Chereads / Indescriptible / Chapter 23 - twenty three•Diary

Chapter 23 - twenty three•Diary

"Ven," panggil Zara dari arah belakang sembari berlari menyusul Venus.

"Hmm," balas Venus yang masih tetap berjalan.

"Kok lo nggak berhenti sih gue panggil. Lo sengaja ya?" Tuduh Zara.

"Nggak," jawab Venus.

"Terus kenapa nggak berhenti tadi pas gue panggil?" tanya Zara mengatur nafasnya.

"Emang manggil?" tanya Venus.

"Dari tadi gue teriak-teriak jadi lo nggak denger sama sekali. Terus kemana itu kedua telinga lo?" Kesal Zara.

"Ya mana denger lah, orang dari tadi pakai earphone," jawab Venus melepas kedua barang kecil yang ada di kedua telinganya.

"Pantesan dari tadi gue panggil sampai suara habis nggak denger," sahut Zara menghembuskan nafas kasar.

"Ngapain sih emang manggil-manggil?" tanya Venus.

"Gue nebeng boleh nggak?" tanya Zara sembari menunjukan cengiran kuda.

"Gitu doang?"

"Boleh nggak? Kalau nggak boleh juga gpp. Ntar gue naik bus aja," jawab Zara.

"Boleh kok," balas Venus yang membuat Zara sangat bahagia.

"Yaudah yuk," ajak Venus.

Kini mereka sudah berada di mobil Venus. Seperti biasa, Venus tak langsung pulang kerumahnya. Ia harus mengantar Zara pulang terlebih dahulu ke rumahnya sebelum ia pulang. Venus memang sudah biasa mengantarkan Zara pulang atau Nada bahkan Arva pulang. Dirinya tak pernah bisa menolak jika ada orang yabg minta tolong padanya.

"Makasih ya Ven tumpangannya," ucap Zara berbalas budi.

"Iya, sama-sama Zar. Balik dulu ya Zar," ucap Venus menutup kaca mobil.

Setelah pekerjaannya mengantar Zara pulang ke rumahnya sudah selesai, kini saatnya Venus pulang kerumahnya untuk beristirahat.

Mobil itu kini sudah sampai di pekarangan rumah yang sangat besar nan mewah. Rumah bak jelmaan dari sebuah kerajaan yang begitu mewah. Siapa saja yang melihat rumah itu mungkin akan mengira bahwa itu adalah sebuah kerajaan.

"Sore mah," sapa Venus.

"Sore sayang," balas Hera- Mama Venus.

"Mah Venus ke atas dulu ya. Venus mau istirahat dulu, capek," pamit Venus lalu melangkah pergi dari hadapan sang mama.

"Heh tunggu dulu! Mau kemana?" tanya Mars menarik tangan Venus dengan cepat.

"Lepasin tangan Venus! Venus mau ke atas, mau istirahat," ujar Venus mencoba melepaskan tarikan dari Mars.

"Nggak bisa! Anterin gue dulu ke supermarket depan." Cercah Mars melepaskan cekeramannya.

"Aduh kak! Venus mau istirahat, Venus capek. Udahlah nanti malem aja kan bisa." Tolak Venus.

"Nggak bisa! Pokoknya sekarang anterin kakak dulu," ucap Mars.

"Nanti ajalah kak. Masa kakak nggak kasihan sama Venus sih. Kan Venus baru pulang, terus capek." Jelas Venus.

"Udah nggak usah banyak ngomong! Sekarang masuk kamar, mandi, habis itu siap-siap. Nggak usah make up segala, ntar lama," ucap Mars membalikan tubuh Venus menghadap ke tangga.

"Hmm." Pasrah Venus lalu berjalan naik menuju kamarnya.

Venus melemparkan tas nya ke atas kasur dengan cukup kasar. Kenapa dia harus ditakdirkan mempunyai kakak seperti Mars. Kenapa tidak seperti Shawn Mendes aja. Ia sungguh kesal saat ini pada kakaknya. Memang kadang-kadang baginya sang kakak sangat penyayang, baik, dan ramah. Namun, kadang-kadang Mars seperti tadi, menyebalkan.

Tanpa banyak bicara, Venus segera mandi dan mengganti pakaiannya. Ia hanya memakai pakaian yang casual. Tak banyak model namun nyaman. Ia hanya mengenakan kaos pink polos dan celana jins hitam. Setelah itu dia menghampiri kamar Mars untuk segera pergi ke supermarket.

"Kak ayo cepet!" Venus membuat Mars menjadi panik.

"Sabar kenapa sih ah! Jadi adek nggak sabaran banget. Untung adek, kalau nggak udah--," ucapan Mars terpotong ketika Venus menyahut nya.

"Udah apa? Hah? Mau diapain?" Potong Venus.

"Nggak jadi," ujar Mars.

"Udah lah ayo cepetan. Keburu malem ntar," ujar Venus yang sudah mulai kesal.

"Bentar, ambil dompet dulu," jawab Mars lalu mengambil dompet yang berada di dalam tas nya.

"Udah belum sih? Lama banget ambilnya," ucap Venus di ambang pintu.

"Udah ayuk." Mars melenggang pergi melewati tubuh Venus.

"Ditinggal?" Venus menunjuk wajahnya muram.

Venus berjalan malas menuruni anak tangga menuju ke bawah.

"Mah Mars sama Venus pamit dulu sebentar. Mau ke supermarket." Pamit Mars pada Hera yang tengah asik menonton televisi.

"Iya Mars. Hati-hati ya." Pesan sang mama.

"Tungguin dulu kenapa sih ah. Buru-buru banget," ujar Venus berlari kecil.

"Tadi katanya suruh cepet-cepet. Sekarang udah cepet-cepet malah disuruh pelan-pelan. Gimana sih? Yang bener yang mana?" tanya Mars tak mengerti.

"Udah ah males ngomong. Ayok cepetan sana masuk." Dorong Venus memasuki mobil mereka.

"Mau beli apaan sih emangnya?" tanya Venus.

"Snack," jawab Mars.

"Oh," balas Venus.

"Udah sampai, ayo turun!" Suruh Mars yang sudah berada di luar.

"Hmmm."

Saat ini mereka sudah berada di dalam supermarket yang cukup besar dan lengkap itu. Mars mulai mengambil makanan ringan yang ia butuhkan. Tak mau kalah dengan Mars, kini Venus mulai mengambil makanan ringan untuk memenuhi isi keranjang yang ia bawa itu.

"Mbak ini ya punya saya. Semua berapa?" tanya Mars mengeluarkan dompetnya.

"Sebentar ya mas saya total dulu," ucap kasir itu.

"Mbak ini punya saya. Totalnya gabung aja sama punya dia ya mbak. Makasih mbak," ujar Venus yang mendapatkan tatapan dari Mars.

"Apaan sih. Bayar sendiri," ujar Mars.

"Heh! Nggak baik ngomong gitu sama adek sendiri. Lagian Venus juga nggak bawa dompet. Jadi kak Mars aja ya yang bayar. Makasih kak Mars yang ganteng," ucap Venus lalu pergi ke mobil untuk menunggu kakaknya itu.

"Nih punya lo! Kalau tahu gini mah nggak usah ngajak tuh manusia." Gerutu Mars.

"Nggak boleh gitu. Berbuat baik itu nggak sia-sia kok. Udah ayo pulang, keburu malam," ucap Venus mengumbar senyuman.

Kini mereka sudah berada di kamar masing-masing setelah tadi perjalanan yang terbilang cukup singkat. Mungkin hanya memakan waktu sekitar 5-10 menit untuk sampai ke rumahnya.

Kamu bagaikan pelangi yang memberi warna baru dalam hidupku. Buku-buku yang dulunya menjadi pasangan setiaku, kini digantikan oleh posisimu dalam hatiku. Aldrich, nama yang membuatku candu.

~ Venusya Geova Kyle ~

Tulisan itu mengisi buku diary yang ia punya. Tulisan untuk seseorang yang sangat jarang ia tulis dalam buku itu. Untaian kata yang mengisi lembar pertama buku diary Venus. Nama pertama dan cerita isi hati pertama yang menjadi pengisi buk diary yang memang jarang ia gunakan.

Ia menutup buku diary itu lalu meletakkannya di atas meja belajarnya. Sebelum ia meninggalkan meja belajarnya untuk pergi tidur di kasurnya, ia sempatkan duku untuk menatap lekat-lekat buku diary itu. Ia tersenyum sekilas menatap buku indah itu. Nama yang selama ini membuat dirinya candu untuk mengingat dan mendengarnya. Nama yang berhasil membuat dirinya jatuh cinta pada sosok laki-laki yang terbilang cukup sempurna itu.