β’
β’
β’
12 ππ π©π€πππ§ 2014
Siang hari jimin bersama taehyung berada di bukit belakang sekolah. Menikmati udara dingin dengan pemandangan indah lautan dengan ombak yang bergulung.
Tanpa ada yang bicara, tanpa ada yang mengeluarkan kata-kata hanya suara gemerisik angin yang menyapu pepohonan yang membuat daun-daun kering berjatuhan.
"Tae, apa kau percaya takdir?" Ucap jimin tiba-tiba memecah kebisuan mereka. Taehyung mengangkat sebelah alisnya menatap ke arah jimin. Jimin yang tak mendapat jawaban pun menoleh ke arah taehyung mengulas senyumnya.
"Apa kau percaya takdir?" Ucap jimin yang kembali menanyakan hal yang aneh menurut taehyung.
"Em.. Ya aku percaya itu. Kenapa kau menanyakannya?" Ucap taehyung yang merasa aneh pada pertanyaan jimin yang tiba-tiba.
"Tidak apa-apa, hanya bertanya saja.... -jimin bangkit dari duduknya dan menepuk-nepuk celana bagian belakang membersihkan tanah yang menempel- ....kita kembali ke kelas sekarang bel sebentar lagi berbunyi."
Taehyung pun bangkit dari duduknya membersihkan celananya dari tanah yang menempel dan segera berjalan mengikuti jimin yang sudah berjalan sedikit jauh darinya. Taehyung memandang bahu sempit milik jimin dengan perasaan yang berkecamuk di hati dan pikirannya. Ia begitu aneh saat mendengar kata-kata yang keluar dari mulut jimin.
Jimin dan taehyung sudah berada di kelasnya beberapa waktu yang lalu dan pelajaran di mulai dengan tenang.
.
.
.
Saat ini jimin sudah berada di halte karena jam pelajaran sudah berakhir dan para siswa/siswi berhamburan keluar gedung sekolah untuk pulang ke rumah.
Jimin menunggu bus datang karena hari ini jungkook tidak bisa mengantarnya pulang karena jungkook sedang berlatih basket dengan anggota klub basket yang lain.
"Eh? Jimin? Kau belum pulang?" Ucap hoseok yang baru datang ke halte untuk menunggu bus juga.
"Iya aku masih menunggu bus."
"Jungkook tak mengantarmu?"
"Dia ada latihan basket dengan klubnya." Hoseok pun menaikkan sebelah alisnya. 'Latihan basket? Tadi aku melihatnya berduaan dengan taehyung di taman belakang. Kasihan sekali kau jimin, orang yang kau anggap sahabat selama ini telah menyakitimu. Apa mereka berdua tak punya otak?" Batin hoseok.
"Hobbi-ah aku pulang dulu ya, bus ku sudah datang." Ucap jimin seraya berdiri dari duduknya. Setelah busnya tiba, jimin pun masuk ke dalam dan segera duduk. Bus pun berlalu meninggalkan hoseok yang menatap kepergian bus yang membawa jimin menuju rumah.
Sekarang hoseok lah yang menanti busnya di halte itu. Saat mengedarkan pandangannya, tanpa sengaja melihat pemandangan yang menyakitkan jika jimin masih ada di halte itu. Karena hoseok melihat jungkook dan taehyung yang baru keluar dari gedung sekolah dan berhenti di depan gerbang.
Hoseok di buat kesal dan lega karena jimin sudah pergi adalah ia melihat jungkook dan taehyung berciuman. "Kalian benar-benar tak punya hati, teganya kalian menyakiti seseorang yang begitu baik dan sabar dengan apa yang kalian lakukan padanya. Apa kalian tau selama ini dia pura-pura tak tau apa-apa dan mengabaikan rasa sakitnya? Aku tak habis pikir hati jimin sebenarnya terbuat dari apa sih?!" Gumam hoseok sambil menatap tak percaya pada dua orang yang masih berada di depan gerbang itu.
.
.
.
Sore hari, jimin tengah berada di sebuah supermarket yang terletak tak jauh dari rumahnya. Ia sedang berbelanja bahan makanan sehari-hari.
Setelah dari supermarket jimin mampir ke cafe membeli minuman untuk di bawa pulang. Setelah keluar dari cafe jimin pun segera pulang karena tanpa terasa hari mulai gelap.
Pukul 05.20pm jimin sampai di rumah dengan membawa dua kantung belanjaan besar dan satu cup strawberry milkshake di tangannya. Saat masuk ke rumah dan melepas sepatunya, jimin tersenyum saat melihat sepasang sepatu milik jungkook sudah berada di rak sepatu di samping pintu.
Jimin pun berjalan ke arah dapur menaruh belanjaannya di meja dan segera memasukkan ke dalam lemari es. Setelahnya jimin pun berjalan naik ke lantai atas menuju kamarnya.
Setelah sampai di depan pintu kamarnya jimin pun membukanya dan segera masuk ke dalam kamarnya. Di lihatnya jungkook tengah duduk di pinggir ranjang dengan memainkan ponsel barunya yang sudah beberapa bulan yang lalu dibelinya.
"Darimana?" Tanya jungkook sambil menatap jimin yang melepas sweater nya dan menyisakan kaos berwarna hitam bertuliskan Supreme di bagian dada.
"Dari supermarket, bahan di lemari es habis jadi aku membelinya." Ucap jimin santai sambil menggantung sweater nya dan memasukkan kembali kedalam lemari pakaiannya.
"Kenapa tak menungguku? Aku bisa menemanimu." Ucap jungkook yang kini mendekat kearah jimin dan mendekap tubuh jimin dari belakang.
"Ku pikir kau tak datang, jadi aku pergi sendiri." Jungkook pun membawa tubuh jimin ke arah sofa yang ada di kamar itu.
"Kenapa kau bisa berpikir begitu? aku selalu datang bukan?" Ucap jungkook yang kini sedang mendudukkan jimin di pangkuannya.
"Ya memang. Tapi, mungkin saja hari ini kau tak datang."
"Kenapa kau berpikir seperti itu?" Ucap jungkook sambil menaikkan sebelah alisnya menatap jimin yang tengah tersenyum namun matanya menatapnya sendu namun terlihat memancarkan perasaan sedih dan sakit.
"Tidak apa-apa. Em, kook besok hari sabtu bukan?" "Ya, kenapa?" "Aku ingin menghabiskan waktu denganmu besok."
"Boleh saja, oh ya jimin maaf aku tidak bisa menginap hari ini, karena orang tuaku datang dari busan untuk berkunjung."
"Ne, tidak apa-apa. Ku harap besok kau bisa meluangkan waktu untuk ku."
"Akan ku usahakan. Baiklah aku pergi sekarang sebentar lagi mereka tiba." Jimin pun mengangguk dan jungkook pun menarik tengkuk jimin mendekatkan wajah mereka dan jungkook pun segera menyambar bibir plum jimin melumatnya, menyesapnya dengan lidah yang bertautan. tak lama ciuman mereka terlepas dan sekali lagi jungkook mengecup sekilas bibir jimin.
.
.
.
.
13 ππ π©π€πππ§ 2014
09.00am
Jimin saat ini sedang bersiap untuk pergi menghabiskan waktunya bersama jungkook. Karena hari ini hari ulang tahunnya maka dari itu jimin ingin jungkook meluangkan waktunya sehari ini menemaninya.
Saat ini jimin tengah berada di depan kaca besar meja rias di dalam kamarnya. Setelah bersiap jimin mengirim pesan pada jungkook memberitahu di mana mereka bertemu.
ππ§π€π’; πππ’ππ£
ππ€; ππ€πͺ
πΊπππ, πππππ 10 ππ ππππππ ππ πππππ
π²πππ π‘π‘π‘π‘. πππππππππ ππππππ.
09.15
"Siapa sayang?" Ucap jungkook yang masih menutup sebelah matanya karena mengantuk.
"Jimin." Ucap taehyung dan memberikan ponsel itu pada jungkook agar jungkook membaca pesan itu.
"Biarkan saja, aku hanya ingin seharian ini bersamamu." Ucap jungkook memeluk tubuh polos taehyung yang tertutup selimut sama sepertinya.
Yah, jungkook kemari sudah berbohong pada jimin bahwa orang tuanya akan datang. Namun nyatanya tidak, jungkook nyatanya datang ke tempat taehyung menghabiskan malam panas mereka tanpa tau ada seseorang yang tersakiti.
"Kook, hari ini hari ulang tahunnya. Setidaknya biarkan dia bahagia hari ini. Pergilah sudah sudah hampir pukul 10 kook."
"Ya.. Ya.. Baiklah." Jungkook pun beranjak dari ranjang milik taehyung dan masuk ke dalam kamar mandi untuk bersiap.
Setelah 10 menit berlalu jungkook pun selesai dan sudah memakai pakaiannya dan segera keluar dari rumah taehyung.
"Aish, sudah lebih 20 menit. Semoga saja dia masih menunggu."
Setelah 5 menit jungkook dengan menggunakan motor sportnya sampai di Cafe itu. Namun ada yang aneh di sana. jungkook yang sudah turun dari motor sportnya mendekat dan melihat beberapa polisi sedang berjaga juga terdapat garis polisi memberi batas pada tempat itu.
Jungkook yang penasaran mulai berjalan semakin dekat. Terlihat genangan darah dan beberapa cipratan darah di dinding Cafe.
"Maaf pak, apa yang terjadi?" Tanya jungkook pada salah satu polisi yang berjaga.
"Terjadi kecelakaan, 20 menit yang lalu. Seorang pemuda tertabrak mobil yang melaju kencang untuk dugaan sementara mobil itu sedang hilang kendali akibat rem blong. Sekarang kau menjauh dari TKP karena kami harus menyelesaikan penyelidikan lebih lanjut." Ucap polisi itu pada jungkook. Namun saat jungkook akan menjauh ia melihat sebuah kalung berliontin huruf inisial 'J' yang biasa di pakai jimin di dekat genangan darah.
Dengan nekat jungkook menerobos garis polisi untuk mengambil benda itu.
"Hei nak! Apa yang kau lakukan?" Tegur polisi yang berbicara padanya tadi.
"Maaf pak ini milik kekasihku."
"Oh benarkah? Kami juga menemukan ini di samping tubuh korban apa kau mengenali juga?" Polisi itu pun menunjukkan sebuah kantong dari plastik yang di dalamnya terdapat ponsel yang layarnya retak dengan noda darah di sana.
Bagai disambar petir di siang hari, jungkook menatap nanar pada benda itu dengan tangan bergetar jungkook meraih kantong itu dan mencoba tombol on/off pada sisi ponsel itu.
πΏππ
Mata jungkook melebar karena apa yang ia lihat di layar ponsel yang retak itu. Terpampang jelas wallpaper foto jimin bersama dengan dirinya.
"T-tidak.. T-tidak mungkin." Racau jungkook sambil menggelengkan kepalanya.
"Apa benar itu juga milik kekasihmu?"
"Pak, katakan padaku dimana dia sekarang?" Ucap jungkook dengan menitikkan air matanya.
"Korban di bawa kerumah sakit xxxxx. Tadi kondisinya kritis. Dia- aish! Tak sopan sekali anak jaman sekarang! Pergi begitu saja." Ucap polisi itu dan kemudian kembali pada pekerjaannya.
.
.
.
.
"Ini semua salahku! Andaikan aku tak datang terlambat ini semua tak akan terjadi." Racau jungkook mengusap wajahnya kasar. Jungkook menyalahkan dirinya sendiri karena mengabaikan keinginan jimin.
Jungkook sudah sampai di rumah sakit satu jam yang lalu. Ia langsung berlari ke arah resepsionis menanyakan keberadaan jimin dan berakhirlah ia duduk di bangku tunggu di depan ruang UGD.
Sudah satu jam lamanya jungkook menunggu namun belum ada yang keluar dari ruangan itu. Dia sangat cemas dengan keadaan jimin. Pikirannya benar-benar kalut entah mengapa rasa bersalah menghantuinya.
ππ½πΎ