Chereads / Indescriptible / Chapter 18 - eighteen•Manis

Chapter 18 - eighteen•Manis

"Ok," balas mereka bersama.

Venus menyodorkan sesuatu yang tadi ia bawa dari rumah." Nih buat kalian semua."

"Apaan Ven?" tanya Zara membolak-balik kotak itu.

"Buka aja sendiri," ujar Venus.

"Makasih ya Ven." Dengan perlahan Zara membuka kotak itu. Menampilkan jajaran dimsum yang sangat menarik.

"Ven lo buat sendiri ini?" Mata Zara membulat ketika tahu bahwa di dalamnya berisi sebuah dimsum.

"Bukan! Mama yang buat," ujar Venus.

"Pantesan enak banget. Makasih Ven," balas Zara.

"Apaan tuh Zar?" Arva bertanya sembari melirik makanan Zara.

"Dimsum," balas Zara.

"Buat sendiri lo?" Arva bertanya pada Venus dengan mengambil makanan itu.

"Venus."

"Dikasih Venus," ulang Arva.

"Hmm," balas Zara yang masih menikmati makanan itu.

"Sini gue minta." Arva mengambil satu dimsum itu.

"Santai aja kali kalau ambil. Kayak kudanil kelaparan tahu nggak lo." Ledek Zara.

"Biarin. Lagian ini enak banget sih."

"Nad!!! Lo mau nggak dimsum." Tawar Arva.

"Mau lah," jawab Nada lalu berlari kecil menghampiri para sahabatnya yang sedang asyik makan.

"Minggir! Gue mau minta dulu ah." Nada mendorong pelan tubuh kedua sahabatnya itu.

"Heh piranha, lo bisa pelan aja nggak sih kalau ngedorong. Dateng-dateng bikin ulah lo." Kesal Zara.

"Ven, adek lo noh! Main nyelonong masuk aja." Adu Arva.

"Apa manggil-manggil," balas Venus yang merasa terpanggil.

"Adek lo noh sih Nada. Tuh turunan orang apa piranhan sih? Nggak ada manis-manisnnya. Mania paling sama beberapa orang aja." Adu Arva kembali.

"Biarin," ujar Venus lalu kembali membaca novelnya.

Arva, Zara, dan Nada kini tengah asyik menikmati dimsum yang dibawakan oleh Venus. Mereka tak memperdulikan sekitar bahkan Venus yang telah membawakab mereka makanan itu. Venus pun juga tak memperdulikan hal itu tanpa berfikir panjang. Ia bukanlah type orang yang selalu memperdebatkan hal sepele seperti itu.

"Nih Ven gue balikin kotak lo." Zara mengembalikan kotak itu kepada sang pemilik.

"Makasih ya Ven. Lain kali bawanya yang banyak ya Ven," ujar Arva yang kembali setelah mencicipi tangannya.

"Heh piranha! Lo main duduk-duduk aja lo. Nggak bilang terimakasih lo sama Venus," ujar Zara.

Nada yang mendengar hal itu yang berbalik badan lalu memasang wajah tanpa berdosa." Iya. Makasih ya Ven makanannya."

"Iya, sama-sama," balas Venus lalu tersenyum simpul.

**********

"Ven lo nggak pulang?" Zara melihat Venus yang tengah menunggu jemputan. Sedangkan kedua sahabatnya yang lain sudah pulang sejak 10 menit yang lalu.

"Ini nunggu jemputan. Masih otw," jawab Venus.

"Siapa yang jemput lo?"

"Kak Mars," jawab Venus.

"Oh. Kalau gitu gue pulang dulu ya, kakak gue udah nungguin," pamit Zara.

"Hati-hati ya Zar."

"Iya Ven. Byee." Zara sudah tak terlihat lagi dari hadapan Venus. Kini dirinya sendiri di pintu gerbang untuk menunggu jemputan dari sang kakak.

"Ven!" Teriak Marshen.

"Iya kak." Venus menghampiri Marshen yang berada di seberang sana.

"Ayo pulang." Ajak Mars.

"Iya kak," ucap Venus lalu masuk kedalam mobil Pajero berwarna hitam.

"Ven," panggil Marshen.

"Hmm."

"Gimana pelajaran hari ini? Lancar?" Mars menengok ke arah Venus dengan mata yang masih fokus pada jalanan.

"Lancar kak," ujar Venus jujur.

"Ok kalau gitu. Oh ya btw, itu kotak apa ven?" Marshen bertanya pada Venus yang tak sengaja Melihat kotak pink yang dibawa Venus.

"Oh ini coklat kak isinya," balas Venus.

"Dari pacara ya." Goda Marshen.

"Bukan! Ini dari temen Venus," jawab Venus mengelak.

"Oh, kakak kira dari pacar," jawab Mars.

"Kakak suka ngaco deh kalau ngomong," balas Venus.

Marshen kini tengah fokus pada arah jalanan di depan mereka. Berbeda dengan Mars yang tengah fokus, Venus sendari tadi hanya diam menatap luar jendela tanpa berkedip. Entah apa yang Venus lihat tanpa mengedipkan sedikitpun mata indahnya itu.

Mobil hitam itu kini tengah terparkir rapi di garasi rumah mewah kediaman 'Nasution'. Mereka kini mulai berjalan mendekati pintu untuk masuk kedalam rumah yang bisa disebut sangat mewah bagi semua orang. Rumah bak sebuah kerajaan yang segala sesuatunya ada di rumah itu.

"Sore mah," sapa Mars dan Venus.

"Sore juga sayang. Anak-anak mamah pinter-pinter banget sih." Puji hera sang mama pada kedua anaknya yang baru saja datang.

"Mamah bisa aja deh kalau puji Mars sama Venus." Mars yang mendengar itu merasa aneh.

"Ya kan kalian memang anak mamah yang pinter-pinter banget." Puji Hera kembali.

"Mah, Venus mau ke kamar dulu ya mah. Venus mau ganti baju dulu," ujar Venus pada Hera yang tengah asik bercanda dengan Mars.

"Ih iya sayang, kamu istirahat dulu ya. Jangan lupa nanti kamu makan ya," ucap sang mama.

"Iya ma,"Balas Venus lalu berjalan menuju anak tangga yang menghubungkan antara lantai bawah dan lantai atas kamarnya.

Venus meletakan tas ranselnya di kursi meja belajarnya. Ia duduk sembari melihat intens kotak pink berisi coklat yang diberi oleh Aldrich. Ia melihat kotak kecil itu dengan senyuman yang sangat mengembang, entah apa yang ia pikirkan saat ini sampai bisa membuat dirinya tersenyum.

"Manis," lirih Venus melihat kotak kecil itu.

Satu kata namun berarti banyak. Entah apakah Venus mulai tertarik? Suka? Atau bahkan cinta?. Perlakuan kecil tak sengaja yang mampu membuat Venus menjadi sosok yang berbeda saat ini. Venus yang tak biasa tersenyum sendiri tanpa sebuah sesuatu, namun sekarang ia melakukan hal itu tanpa ada satu alasan yang pasti.

Venus meletakan kotak itu di meja belajarnya dekat dengan semua tumpukan buku yang biasa ia pelajari atau hanya sekedar membacanya saja. Ia mengambil handuk lalu masuk menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Tak lama ia mandi saat ini ia telah berada di meja belajarnya ditemani oleh buku kimia yang setia bersama diirinya.

Ia mulai mengerjakan soal-soal kimia itu dengan cepat. Ia memang selalu mengerjakan semua soal-soal yang ada di buku belajarnya itu. Bukan tanpa sebab ia mengerjakan hal itu, selain untuk mengisi waktu luang, tetapi ia hanya ingin supaya ia tidak menjadi sosok yang malas dan lupa akan sesuatu yang telah diajarkan kepada dirinya.

Sesekali ia melirik kotak itu lalu tersenyum simpul. 'Manis' kata itulah yang selu terbersit di otak Venus. Entah mengapa otaknya selalu terbersit kata-kata itu. Ia kembali menatap soal-soal yang bisa dibilang sangat rumit setelah beberapa kali menatap kotak itu dengan cukup lama.

"Arghh.... Akhirnya selesai juga, mending sekarang tidur dulu aja," ucap Venus sendiri.

Tak luput dari pandangannya, Venus kembali menatap kotak kecil itu pemberian Aldrich untuk dirinya. Kata itu kembali terbersit di pikirannya sekarang. Ia menatap kotak itu dengan kembali menyuguhkan senyuman yang sangat membuat siapa saja candu.

Setelah cukup lama ia menatap kotak itu, Venus menutup tubuh mungilnya dengan selimut hangat kesukaannya. Kini setelah lama ia menatap kotak itu, akhirnya ia berdamai bersama mimpi indahnya selama ini. Ia tertidur pulas di kasur yang sangat nyaman.