"kau tahu betapa menyedih kan hidup ini" ucap mawar memulai pembicaraan,
"ya, penuh dengan ujian darin-ya" sambung ridho.
"aku pernah hampir menyerah saat menghadapi lembaran ujian itu" dengan tetap memandang matahari senja.
"lalu ada yang menyemangati ku, agar aku bisa mengisi lebaran itu" lalu menoleh ke arah ridho, bagi-nya ibu adalah sosok penyemangat itu.
"aku tahu kau sama seperti ku" tukas-nya dan masih menatap wajah ridho.
"tapi kau bisa menutupi itu dengan senyum ceria mu" lalu ia tersenyum pada ridho.
"bisakah kau ceritakan itu" pinta-nya kepada ridho.
yang sedari tadi hanya diam membisu.
"kau benar" jawab pendek ridho sambil menarik nafas panjang,
"mula nya aku ingin menyerah akan hal ini".
'tapi itu sia-sia saja karena tekad ku lebih kuat dari pada kata menyerah dalam diriku" sambung-nya.
terus ia mendongak keatas.
melihat langit berwarna biru kemerah-merahan.
"hidup hanya sesaat, dosa lebih tinggi dari sebuah gunung."
kemudian ia tertunduk kebawah
"itulah menggapa aku berpikir aku harus tetap hidup didunia ini." lalu ia menoleh dan tersenyum pada mawar,
"bukan ini saja" pikir mawar menerka isi hati si ridho.
"Pasti ada sesuatu".
tapi ia tak berani memulai pembicaraan itu, ia tak berani menyuruh ridho untuk berkata jujur.
toh mereka juga baru kenal kemarin sore, tapi mawar seakan ingin mengetahui masalah ridho itu.
lalu ia beranikan diri untuk berbicara lagi pada ridho
"kau takan bisa hidup hanya dalam senyum kebohongan" dengan tetap memandangi wajah ridho.
lalu ia alih kan pandangan itu,
kemudian melanjutkan bicara-nya "bukankah ia tidak mengizinkan kita untuk berbohong?".
"aku tau kau berbohong akan ini. tapi itu bukan-nya hanya membohongi diri sendiri".
lalu ridho menoleh kearah-nya, dan tunduk lagi ke bawah.
"kebohongan?" pikirnya sembari bertanya-tanya pada diri sendiri.
benarkah ia membohongi diri?
"benar kata mawar, aku berbohong" pikir ridho
"kau benar," kata-nya sambil memainkan batu di genggaman tangan.
"tapi aku tak akan berbicara soal itu" sambil tersenyum ke arah mawar. Lalu ia lempar batu itu ke air laut.
"lihat lah senja mulai terbenam" sambil menujuk ke arah matahari senja.
"kau tau apa arti senja?" ia bertanya pada mawar
"aku ingin tahu" lanjutnya
"apakah senja bagi mu adalah goresan warna kelam?" mawar bertanya balik kepada nya.
ridho tak langsung menjawab, ia berpikir sambil menatap senja
"iya" jawab ridho.
"aku juga dulu sama seperti mu,"
ya bagi nya dulu senja hanya lah warna kelam yang suatu saat akan berubah menjadi hitamnya malam.
"terus...?" ridho bertanya pada nya
"kau pandangi saja senja, kau akan tahu apa makna di dalam-nya" jawab mawar sambil memandang senja yang seakan mulai jatuh ke dalam lautan.
bukan kah hari ini begitu cepat bagi-nya untuk dilalui?
malam pun datang.
ia pun sudah lama pulang kerumah-nya dengan diantar peria itu.
melakukan aktifitas seperti biasa-nya, mandi, makan, dan tidur.
keesokan pagi nya ia terbangun dalam buai-an bunga mimpi yang indah, lalu ia menoleh ke arah vas bunga yang ada di jendela kamar-nya, ia lihat kelopak bunga mawar itu, lalu ia berjalan ke arah bunga mawar dengan menggunakan kursi roda.
didekati nya bunga itu seraya berkta, "waktu mu telah habis".
apakah ia juga seperti mawar ini gugur pada waktunya?
ya mungkin saja.
tak ada yang bisa menyangkal semua itu, takdir sudah ditentukan oleh yang diatas siapa yang bisa melawan semua itu.
"kau tak kan bisa melawan takdir" kata-nya pada dirinya sendiri.
"mawar kau sudah bangun" teriak ibunya dari kejauhan.
"sudah Bu"
lalu ia bergegas menghampiri ibunya, seperti biasa, yang ia lakukan setiap pagi, makan mandi dan termenung di kamarnya, sembari menunggu senja datang pada-nya.
tak ada aktifitas lain yang bisa ia lakukan, "kau tak kan diam dikamar ini saja kan?"ucap ibu-nya, yang mengejutkan dirinya.
"apakah kau tak ingin menghirup udara pagi yang menyegarkan ini" tanya ibunya lagi.
"tidak bu, cukup menghirupnya didalam kamar ini saja" sambil berbaring dikasur dengan badan bersender di dinding.
bagi-nya hanya ini saja yang dapat ia lakukan tak ada yang lain.
bisakah ia berjalan seperti biasa, yang tak mengunakan kursi roda dan memutar nya agar dapat berjalan.
ia hanya ingin bisa melangkahkan kaki nya seperti kebanyakan orang.
ia berpikir sejak kecelakaan yang merengut kebahagiaan nya pada waktu itu.
tak ada yang bisa ia lakuan selain berbaring, mungkin ia merasa belum nyaman mengguna kan kursi roda ini.
kemudian ia berpikir lagi kemana teman-teman-nya yang dulu selalu ada didekatnya, apakah mereka menghilang, atau mereka malu berteman dengan seorang yang cacat fisik seperti dia.
mungkin semua sudah berubah semenjak kejadian itu.
mungkin ini juga hikmah bagi dirinya.
yang mana ia mengetahui teman yang selama ini dekat nya adalah sebuah bayangan hitam yang suatu saat akan pergi meninggal kan nya.
dulu ia adalah seorang periang dengan teman yang banyak disisi-nya.
sekarang mereka ke mana, sekali lagi ia bertanya.
apakah ini namanya teman, mana katanya "best friend, teman terbaik" hanya omongan dusta yang mereka ucapkan dulunya.
senja pun tiba, lalu ia bergegas keluar dan menunggu pria itu di teras.
cukup lama ia menunggu tapi ridho tak kunjung datang.
akhirnya dia pun masuk ke rumah dengan rasa kecewa yang terpancar di wajahnya.
seminggu berlalu sejak kejadian itu, ridho tak pernah datang lagi selama seminggu itu.
ia selalu bertanya ke mana kah dia?.
"tok, tok, tok"
bunyi suara pintu depan diketuk oleh seseorang, lalu terdengar suara ridho mengucapkan salam.
"siapa?" tanya mawar
"Ridho" jawab-nya
Tak lama mawar pun membukakan pintu.
"sedang apa?"
mawar tak menjawab pertanya dari ridho, malah balik menanya, kemana selama ini ia pergi?
namun hanya dibalas dengan senyuman dari ridho.
"bisakah kita pergi dulu, sebelum aku menjawab nya"
mawar hanya mengangguk saja, lalu mereka pergi ketempat itu, sebuah pantai yang sunyi
dengan pemandangan senja yang sungguh indah dan mengagumkan.
lalu ridho mengatakan bahwa ia sakit selama seminggu ini dan harus menjalani rawat inap di rumah sakit.
tapi ia tak menjelaskan tentang sakit apa yang ia derita selama seminggu ini.
"sebagai permintaan maaf ku, aku hanya bisa memberikan ini" kata ridho sambil memberikan sebatang Coklat Silverquen,
"maaf bila ini membuat mu khawatir" lanjut ridho
terlihat muka-nya yang masih pucat itu, tersenyum pada mawar.
"sebenarnya aku ingin bertanya?" lalu menoleh pada mawar.
"apakah kaki mu ini bisa disembuhkan?" tanya ridho kepada mawar.
"aku tak tahu" jawab mawar
ridho lalu terdiam untuk beberapa saat sebelum memulai lagi bicara-nya.
"kalau bisa, besok aku ingin mengajak mu, untuk pergi ke dokter".
mawar hanya diam saja dalam seribu bahasa.
ia berpikir apakah kaki nya bisa disembuhkan, kalau bisa bukankah ini sesuatu yang sangat ia dambakan.
"bisakah?" tanya mawar kepada ridho.
"kita coba saja, selagi kaki mu masih utuh, apa yang tidak mungkin" sembari tersenyum ke mawar.