukkan ke ibu-nya.

kemudian ibu raih kelopak bunga itu dari tangan-nya sambil menatap kelopak bunga itu dengan saksama

"bunga gugur bukanlah kehendaknya" ucap ibu-nya sambil menatap lekat kelopak bunga itu

ia pun memandangi wajah serius ibu-nya itu dengan penuh arti

"tapi itu adalah takdir yang telah ditentukan, dan kamu belum saat nya untuk merasa kan itu" sambil melepaskan kelopak bunga itu ke lantai.

lalu ibu-nya meneruskan bicara-nya, "kau lihat lah kelopak itu jatuh secara perlahan-lahan ke lantai".

anaknya pun hanya mengangguk-angguk lemah dan lalu melihat ke bawah,

ke arah kelopak bunga itu.

lalu ia berpikir apa yang ibu-nya katakan adalah benar,

tapi apa maksud dari kata "kau lihat kelopak itu jatuh secara perlahan-lahan ke lantai" ia tak tahu arti dari perkataan itu.

lalu ibu-nya pergi dengan meninggal kan pertanyaan di hati anaknya itu,

apa arti perkataan terakhir dari ibu-nya itu.

hari pun beranjak siang, siang pun beranjak ke sore.

"Tok tok tok..."

"permisi"

terdengar suara seorang peria, sambil mengetuk-getuk pintu rumahnya,

tak lama ibu-nya membukakan pintu.

"cari siapa ya nak" kata ibu mawar kepada peria itu.

"A... cari hadis yang mengunakan kursi roda, ada gak bu?" jawab nya gelagapan karena ia baru menyadari bahwa ia tidak mengetahui nama gadis yang ia cari itu.

"owh...! mawar ada yang nyari in nih" seru ibu-nya,

kemudian setelah itu mawar pun datang menghampiri kedua-nya.

"oh kamu" ucap mawar,

ibu-nya bertanya kepada mawar, "siapa ini nak?".

"teman Bu"

"owh...!" lalu ibu-nya beranjak masuk ke dalam rumah.

"mau masuk ke dalam?" tanya mawar pada peria itu.

"tak usah, aku kesini hanya untuk menepati janji ku" sambil tersenyum ke pada mawar.

"baik lah".

Lalu tanpa disuruhnya, pria itu langsung mendorong kursi roda milik mawar, tak lupa mereka meminta ijin kepada ibu-nya untuk pergi jalan-jalan.

mereka pun berjalan menyusuri jalan kampung yang pernah mereka lewati kemarin, sambil mengobrol-ngobrol ringan, bertukar cerita, mawar dengan ceritanya dan pria itu dengan cerita nya juga.

hingga mereka sampai di pantai yang mereka singgahi kemarin, peria itu duduk di sebatang kayu.

senja pun tiba.

kemudian mawar menatap senja dengan tatapan penuh kagum

bagi-nya senja adalah keindahan yang dibuat oleh sang pencipta, dan penuh makna didalam-nya.

"siapa nama mu?" tanya mawar kepada peria yang duduk di sebatang kayu itu

"Ridho" jawab singkatnya.

"apakah kau punya sesuatu yang belum dapat kau wujudkan?" tanya tanya mawar sekali lagi kepada-nya.

"tentu, sangat lah banyak" jawab ridho sembari tersenyum ke arah mawar.

"apa saja?" tatapmawae ke arah ridho seakan menunggu jawaban,

lalu ridho mendongak ke atas sambil menghela nafas panjang.

"contoh terbesarnya..."

lalu ridho terdiam cukup lama dan tak melanjutkan perkataan -nya, tampak kesedihan memancar dari raut wajahnya.

mawar tak berani menanyakan kelanjutan perkataan ridho itu, ia takut akan membuat ridho sedih.

kini mereka hanya terdiam membisu, yang ada hanyalah suara angin dan ombak yang terdengar di telinga mereka.