"heh Ven!" panggil Zara.
"Hmm," jawab Venus cuek.
"Lo nggak mau pulang?" tanya Zara.
"Pulang?" tanya Venus yang masih belum sadar.
"Iya. Lo nggak mau pulang? Apa lo masih ada urusan OSIS?" tanya Zara kembali.
"Nggak kok. Ini mau pulang," ujar Venus.
"Lo kenapa sih Ven? Kok lo dari tadi bengong terus?" tanya Zara meneliti muka Venus.
"Nggak ada apa-apa kok," ujar Venus berbohong.
"Yaudah deh terserah lo aja. Kalau gue paksa percuma, nggak ada hasilnya," ucap Zara.
"Udah, sekarang lo mau pulang apa lo mau nunggu penunggu yang ada di sekolah. Itung-itung lo bisa kenalan noh sama mbak Kunti," ujar Zara diikuti tawa renyah.
"Heh Ven! Main pergi-pergi aja lo. Tungguin gue dulu kenapa sih," ucap Zara mengatur nafasnya.
"Tadi katanya disuruh pulang. Sekarang malah disuruh nunggu, yang bener yang mana sih Zar. Jadi serba salah deh." Gerutu Venus.
"Ya yang bener yang pulang. Emang lo mau nunggu disini sampai malam," ujar Zara.
"Udahlah terserah deh. Mau pulang dulu, byeee Zara cantik," ucap Venus lalu menyeberang jalanan untuk mencapai dimana mobil kakaknya terparkir.
"Kak! Lama ya nunggu Venus? Maaf ya Kak, tadi Venus masih ada urusan sebentar," ujar Venus.
"Nggak lama kok Ven. Kakak baru aja datang tadi. Yaudah kamu cepet masuk deh, nanti keburu malam," ujar Mars membukakan pintu mobilnya.
"Makasih kak."
"Sama-sama Venus."
Mobil Fortuner itu melaju membelah indahnya langit senja di sore hari. Pemandangan senja saat ini adalah salah satu favorit Venus. Venus memang salah satu diantara ribuan gadis yang sangat mengagumi akan keindahan semburat jingga sang senja.
Dirinya selalu menyodorkan kepalanya ke jalanan hanya untuk melihat sejenak indahnya senja. Ini salah satu rutinitas Venus dikala ia melewati area sawah yang cukup panjang.
"Ngapain Ven?" tanya Mars.
"Nggak kenapa-kenapa kok kak," ujar Venus yang masih fokus pada langit senja.
"Kamu lagi lihatin apaan sih Ven kok serius banget kayanya?" tanya Mars.
"Lihat senja kak. Venus seneng banget kalau lihat senja. Senja itu memang sekejap kak, tapi mampu membuat Venus candu pada senja itu," ujar Venus tersenyum lebar.
"Kamu suka sama senja?"
"Suka, Pakai banget malah," ucap Venus bersemangat.
"Kakak dulu juga suka senja Ven. Tapi karena sekarang kakak lebih banyak menghabiskan waktu di dalam rumah, jadi kakak jarang lihat senja," ujar Mars.
"Bagi Kakak, senja itu menyenangkan. Walaupun cuma sebentar, tapi mampu membuat kakak nyaman," ujar Mars sekilas melihat atas langit.
"Oh gitu. Kalau gitu nanti kapan-kapan kita ke sawah ya kak. Venus mau lihat senja lebih dekat lagi," ucap Venus bersemangat.
"Ok, siapa takut," jawab Mars tak kalah semangat.
Mobil hitam itu kini sudah berhenti dan terparkir di garasi rumah mewah itu.
"Sore mah," sapa Mars sembari duduk di samping sang mama.
"Sore juga sayang," balas mamanya.
"Mah Venus ke atas dulu ya. Venus mau istirahat," ujar Venus.
"Iya nak. Kamu bersih-bersih habis itu langsung istirahat ya nak." Pesan sang mama.
Venus hanya tersenyum simpul lalu menyuruh kakinya berjalan melewati puluhan anak tangga yang sudah tertata rapi.
Venus meletakan tas ranselnya di atas kursi meja belajarnya. Ia melepas rompi tanda pengenal sekolahnya.
"Panas banget sih," ujar Venus melepaskan rompinya.
Setelah itu, Venus berjalan menuju balkon kamar tidurnya. Ia perlahan membuka pintu yang menghubungkan antara kamar tidurnya dan balkon rumahnya. Venus menatap sekilas langit malam bercampur dengan rentetan ribuan bintang.
Beberapa detik kemudian, Venus mengulas senyum ketika tak sengaja melihat sebuah bulan yang begitu benderang. Entah apa yang membuatnya tersenyum hingga dalam jangka waktu yang bisa terbilang cukup lama.
'Aldrich'. Nama itu tiba-tiba saja terlintas dipikiran Venus ketika ia masih setia menatap ke arah langit. Nama itu belakangan ini terbayang-bayang di hidup Venus.
Venus saat ini tengah terduduk diam memandang nanar arah atas. Malam ini Venus hanya ditemani oleh gelapnya malam dan ribuan bintang yang sudah berjejer sangat rapi.
"Fix, ini suka namanya," ujar Venus dalam hatinya.
Suka? Jatuh cinta? Kekasih? Pasangan?. Apa itu? Venus tak mengenal hal itu sama sekali selama ini. Ia hanya tahu rentetan tentang buku-buku yang ia baca. Bahkan bagaimana indahnya jatuh cinta saja Venus tak mengetahuinya.
Entah apakah itu hal yang lumrah atau Venus ketinggalan era globalisasi yang dipenuhi oleh perasaan jatuh cinta.
Dirinya memandang jutaan bintang yang sudah terpampang jelas di hadapannya. Entah mengapa saat ini Venus sangat menyukai bintang. Baginya, bintang menambah kelengkapan langit malam yang sangat dingin dan gelap.
"Suatu saat, aku pasti akan bisa seperti bintang. Menguasai malam dan segalanya," ujar Venus penuh percaya diri.
Ia masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu balkonnya setelah cukup lama ia berada di luar balkon hanya untuk mengagumi sosok malam dan bintangnya.
"Ven!" panggil Mars dari arah pintu.
"Iya kak," jawab Venus sembari menutup pintu balkonnya.
"Kamu ngapain disitu?" tanya Mars yang tengah melihat Venus menutup pintu balkonnya.
"Oh.... Tadi Venus di balkon kak. Venus nggak ngapa-ngapain kok, cuma mau cari udara segar aja." Jelas Venus menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Oh gitu. Yaudah kalau gitu, ini tadi Mama buat susu coklat kesukaan kamu. Nanti jangan lupa di minum ya sebelum tidur." Mars meletakkan segelas susu coklat hangat di balas tepi tempat tidur Venus.
"Makasih kak," balas Venus mengulas senyum.
"Sama-sama. Kakak ke kamar dulu ya, kamu cepet istirahat." Pesan Mars kaku pergi melenggang keluar kamar Venus.
"Iya kak," jawab Venus.
Venus meminum susu coklat panas itu setelah tadi sebelumnya ia sempat mandi lalu mengganti baju seragam yang ia kenakan dengan baju tidurnya. Ia menghabiskan susu itu dalam waktu yang cukup singkat.
Kakinya menyuruhnya untuk pergi menuju tas ranselnya yang berada di kursi meja belajarnya. Venus mengambil buku diary yang beberapa hari ini menjadi buku favoritnya. Tanpa banyak berpikir, akhirnya kini Venus telah menemukan buku kecil itu. Ia mulai membuka lembar berikutnya untuk menuliskan beberapa kalimat yang menyatakan perasaannya.
Namamu yang membuatku candu. Dan suatu saat, namaku akan tersimpan di hatimu.
- Venusya Geova Kyle -
Venus menuliskan beberapa kalimat quotes yang ia rangkai sendiri menjadi sebuah rangkain kata yang sangat indah. Venus memang cukup menyukai tentang apapun itu yang berhubungan dengan sastra. Baginya sangat menyenangkan untuk mempelajari hal apapun mengenai sastra. Ia tertarik dengan dunia sastra sejak ia duduk di bangku kelas 2 SMP.
Venus yang waktu itu sangat tertarik dengan dunia puisi, akhirnya dia mencoba membuat beberapa puisi yang ia ciptakan sendiri. Hingga suatu saat, karyanya ini ia gunakan untuk membatu temannya yang tengah menghadapi lomba cipta puisi. Venus sungguh tak mengira jika puisi hasil kerja kerasnya menjadi juara 1 lomba cipta puisi.
Itulah awal mula seorang Venusya Geova Kyle menyukai dunia sastra. Bermula dari menulis puisi hingga saat ini ia menyukai dunia sastra. Ia sangat ingin menjadi seorang mahasiswa di suatu Universitas dengan fakultas jurusan sastra. Ia sangat ini mendalami ilmu sastra ini. Awalnya, Venus bercita-cita menjadi seorang penulis dan seorang aktivis yang aktif di dunia politik atau kemanusiaan. Tak hanya itu, Venus juga sangat ini menjadi seorang menteri perlindungan anak-anak dan perempuan. Namun, saat ini cita-citanya berubah menjadi mencintai Aldrich selamanya. Itulah cita-cita abadinya.