Chereads / Indescriptible / Chapter 26 - twenty six•Frustasi

Chapter 26 - twenty six•Frustasi

Mencintai Aldrich adalah cita-cita abadi Venus. Selain ingin menjadi seorang penulis, aktivis kemanusiaan, dan menjadi menteri perlindungan perempuan dan anak-anak. Benih cinta mulai tumbuh di hati Venus yang sudah ia tanam sejak dulu. Rasanya mulai mengembang seiring berjalannya waktu.

"Heh planet!" panggil Mars dari ambang pintu.

"Heh planet!" panggil Mars sedikit teriak karena Venus tak meliriknya sama sekali.

"Manggil siapa?" ucap Venus berbalik badan.

"Manggil Venusya Geova Kyle lah, mau manggil siapa lagi. Yang disini cuma anda dan saya nyonya Venus," jawab Mars melangkah mendekati Venus.

"Heh tuan Marshen Nasution! Saya tegaskan lagi ya, nama anda juga salah satu nama dari puluhan planet. Main seenaknya aja manggil-manggil nama planet," ucap Venus menunjuk-nunjuk wajah mars.

"Iya juga ya, kok kakak nggak sadar ya. Lagian juga namanya manusia, pasti ada sisi kekurangan dan kelebihan. Nama planet juga bagus kok, nggak jelek-jelek amat." Bela Mars.

"Karena nama kakak adalah salah satu dari puluhan planet gitu, terus kakak bela diri sendiri, iya?" ujar Venus menohok.

"Nggak kok! Kakak cuma mau menjelaskan sedikit aja, lebih tepatnya meluruskan," jawab Mars tersenyum tipis.

"Terserah! Emangnya kakak kesini mau ngapain sih? Kalau cuma mau jelasin nama planet mending Venus saranin nggak usah deh. Venus nggak tertarik," ucap Venus berjalan duduk di tepi ranjang.

"Siapa juga yang mau kesini cuma jelasin tentang planet. Orang kakak cuma mau nanya sama Venus kok. Makanya, otak itu jangan buat belajar terus. Sekali-kali itu otak buat berfikir tentang cinta kek apa tentang kehidupan nanti kedepannya," ujar Mars panjang lebar.

"Venus nggak tertarik sama cinta, buang-buang waktu aja. Mencintai orang tapi belum tahu kepastiannya. Lebih parahnya lagi, kalau orang itu nggak tahu sama sekali perasaan kita. Kan itu cuma buang-buang waktu aja, mencintai orang yang nggak pasti!" Jelas Venus membalas ucapan Mars.

"Itu sih pikiran kamu doang Ven. Kalau menurut kakak sih ya, yang namanya mencintai orang itu nggak ada yang buang-buang waktu. Kita memberikan sedikit rasa sayang dan cinta pada orang lain. Bukan berarti perasaan kita harus terbalaskan. Hanya orang-orang yang egois yang pengen semua rasa cintanya itu terbalaskan." Mars sedikit memberi saran pada adik kecilnya itu.

"Maksud kakak, Venus harus mencintai orang gitu. Memberikan sedikit rasa sayang dan cinta Venus pada orang lain gitu?" Venus membenarkan posisi duduknya.

"Ya nggak harus juga sih ven. Kan tadi Kakak cuma beri kamu saran aja, entah nanti kamu mau jatuh cinta atau enggak, itu urusan kamu. Yang terpenting kamu harus tahu bagaimana rasanya jatuh cinta. Kamu nggak mungkin selamanya terus belajar, belajar boleh asal jangan terlalu ngebet aja!" Saran Mars ke berapa kali.

Venus memikirkan sesuatu yang dikatakan oleh kakaknya itu. Sesekali nama Aldrich kembali terlintas di benak Venus, entah kenapa sepertinya Venus merasakan sesuatu hal yang tadi sempat dikatakan oleh kakaknya. Apakah dia jatuh cinta? Suka?. Venus benar-benar tidak tahu akan hal itu. Ia belum mengerti patsi tentang cinta, apa itu cinta, apa itu suka, dan apa itu jatuh cinta.

"Heh planet! Ngapain ngelamun," sentak Mars.

"Siapa sih yang ngelamun, orang Venus cuma mencermati setiap kata yang kakak ucapkan doang kok. Lagian nama Venus itu ya Venus bukan planet!" Tegas Venus.

"Makanya jangan ngelamun. Nggak baik, banyak setan nanti berkumpul," ucap Mars lalu pergi dari kamar Venus.

"Kak Mars!" panggil Venus.

"Hmm," jawab Mars yang sudah diambang pintu.

"Makasih ya buat sarannya. Nanti Venus pikirin lagi semua yang kakak ucapkan," ujar Venus.

"Iya Ven sama-sama. Itu udah tugas kakak buat beri kamu saran," ujar Mars sebelum ia benar-benar pergi menghilang dari pandangan Venus.

Venus sesekali memikirkan semua yang Mars ucapkan. Hatinya tiba-tiba seolah-olah mendorong dirinya untuk memikirkan setiap kata dan kalimat yang Mars lontarkan. Nama Aldrich tak henti-hentinya terus terngiang di pikiran dan bayangan Venus. Jika benar, saat ini Venus memang sudah jatuh cinta.

"Arghhhh...! Nggak mungkin! Venus nggak mungkin jatuh cinta sama Aldrich," ucap Venus pada dirinya sendiri.

"Aldrich itu cuma laki-laki kelas sebelah. Venus nggak mungkin suka atau bahkan jatuh cinta sama Aldrich. Nggak mungkin! Nggak mungkin!" ujar Venus menggelengkan kepalanya.

Venus meruntuki dirinya sendiri sendari tadi. Ia berjalan bolak-balik bak setrika yang tengah bekerja. Pikirannya hanya terpenuhi oleh nama Aldrich, tak ada yang lain selain nama itu. Venus melompat ke tempat tidurnya lalu menarik selimutnya hingga menutupi semua bagian tubuhnya bahkan wajahnya sekalipun.

"Nggak mungkin! Venus nggak suka! Venus nggak jatuh cinta! Venus nggak cinta," ujar Venus berkali-kali dalam pelukan hangatnya selimut yang ia kenakan.

"Nggak bisa tidur. Kenapa sih nih mata susah banget diajak kompromi. Sekali-kali nururt kek sama venus, masa nggak mau nutup sih dari tadi." Dumel Venus tak karuan jalur.

"Heh penghuni sebelah! Kalau ngomong dikecilin suaranya! Jangan ngalahin toa masjid ya!" Teriak Mars dari kamar yang jaraknya cukup jauh dari kamar Venus.

"Kok bisa denger ya? Emang keras ya suaranya? Apa jangan-jangan, dari tadi suara Venus kedengeran sama Kakak. Nggak bisa nih! Nggak mungkin," ujar Venus bingung.

"Ven!" panggil Hera mamamya.

"Ven! Venus!" panggil Mamanya sekali lagi, namun naas pemilik nama itu tak segera membukakan pintu kamarnya.

"Mamah! Ya Tuhan mah, Venus kaget banget. Mamah kok nggak ketok pintu apa manggil Venus sih mah, kan Venus bisa bukain pintunya," ucap Venus mengelus dadanya.

"Dari tadi mamah udah panggil kamu beberapa kali, tapi kamu nggak bukain pintu. Yaudah mamah buka aja pintunya. Lagian kamu kenapa sih nggak bukain pintu buat mamah? Nggak mau ya? Apa, kamu ada masalah?" tanya Hera memincingkan sudut matanya.

"Hah? Ve... Venus nggak ada masalah kok. Tadi Venus cuma mikir pelajaran aja kok, nggak ada yang lain." Bohong Venus sembari memalingkan matanya ke arah manapun.

"Beneran Ven nggak ada masalah kan?" tanya mamanya memastikan.

"Nggak kok mah, Venus baik-baik aja kok. Mending mamah sekarang tidur deh, kan udah malam," ucap Venus tersenyum.

"Yaudah kalau gitu mamah ke kamar dulu ya. Kamu habisin susunya dulu, habis itu kamu baru tidur. Jangan terlalu banyak mikirin sesuatu, nggak baik!" Pesan Hera sebelum benar-benar meninggalkan kamar Venus.

"Iya mah," jawab Venus polos.

Venus duduk di tepi ranjang untuk meminum susu yang tadi sudah dibawakan oleh mamanya. Ia kembali memikirkan setiap kata dan kalimat yang keluar dari mulut kakaknya itu. Apakah dia butuh cinta? Harus jatuh cinta? Atau suka?. Venus benar-benar tak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia bingung, pusing, dan pikirannya saat ini hanya ada nama Aldrich dan Aldrich.

"Mending tidur aja deh. Venus nggak boleh kalah sama pemikiran! Venus nggak jatuh cinta! Venus bisa! Semangat....," ucap Venus menyemangati dirinya sendiri.

Venus membaringkan tubuhnya di atas ranjangnya sembari menarik selimut sampai selimut itu menutupi semua bagian tubuhnya, tak terkecuali dengan wajahnya juga. Nama itu benar-benar membuat Venus frustasi. Ia menutup matanya perlahan-lahan sampai akhirnya dirinya pun menuju ke alam mimpi.