*
*
*
*
Siang hari di sebuah kamar yang telah menyimpan memori luka yang pernah terjadi kurang lebih satu bulan yang lalu, Seorang pemuda manis tengah berdiri menatap kosong ke arah balkon yang tertutup pintu kaca transparan masih bisa melihat pemandangan luar yang begitu cerah namun sayang tak secerah hati pemuda yang memandanginya.
Pikirannya melayang. Begitu banyak pertanyaan yang saat ini berputar di kepalanya. Apa semua yang terjadi adalah salahnya? Apa ia tak pantas merasakan kebahagiaannya? Apa sangat sesakit ini saat mencintai seseorang? Apakah ia harus menyerah? Pertanyaan-pertanyaan itulah yang selalu menghantuinya membuat nafasnya sesak begitu sakit hingga ia lebih baik mati daripada harus kembali ke kubangan lumpur yang membuatnya menjadi seseorang yang kotor seperti sekarang. Seandainya, yah.. Seandainya saja waktu dapat di putar kembali ia akan memilih untuk tidak mencintainya. Semua terjadi karena ia telah salah memilih cinta. Salah saat hatinya meyakinkannya untuk mencintainya dan mirisnya bukan cinta yang diterima melainkan sebuah obsesi gila yang berakhir membuatnya kembali ke neraka. Ia tak tahu, kapan semuanya berakhir? Kapan semuanya selesai? Apa ini hukuman untuknya? Mungkin saja di masa lalu ia adalah seorang pendosa yang terlahir kembali dan berakhir di hukum pada masanya sekarang.
Saat jimin tengah tenggelam dengan pikirannya sepasang tangan melingkari perutnya. Membuat kesadaran jimin kembali dan sedikit terkejut saat orang itu mengecup lehernya dengan sensual.
"Apa yang kau pikirkan hum?" Ucap pria itu yang tak lain adalah Jeon jungkook. Pria yang seharusnya jimin hindari namun entah mengapa begitu sulit. Dimana ia pergi jungkook pasti bisa menemukannya. Mungkin sudah takdirnya ia hidup dengan luka yang di torehkan oleh pria itu dan jimin mencoba untuk menerimanya hingga ia tak bisa lagi bertahan dengan keadaan.
"Tidak ada, hanya sesuatu yang tak penting." Ucapnya tanpa menampilkan ekspresi yang berarti. Jungkook semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh jimin dan mencium bahu sempit itu.
"Kita makan siang sekarang. Kau Ingin makan apa?" Tanya jungkook lembut sambil menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher jimin.
"Terserah saja." Jawab jimin sekenanya. Jujur saja nafsu makan jimin hilang sejak dirinya kembali ke pelukan pria itu. Sudah dua hari ia tak memakan makanan yang jungkook berikan padanya tanpa sepengetahuan pria itu jimin membuang semua makanan yang jungkook berikan ke tempat sampah. Bukan bermaksud curiga pada jungkook yang mungkin saja memberikan sesuatu kedalam makanannya, Tentu saja tidak.
Jungkook menarik lengan jimin membawa tubuh yang kini semakin terlihat kurus itu ke arah meja makan yang terletak di samping dapur.
"Duduklah. Aku akan menyiapkannya." Jungkook mengusap kepala jimin lembut sebelum berlalu ke arah dapurnya.
Setelah beberapa saat jungkook datang ke meja makan membawa dua piring nasi goreng kimchi dengan tambahan telur gulung yang sudah di potong-potong. "Nah.. Makanlah." Jimin pun menerimanya namun ia hanya menatap ke arah hidangan yang ada di depannya tanpa bermaksud untuk segera menyantapnya.
"Apa kau tak suka hingga kau hanya menatapnya dan tak menyentuhnya." Jimin menggeleng, "Tidak. Hanya saja aku tak lapar." Ucap jimin yang masih menatap sepiring nasi goreng kimchi di depannya.
๐๐ง๐๐๐๐ฃ๐
Jimin berjengit kaget saat jungkook melempar sendok nya ke lantai. "Makan sekarang atau ku paksa kau memakannya dengan caraku." Ucapnya dengan begitu dingin sambil menatap tajam ke arah pemuda mungil di depannya.
Dengan terpaksa jimin meraih sendok yang ada di piringnya kemudian dengan perlahan memasukkan sesuap demi sesuap ke mulutnya dengan tubuh yang bergetar. Matanya memanas dan mulai berkaca-kaca. Jungkook kini tersenyum melihat jimin yang patuh dan mengulurkan tangannya untuk mengusap air mata jimin yang mulai menetes. "Habiskan makananmu setelah itu beristirahatlah. aku akan kembali bekerja dan jangan mencoba untuk kabur. Kau mengerti baby?!" Ucap jungkook terlampau biasa seakan tak pernah terjadi apa-apa sebelum nya. Jimin kembali mengangguk. "Kau punya mulut untuk menjawab baby."
"N-nde jungkook." Lirih jimin dan jungkook yang mendengar jawaban itu pun tersenyum puas.
"Bagus, kalau begitu aku pergi sekarang." Ucap jungkook seraya bangkit dari duduknya dan membawa piring bekasnya ke dapur. Meletakkannya ke dalam washtafel. Setelahnya jungkook berjalan ke arah jimin kemudian mengusap kepala si manis dan mengecupnya.
"Aku pergi baby." Ucapnya kemudian melangkah pergi dari apartemennya meninggalkan jimin yang kini menghentikan acara makannya dan mulai terisak kemudian menenggelamkan wajahnya ke lipatan tangan yang berada di atas meja dengan tangisan pilu yang mulai terdengar memenuhi ruangan itu.
***
Takuya sangat bingung saat ini bagaimana tidak, sudah 2 hari ia mencari jimin namun tak juga menemukannya. Awalnya ia terkejut saat ruangan inap itu kosong yang dia pikir mungkin saja jimin berjalan-jalan di taman rumah sakit tapi, nyatanya tidak. Takuya tak pernah lagi menemukan presensi jimin kembali. Dan sekarang dua hari telah berlalu. Takuya menghela nafasnya kasar, "jimin? Kau dimana?"
"Hyung?" Takuya pun menoleh. Di sana di pintu kamar takuya, jihyun tengah berdiri sambil menyembulkan kepala. "Ada apa hyung? Kau melamun?" Ucap jihyun yang kini sudah berjalan masuk.
"Em.. Hyung kau tahu di mana jimin hyung? Aku tadi ke rumah sakit tapi, ia tak ada di sana." Ucap jihyun.ย
"Eh.. Untuk apa kau mencarinya? Bukannyaย kau tak ingin melihatnya lagi?!" Sarkas takuya dengan senyum remeh. Jihyun menunduk entah kenapa beberapa hari yang lalu setelah pria jepang di depannya ini mengatakan sesuatu yang membuat dadanya seperti di tikam benda tajam dan membuatnya sakit sejak saat itulah jihyun ingin sekali mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang sudah saudaranya itu alami.
"A-aku... Entah kenapa aku ingin menemuinya." Ucap jihyun dengan menunduk.
"Untuk apa? Untuk kembali menyalahkannya? Atau..untuk membuat traumanya semakin parah?" Jihyun mendongak menatap takuya dengan senyum sinis nya.
"T-trauma?" Jihyun begitu terkejut mendengarnya. "Trauma? Apa yang sebenarnya terjadi pada jimin hyung?"ย Batin jihyun.
"Ya, saat aku membawa jimin ke rumah sakit saat itu aku baru mengetahuinya. Waktu itu dokter juga mengatakan ada beberapa luka memar yang sudah memudar juga.... Takuya menghentikan ucapannya dia ingin melihat bagaimana reaksi jihyun.
"Juga apa hyung?" Ucap jihyun tak sabaran. Takuya menaikan sebelah alisnya dan menghela nafasnya sungguh berat untuk mengatakannya tapi, ia juga tak ingin menyembunyikan hal itu pada jihyun yang notabene adalah adik jimin sendiri.
"Hah.... Juga ada beberapa bercak merah di sekitar tulang selangka dan dada nya. Kau bukan anak kecil lagi dan pastinya tahu apa bercak merah itu."ย Jihyun mengangkat kedua alisnya kemudian menurunkan tatapannya dan terlihat pandangan matanya tak tentu arah. Jihyun tahu maksud dari takuya dan ia mulai mengerti apa yang sudah hyung nya alami. Jihyun tak sebodoh itu untuk menuduh jimin murahan. Jihyun tahu bahwa hyung nya tak akan melakukan perbuatan hina itu.
"P-pelecehan?" Ucap jihyun ragu ia tak berharap jika itu benar terjadi pada jimin hyung nya. Namun hati jihyun terasa sakit dan hancur saat melihat takuya mengangguk membenarkan. Berakhir dengan jihyun yang menangis. menyalahkan dirinya yang tak bisa menjagaย hyung nya. Ia sangat tahu jika hyung nya itu sangat lemah bukan tak bisa menjaga diri jimin hyung nya seorang yang lembut dan terlalu baik sosok yang mirip mendiang ibu nya. Sosok yang rapuh, sangat rapuh seolah jika tersentuh akan hancur berkeping-keping.
"Hyung, bantu aku mencarinya." Lirih jihyun yang masih menunduk sambil menatap kedua tangannya. Takuya kembali menghela nafas dan bersandar pada sandaran sofa.
"Aku sudah mencarinya tapi, belum juga menemukannya," Ucap takuya dengan nada menyesal.
"Apa mungkin ia kembali ke Korea?" Ucapnya ragu namun di sisi lain ia yakin jika jimin sudah kembali.
"Malam nanti kita akan ke Korea untuk mencarinya. Bersiaplah. aku akan memesan tiket untuk penerbangan malam nanti."
"Nde hyung." Jihyun pun beranjak berdiri dan melangkah pulang ke rumahnya. Sedang takuya saat ini merasa khawatir akan keberadaan jimin berharap bahwa pemuda mungil itu baik-baik saja.
***
Sore harinya jimin sedang berada di balkon yang lumayan luas pada apartemen jungkook. Di sana terdapat sebuah bangku panjang dan meja kecil juga sebuah ayunan. Jimin mendudukkan dirinya di ayunan itu sambil menikmati pemandangan langit di sore hari. Disaat kesendiriannya saat ini ia begitu di kejutkan oleh seseorang yang berada di sebrang sana berseru padanya.
"Hai manis! Sedang apa?" Jimin reflek menoleh ke arah sebrang yang tak begitu jauh hanya selisih satu rumah dari tempatnya di mana terdapat seorang pria tampan yang berdiri di balkon menghadapnya sambil tersenyum menatap ke arah jimin.
Jimin hanya menatapnya tanpa menjawab ucapan pria itu. "Hei kenapa tak menjawab? Ya aku baru di sini mungkin kau tak pernah melihatku." Ucap pria itu yang sama sekali tak di gubris oleh jimin dan jimin memilih untuk masuk ke dalam dari pada meladeni orang aneh pikirnya.
"Hum... Menarik. Aku akan mencoba mendekatinya." Ucap pria itu dengan senyum lebarnya.
๐๐ฝ๐พ