Chereads / the Pain love you / Chapter 18 - part 17

Chapter 18 - part 17

๐˜ฝ๐™ช๐™œ๐™

๐˜ฝ๐™ช๐™œ๐™

Pukulan demi pukulan di terima jimin dari sang adik. Meski takuya mencoba melerai, tapi jihyun seperti orang kesetanan dengan mudahnya ia mendorong tubuh takuya dan kembali meraih tubuh jimin dan kembali memberi pukulan-pukulan pada tubuh hyung nya itu. Jimin hanya bisa diam karena kondisi tubuhnya pun masih lemah bahkan baru beberapa hari yang lalu ia keluar dari rumah sakit. Jimin rela membuat dirinya menjadi pelampiasan amarah oleh adik kesayangannya jika itu membuat adiknya lega.

"Brengsek kau hyung! Kau membuat appa dan eomma pergi! Membuat mereka mencari mu hingga sebuah kecelakaan merenggut nyawa mereka! Kenapa bukan kau saja yang mati!!" Ucap jihyun dengan amarahnya yang kini menutup kesadarannya.

"M-maaf.. Maaf.." Hanya itu yang dapat jimin gumam kan. Karena saat ini jimin meringkuk di lantai merasa kesakitan pada sekujur tubuhnya akibat pukulan dari jihyun dan seakan tubuhnya tak bisa bergerak karena ia merasa lemas dan lelah.

Takuya yang terlihat khawatir mendekat ke arah jimin dan meraih tubuh jimin kemudian mengangkat tubuh yang sudah lemas itu keluar dari tempat itu dan membawa ke dalam mobil miliknya untuk pergi ke rumah sakit. Namun saat takuya mendudukkan jimin di samping kursi kemudi, takuya merasa ada yang salah dengan jimin karena tak merasakan pergerakan lagi dari jimin.

"Jimin! Hei.. Kau baik-baik saja? Jimin!" Takuya mencoba membangunkan jimin sambil menepuk-nepuk pipi jimin namun tak mendapat respon dan seketika takuya di buat panik saat darah segar mengalir dari hidung jimin hingga mengotori pakaian yang jimin kenakan.

Dengan cepat akhirnya takuya segera beralih ke arah kursi kemudi dan segera menghidupkan mesin mobilnya dan segera melajukan mobilnya ke rumah sakit.

***

๐™๐™ค๐™ ย  ๐™๐™ค๐™ ย  ๐™๐™ค๐™ 

Hanya hening yang di dapat oleh jungkook saat ia mengetuk pintu rumah jimin. Jingkook pun kembali mengetuk pintu rumah jimin dengan tak sabaran karena sedari tadi jungkook tak mendapat jawaban dari dalam

"Baby!! Buka pintunya!"

๐˜ฟ๐™ค๐™  ๐˜ฟ๐™ค๐™  ๐˜ฟ๐™ค๐™ 

Suara ketukan pintu terus terdengar hingga tetangga sebelah rumah jimin yang sedang berada di teras rumahnya yang sedang mencuci mobilnya melihat ke jungkook yang sedang mengetuk pintu rumah jimin semakin brutal.

"Hei bocah, kau sedang apa?" Ucap pria tambun yang melongok dari pagar batas rumah jimin.

"Ahjushi maaf, apa kau tahu di mana penghuni rumah ini? Karena sedari tadi aku mengetuk pintu rumah ini tak ada yang menyahut dari dalam." Jelas jungkook pada pria itu.

"Kau menanyakan jihyun atau minie?"

"Minie?" Jungkook mengernyit bingung.

"Si sulung."

"Ya dia."

"Sudah beberapa hari aku tak melihatnya tapi, kemarin sore aku melihatnya pulangย  dan keesokan harinya kalau tak salah pukul 7 pagi seseorang datang ke sini dan pukul 8.45 pagi mereka keluar dari rumah dengan minie membawa sebuah koper besar. Sempat ku dengar mereka bicara tapi, yang masih ku tangkap kata-katanya hanya bandara dan jepang. Mungkin mereka pergi ke jepang karena setahuku minie berasal dari jepang. Mungkin dia pulang ke sana." Jelas pria itu membuat jungkook mengumpat dalam hati karena jimin pergi tanpa sepengetahuannya.

"Baiklah ahjushi terima kasih informasi nya." Ucap jungkook sambil membungkuk kan badannya kemudian ia pun pergi dari rumah jimin.

โ€ขโ€ขโ€ข

"Sial! Kau berani pergi tanpa memberi tahu ku jimin. Tapi, tenang saja aku akan menyusul mu sebentar lagi." Jungkook kini berada di dalam mobilnya. Ia begitu kesal karena jimin nya pergi begitu saja dan jungkook pun berniat untuk pergi menyusulnya ke jepang untuk membawanya kembali.ย 

Setelah beberapa menit berlalu jungkook pun sampai ke apartemen miliknya. Ia mendudukkan diri di sofanya dan segera merogoh kantung sakunya. Setelah mendapatkannya jungkook pun mencari nomor seseorang pada kontak di ponselnya.

"Kon'nichiwa!" (Hallo)

"....."

"Ogenkidesuka?" (Apa kabarmu di sana teman?)

"...."

"Onegai shitai." (Aku ingin minta tolong padamu.)

"...."

"Sokode dareka o mitsuketaidesu. Namae wa Jimin, park jimin." (aku ingin mencari seseorang di sana. namanya jimin, park jimin.)

"...."

"Takuya? Takuya teradadesu ka?" (Takuya? Maksudmu takuka terada?)

"...."

"Hai, kare wa!" (Ya, dia!)

"....."

"ฤ€.. Dakara kare wa soko ni imasu ka? Ryลkaishimashita. Sugu ni ikimasu. Kare o mukae ni ikimasu."(ah.. jadi dia disana?! baiklah aku akan segera ke sana. aku akan menjemputnya.)

"....."

"Kare wa watashi no koibitodesu. Yoshi Tetsuya tsuitara mata renraku suru yo. Jฤ mata ne." (dia kekasihku. baiklah tetsuya aku akan menghubungimu lagi saat aku sampai di sana. sampai jumpa.)

"....." ๐™‹๐™ž๐™ฅ.

Sambungan pun terputus. Tampak wajah jungkook yang senang dan kemudian sebuah smirk terukir di bibirnya.

"Aku akan membawamu pulang baby dan kita akan bersenang-senang.

***

Malam harinya jimin baru sadar dari pingsannya. Di sana takuya menjaganya dengan sabar namun sedikit terkejut atas apa yang baru saja ia dengar dari dokter yang menangani jimin.

"Pasien mengalami trauma. Dan sepertinya pasien baru saja keluar dari rumah sakit karena saya melihat di punggung tangan pasien terdapat bekas jarum infus dan itu masih baru. Dan saya juga menemukan beberapa bercak merah di tubuhnya."

"Bercak merah? Apa bekas pukulan lain?"

"Bukan. tapi, sebenarnya saya juga menemukan bekas memar yang mulai memudar, ini hanya pendapat saya sepertinya pasien baru saja mengalami pelecehan seksual karena itulah pasien mendapat trauma."

Seperti di sambar petir di siang hari, takuya merasakan sesak di hatinya setelah mendengar penjelasan dari dokter. Pelecehan seksual? Siapa yang berani melakukan itu pada jimin? Padahal dulu sewaktu jimin menjadi kekasihnya, takuya tak pernah menyentuh jimin. Mereka menjalin hubungan yang normal sebatas ciuman saja.

"Siapa yang berani melakukannya padamu jimin? Maaf karena aku tak bisa menjagamu." Ucap takuya sambil menggenggam tangan jimin yang mungil itu dengan sangat erat.

"Eunghh.." Jimin mulai tersadar. Ia mencoba membuka matanya perlahan dan setelah pandangannya mulai jelas ia dapat melihat sebuah ruangan serba putih dan bau obat yang menusuk penciumannya. Jimin pun menyadarinya jika ia kini berada di rumah sakit.

"Jimin? Kau sudah bangun? Kau ingin minum?" Jimin menoleh kesamping kirinya ia dapat melihat takuya berdiri dan menatapnya khawatir.

"Aku ingin minum." Lirih jimin. Dengan cekatan takuya mengambil botol mineral yang ada di atas nakas dan membantu jimin untuk meminum airnya.

"Terima kasih."

"Hum, kembalilah berbaring dan istirahatlah. Aku akan menjagamu."

"Apa tak akan merepotkan mu?" Ucap jimin merasa tak enak hati dan takut jika ia merepotkan takuya.

Takuya tersenyum, "tentu saja tidak. Tenang saja aku pasti akan menjagamu." Sebenarnya takuya sangat ingin menanyakan perihal yang menimpa jimin saat di Korea namun, takuya takut jika itu akan berpengaruh pada trauma jimin dan ia pun memutuskan untuk diam. Lebih baik sekarang ia menjaganya.

๐™๐™ž๐™ฃ๐™œ

Sebuah pesan masuk pada ponsel jimin yang berada di atas nakas. Takuya dapat melihat pada layar ponsel yang menyala itu sebuah notifikasi pesan dari "Yoongi hyung".

"Jimin ada pesan masuk di ponselmu." Ucap takuya sambil menyerahkan ponsel itu pada jimin.

"Oh ne, terima kasih." Jimin pun akhirnya membuka pesan itu.

๐™๐™ง๐™ค๐™ข: ๐™”๐™ค๐™ค๐™ฃ๐™œ๐™ž ๐™ƒ๐™ฎ๐™ช๐™ฃ๐™œ

๐™๐™ค: ๐™”๐™ค๐™ช

๐™น๐š’๐š–๐š’๐š— ๐š‹๐šŠ๐š‹๐šข

๐™ฐ๐š™๐šŠ ๐š”๐šŠ๐šž ๐šœ๐šž๐š๐šŠ๐š‘ ๐šœ๐šŠ๐š–๐š™๐šŠ๐š’?

๐™๐™ง๐™ค๐™ข: ๐™”๐™ค๐™ช

๐™๐™ค: ๐™”๐™ค๐™ค๐™ฃ๐™œ๐™ž ๐™ƒ๐™ฎ๐™ช๐™ฃ๐™œ

๐™ท๐šข๐šž๐š—๐š ๐š–๐šŠ๐šŠ๐š ๐šŠ๐š”๐šž ๐š๐š’๐š๐šŠ๐š” ๐šœ๐šŽ๐š๐šŽ๐š›๐šŠ ๐š–๐šŽ๐š–๐š‹๐šŽ๐š›๐š’๐š๐šŠ๐š‘๐šž๐š–๐šž ๐š“๐š’๐š”๐šŠ ๐šŠ๐š”๐šž ๐šœ๐šž๐š๐šŠ๐š‘ ๐šœ๐šŠ๐š–๐š™๐šŠ๐š’.

๐™๐™ง๐™ค๐™ข: ๐™”๐™ค๐™ค๐™ฃ๐™œ๐™ž ๐™ƒ๐™ฎ๐™ช๐™ฃ๐™œ

๐™๐™ค: ๐™”๐™ค๐™ช

๐šƒ๐š’๐š๐šŠ๐š” ๐šŠ๐š™๐šŠ-๐šŠ๐š™๐šŠ ๐š‹๐šŠ๐š‹๐šข

๐šŠ๐š™๐šŠ ๐š”๐šŠ๐šž ๐š‹๐šŠ๐š’๐š”-๐š‹๐šŠ๐š’๐š” ๐šœ๐šŠ๐š“๐šŠ ๐š๐š’๐šœ๐šŠ๐š—๐šŠ?

๐™๐™ง๐™ค๐™ข: ๐™”๐™ค๐™ช

๐™๐™ค: ๐™”๐™ค๐™ค๐™ฃ๐™œ๐™ž ๐™ƒ๐™ฎ๐™ช๐™ฃ๐™œ

๐™ฝ๐šŽ, ๐šŠ๐š”๐šž ๐š‹๐šŠ๐š’๐š” ๐š‘๐šข๐šž๐š—๐š.

๐š”๐šŠ๐šž ๐š๐šŽ๐š—๐šŠ๐š—๐š ๐šœ๐šŠ๐š“๐šŠ ๐š‘๐šข๐šž๐š—๐š ๐š๐šŠ๐š” ๐š™๐šŽ๐š›๐š•๐šž ๐š”๐š‘๐šŠ๐š ๐šŠ๐š๐š’๐š›.

๐™๐™ง๐™ค๐™ข: ๐™”๐™ค๐™ค๐™ฃ๐™œ๐™ž ๐™ƒ๐™ฎ๐™ช๐™ฃ๐™œ

๐™๐™ค: ๐™”๐™ค๐™ช

๐š‚๐šข๐šž๐š”๐šž๐š›๐š•๐šŠ๐š‘ ๐š”๐šŠ๐š•๐šŠ๐šž ๐š‹๐šŽ๐š๐š’๐š๐šž.

๐™ฑ๐šŠ๐š๐šŠ๐š’๐š–๐šŠ๐š—๐šŠ ๐šœ๐šž๐š๐šŠ๐š‘ ๐š‹๐šŽ๐š›๐š๐šŽ๐š–๐šž ๐™น๐š’๐š‘๐šข๐šž๐š—?

๐™๐™ง๐™ค๐™ข: ๐™”๐™ค๐™ช

๐™๐™ค: ๐™”๐™ค๐™ค๐™ฃ๐™œ๐™ž ๐™ƒ๐™ฎ๐™ช๐™ฃ๐™œ

๐š—๐š๐šŽ ๐š๐š’๐šŠ ๐š“๐šž๐š๐šŠ ๐š‹๐šŠ๐š’๐š”-๐š‹๐šŠ๐š’๐š” ๐šœ๐šŠ๐š“๐šŠ ๐š‘๐šข๐šž๐š—๐š.

๐™๐™ง๐™ค๐™ข: ๐™”๐™ค๐™ค๐™ฃ๐™œ๐™ž ๐™ƒ๐™ฎ๐™ช๐™ฃ๐™œ

๐™๐™ค: ๐™”๐™ค๐™ช

๐™ฑ๐šŠ๐š‹๐šข, ๐šŠ๐š”๐šž ๐š–๐šŽ๐š›๐š’๐š—๐š๐šž๐š”๐šŠ๐š—๐š–๐šž

๐™๐™ง๐™ค๐™ข: ๐™”๐™ค๐™ช

๐™๐™ค: ๐™”๐™ค๐™ค๐™ฃ๐™œ๐™ž ๐™ƒ๐™ฎ๐™ช๐™ฃ๐™œ

๐™ฐ๐š”๐šž ๐š“๐šž๐š๐šŠ ๐š–๐šŽ๐š›๐š’๐š—๐š๐šž๐š”๐šŠ๐š—๐š–๐šž ๐š‘๐šข๐šž๐š—๐š๐š’๐š’๐š’๐šŽ๐Ÿ˜ข

๐™๐™ง๐™ค๐™ข: ๐™”๐™ค๐™ค๐™ฃ๐™œ๐™ž ๐™ƒ๐™ฎ๐™ช๐™ฃ๐™œ

๐™๐™ค: ๐™”๐™ค๐™ช

๐™บ๐šŠ๐š™๐šŠ๐š— ๐š”๐šŠ๐šž ๐š”๐šŽ๐š–๐š‹๐šŠ๐š•๐š’?

๐™๐™ง๐™ค๐™ข: ๐™”๐™ค๐™ช

๐™๐™ค: ๐™”๐™ค๐™ค๐™ฃ๐™œ๐™ž ๐™ƒ๐™ฎ๐™ช๐™ฃ๐™œ

๐™ฑ๐šŽ๐š•๐šž๐š– ๐š๐šŠ๐š‘๐šž ๐š‘๐šข๐šž๐š—๐š ๐š–๐šž๐š—๐š๐š”๐š’๐š—

๐šœ๐šŠ๐š๐šž ๐š–๐š’๐š—๐š๐š๐šž ๐š•๐šŠ๐š๐š’.

๐šŠ๐š”๐šž ๐š–๐šŠ๐šœ๐š’๐š‘ ๐š–๐šŽ๐š›๐š’๐š—๐š๐šž๐š”๐šŠ๐š— ๐š๐šŠ๐š—๐šŠ๐š‘

๐š”๐šŽ๐š•๐šŠ๐š‘๐š’๐š›๐šŠ๐š—๐š”๐šž ๐š‘๐šข๐šž๐š—๐š.

๐™๐™ง๐™ค๐™ข: ๐™”๐™ค๐™ค๐™ฃ๐™œ๐™ž ๐™ƒ๐™ฎ๐™ช๐™ฃ๐™œ

๐™๐™ค: ๐™”๐™ค๐™ช

๐™ฑ๐šŠ๐š๐šŠ๐š•๐šŠ๐š‘ ๐š“๐š’๐š”๐šŠ ๐š”๐šŠ๐šž ๐š๐šŠ๐š” ๐š”๐šŽ๐š–๐š‹๐šŠ๐š•๐š’ ๐šŠ๐š”๐šž

๐šŠ๐š”๐šŠ๐š— ๐š–๐šŽ๐š—๐šข๐šž๐šœ๐šž๐š•๐š–๐šž.

๐š‹๐š˜๐š•๐šŽ๐š‘?

๐™๐™ง๐™ค๐™ข: ๐™”๐™ค๐™ช

๐™๐™ค: ๐™”๐™ค๐™ค๐™ฃ๐™œ๐™ž ๐™ƒ๐™ฎ๐™ช๐™ฃ๐™œ

๐™ฝ๐š๐šŽ ๐š‘๐šข๐šž๐š—๐š ๐š๐šŽ๐š—๐š๐šž ๐šœ๐šŠ๐š“๐šŠ boleh๐Ÿ˜Š

๐™๐™ง๐™ค๐™ข: ๐™”๐™ค๐™ค๐™ฃ๐™œ๐™ž ๐™ƒ๐™ฎ๐™ช๐™ฃ๐™œ

๐™๐™ค: ๐™”๐™ค๐™ช

๐™ฑ๐šŠ๐š’๐š”๐š•๐šŠ๐š‘ ๐š”๐šŠ๐š•๐šŠ๐šž ๐š‹๐šŽ๐š๐š’๐š๐šž

๐š‘๐šข๐šž๐š—๐š ๐šŠ๐š”๐šŠ๐š— ๐š™๐šŽ๐š›๐š๐š’ ๐š๐šž๐š•๐šž, ๐š”๐šŠ๐šž ๐š“๐šŠ๐š๐šŠ

๐š๐š’๐š›๐š’ ๐š๐š’๐šœ๐šŠ๐š—๐šŠ ๐š—๐šŽ.

๐™๐™ง๐™ค๐™ข: ๐™”๐™ค๐™ช

๐™๐™ค: ๐™”๐™ค๐™ค๐™ฃ๐™œ๐™ž ๐™ƒ๐™ฎ๐™ช๐™ฃ๐™œ

๐™ฝ๐š๐šŽ ๐š‘๐šข๐šž๐š—๐š๐š’๐šŽ๐Ÿ˜˜

๐™๐™ง๐™ค๐™ข: ๐™”๐™ค๐™ค๐™ฃ๐™œ๐™ž ๐™ƒ๐™ฎ๐™ช๐™ฃ๐™œ

๐™๐™ค: ๐™”๐™ค๐™ช

๐Ÿ˜„

๐™ฑ๐šข๐šŽ ๐š‹๐šŠ๐š‹๐šข๐Ÿ˜˜โค

๐™๐™ง๐™ค๐™ข: ๐™”๐™ค๐™ช

๐™๐™ค: ๐™”๐™ค๐™ค๐™ฃ๐™œ๐™ž ๐™ƒ๐™ฎ๐™ช๐™ฃ๐™œ

๐™ฑ๐šข๐šŽ ๐š‘๐šข๐šž๐š—๐š๐š’๐šŽ๐Ÿ˜˜โค

Setelah mendapat pesan itu tanpa sadar jimin mengulas senyum di bibirnya. Perasaan untuk yoongi yang dulu tak pernah ada kini jimin merasakan sesuatu yang aneh di dalam hatinya.

"Hei, apa ada yang sedang jatuh cinta hum?" Goda takuya meski ia merasakan sakit dihatinya melihat jimin tersenyum untuk orang lain.

"Ih.. Takuya jangan menggodaku." Ucap jimin yang tersipu malu dan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Takuya pun tertawa melihat jimin yang malu-malu.

'๐˜›๐˜ข๐˜ฌ ๐˜ข๐˜ฑ๐˜ข ๐˜ซ๐˜ช๐˜ฌ๐˜ข ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ณ๐˜ช๐˜ฌ๐˜ถ ๐˜บ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ข๐˜ต๐˜ฎ๐˜ถ ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฉ๐˜ข๐˜จ๐˜ช๐˜ข. ๐˜ˆ๐˜ด๐˜ข๐˜ญ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฑ๐˜ข๐˜ต ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ช๐˜ฉ๐˜ข๐˜ต๐˜ฎ๐˜ถ ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ต๐˜ข๐˜ธ๐˜ข ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ต๐˜ช ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ช ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ถ ๐˜ต๐˜ถ๐˜ณ๐˜ถ๐˜ต ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฉ๐˜ข๐˜จ๐˜ช๐˜ข ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ถ๐˜ฌ๐˜ฎ๐˜ถ ๐˜ซ๐˜ช๐˜ฎ๐˜ช๐˜ฏ.' batin takuya di sela-sela tawanya.

๐™๐˜ฝ๐˜พ