Chereads / Indescriptible / Chapter 28 - twenty eight•Tak percaya

Chapter 28 - twenty eight•Tak percaya

"Udah jangan di bully terus si Nada, kasihan dia," sahut Venus tiba-tiba.

"Tuh di belain sama ibu ratu tuh Nad," ucap Arva.

"Apaan sih."

"Makasih Venus, lo teman terbaik gue deh," balas Nada senang.

"Hmm," balas Venus hanya berdehem.

"Permisi! Venus nya ada?" Aldrich bertanya pada salah satu murid dari ujung pintu.

"Ada Al, lo masuk aja! Dia lagi duduk di bangkunya," balas Vania.

"Makasih Van!"

"Ok! Gue pergi dulu ya," pamit Vania lalu pergi.

"Ven dicariin sama Aldrich tuh," ucap Nada.

"Nggak usah ngaco deh Nad," sahut Venus.

"Mana mungkin gue ngaco sih Ven. Dia aja udah dibelakang lo," ujar Nada.

"Nggak lucu Nad kalau bercanda," ujar Venus masih tak percaya.

"Ekhemmm!" Aldrich berdehem membuat Venus terkejut.

"Aldrich?"

"Hmm."

"Ngapain kesisin? Cari siapa?" tanya Venus.

"Nyari lo," balas Aldrich.

Venus menunjuk dirinya.

"Iya, gue nyari lo."

"Ada apa emang?"

"Mau ngasih ini doang. Titipan Titan, katanya soal DN." Jelas Aldrich.

"Titan?"

"Iya."

"Kok dia nggak kesini sendiri aja? Kenapa harus nyuruh orang?" Kata Venus.

"Dia lagi nggak masuk! Kemarin waktu kerumahnya dia nitipin ini buat lo. Katanya ini susunan acara DN," jawab Aldrich.

"Oh gitu! Makasih ya kalau gitu." Balas Venus menerima selembar kertas yang diberikan Aldrich.

"Ok! Kalau gitu gue mau balik ke kelas dulu," jawab Aldrich.

Tiba-tiba saja Aldrich berbalik arah menuju ke arah Venus kembali.

"Ada apa lagi Al? Ada yang ketinggalan?" tanya Venus.

"Nggak kok."

"Terus?"

"Gue lupa satu hal. Tadi Titan juga pesen kalau susunannya kurang tepat atau ada yang salah, lo suruh benerin aja habis itu langsung diumumin ke anggota," ucap Aldrich.

"Oh gitu ya. Ok deh kalau gitu, nanti kalau ada yang salah dibetulin," balas Venus.

Kali ini Aldrich benar-benar sudah pergi dari hadapan Venus. Bukan berarti orangnya sudah pergi terus tidak ada sesuatu yang ditinggalkan. Bagi Venus, semua yang menyangkut tentang Aldrich pasti ada sebuah kenangan.

"Heh ratu! Ngapain senyum-senyum?"

"Siapa?"

"Ya lo lah, emang siapa lagi," ujar Zara.

"Nggak ada apa-apa kok," balas Venus.

"Lo bohong ya sama kita?" Tuduh Arva.

"Nggak!"

"Terus kenapa lo bohong kayak gitu. Udah senyum-senyum, tapi masih nggak mau ngaku lagi," ujar Zara.

"Udah ah nggak usah dibahas, buang-buang waktu," ucap Venus lalu membuka novel nya kembali.

Aldrich berjalan santai menuju kelasnya setelah ia menyambangi kelas Venus.

"Hai broo! Dari mana aja lo?" tanya Leo menepuk pundak Aldrich.

"Kelas IPA-III," balas Aldrich.

"Ngapain lo kesana?" Kepo Leo sedikit mendekatkan wajahnya.

"Kepo lo le," sindir Brian.

"Biarin napa sih. Orang gue cuma nanya doang kok, kenapa lo yang seowot sih," sindir Leo balik karena merasa tak terima.

"Gue cuma menyuarakan pendapat gue ya, bukan sewot." Jelas Brian.

"Gue kesana ngasih lembaran doang," jawab Aldrich tiba-tiba.

"Surat apa? Surat nikah? Surat cerai? Surat pengunduran diri? Surat keluar? Apa surat pengunduran anak dari akta kelahiran?" Rentetan pertanyaan keluar dari mulut Brian.

"Heh kebo! Lagian lo kalau nanya itu satu-satu kek, lo nanya banyak amat udah kayak polisi ngintrogasi pencuri aja lo," balas Leo.

"Gue nanya banyak biar lebih jelas dan tepat aja Leo! Gue kan cuma pengen jawaban yang pasti dan tidak merugikan pihak lain." Timp Brian.

"Emang siapa yang bakal dirugikan?"

"Mana gue tahu, yang merasa aja."

"Lo aja nggak tahu siapa yang dirugikan, terus kenapa lo sok-sokan ceramah?" Skakmat Leo.

"Kan baik kalau gue ceramah. Artinya gue peduli sama kalian dan orang lain," balas Brian bak seorang ustadz.

"Ok atur aja sendiri terserah lo. Kalau perlu, lo buat aja tuh aturan pemerintahan sendiri. Kalau masih kurang, lo sekalian aja buat negara sendiri dengan aturan lo itu." Kesal Leo.

"Udah gede masih aja kayak anak TK. Gitu aja dibesar-besarkan, buang-buang waktu aja lo berdua," dahut Aldrich ditengah-tengah pertengkaran mereka berdua.

"Heh sini lo semua!" Teriak Leo tiba-tiba.

"Ada apa Le?" tanya salah satu murid.

"Ada hal yang langka," ujar Leo yang membuat mereka mengerutkan keningnya.

"Hal langka gimana sih maksud lo, gue nggak ngerti deh ah." Gerutu salah satu murid cewek.

"Tadi ai Aldrich itu ngomongnya panjang banget kayak rel kereta tahu. Gue aja sampai kaget dia ngomongnya panjang banget." Jelas Leo yang didengarkan oleh seluruh siswa.

"Terus hal langkanya apa le?" tanya mereka.

"Ya itu tadi, si Aldrich ngomongnya panjang banget," ujar Leo mengulang.

"Lo apa-apaan sih le, nggak jelas! Pakai acara teriak-teriak nggak jelas lagi lo. Bikin malu kaum kita aja, tahu nggak!" Sela Brian.

"Gue cuma mau ngasih tahu mereka aja kok kalau ada sesuatu hal yang akan langka dan susah didapatkan!" Kata Leo.

"Udah gitu doang Le?" tanya mereka.

"Iyalah! Emang apa lagi hal langka dan susah didapatkan selain itu. Apalagi lo jarang kan lihat Aldrich ngomong lebih dari 2 kalimat?" tanya Leo pada mereka.

"Lo buang waktu gue tahu nggak! Pakai acara teriak-teriak nggak jelas lagi, udah tahu gue baru tidur," ucap Seza salah satu murid perempuan yang sangat suka tidur di kelas itu.

"Terus kenapa lo kesini?" tanya Leo.

"Lo tadi teriak-teriak Leo, ya secara otomatis dan normal pasti gue langsung kesini lah. Nama aja sangar, tapi otak lemot," sindir Seza.

"Bubar!" Teriak Brian.

"Nggak jelas lo le," ucap mereka serempak.

"Ya Tuhan! Apakah hambamu ini hanya ditakdirkan untuk selalu salah?  Apakah hambamu ini hanya ditakdirkan untuk menerima kesalahan," ucap Leo bak seorang yang teraniaya.

"Nggak usah sok teraniaya deh lo! Lo yang salah malah nyalahin orang lain. Namanya aja gagah, tapi otaknya nggak ada gagah-gagahnya," sinis Brian.

"Diem!" Gertak Aldrich.

"Waduh raja es marah nih, gue harus kabur dulu deh! Takut di makan nanti gue." Leo ngibrit keluar kelas.

"Kok gue bisa ya punya teman kayak dia? Terus gue terima lagi di dunia ini. Dia yang salah apa gue yang bodoh ya?" Pikir Brian bak seorang ilmuwan.

"Pikir aja sendiri, nggak usah ngajak gue! Buang waktu," ujar Aldrich.

"Raja es PMS kali ya? Marah-marah kayak gitu, mana marahnya udah ngalahin cewek lagi." Aneh Brian menggaruk kepalanya yang tak terasa gatal sama sekali.

"Eh Za! Nanti pulang bareng gue aja, gratis dan dijamin aman kok." Tawar Brian pada Seza yang tak dipedulikan oleh gadis itu sama sekali.

"Kok gue dicuekin sih Za. Kan gue nawarin lo dengan senang hati gue yang terbuka lebar untuk lo." Goda Brian.

"Terus lo pikir gue mau gitu pulang bareng lo. Jangan ngarep lo!" sinis Seza.

"Cantik-cantik galak," lirih Brian.