Chereads / Indescriptible / Chapter 21 - twenty one•Rapat

Chapter 21 - twenty one•Rapat

Seperti yang sudah diucapkan atau sempat dibahas oleh Titan dan Venus, saat ini Venus berserta para anggota OSIS tengah melakukan rapat menenai lanjutan tentang acara DN. Venus sebagai ketua OSIS kini tengah berada di depan untuk menjelaskan beberapa usulan yang ia terima saat ini.

"Apa ada yang mau mengusulkan tentang DN?" tanya Venus.

Rani- anggota OSIS dari kelas XI mengangkat tangannya untuk menyuarakan usulannya." Gimana kalau kita adakan lomba panah sama karate aja. Nanti kita adakan sesuai jenjang kelas masing-masing."

"Ok, usulan diterima. Nanti kita pertimbangkan lagi," ujar Venus.

"Siapa lagi yang mau mengusulkan?" tanya Venus.

Titan mengangkat tangannya untuk mengusulkan sesuatu." Gue setuju sama usulan Rani. Selama ini kan kita belum ada lomba yang kayak gitu, gimana kalau kita adakan lomba aja kayak yang diusulkan sama Rani."

"Kita semua setuju sama usulan Rani kok Ven," ucap Gabriel sekertaris OSIS.

"Ok, kita musyawarah dulu. Nanti hasilnya akan kita umumkan," ujar Venus mengakhiri sesi pengusulan.

Setelah sesi pengusulan dibuka, akhirnya setelah bermusyawarah sekitar 20 menitan kini Venus sang ketua OSIS telah membawa daftar lomba DN yang sudah disetujui oleh seluruh anggota OSIS. Dengan membawa lembaran kertas putih yang bertuliskan susunan lomba DN, kini Venus berjalan maju untuk mengumumkan hasil musyawarah.

"Ok setelah tadi kita adakan musyawarah yang cukup panjang, akhirnya kita semua memperoleh hasil yang telah disepakati," ucap Venus.

"Saya akan mengumumkan lomba apa saja yang akan kita adakan selama DN nanti." Venus mulai membuka lembaran yang ia bawa.

"Lomba yang akan kita adakan nanti sebagai berikut yang pertama ada lomba panah antar kelas, karate antar kelas, lomba cerdas cermat, lomba pidato Bhs. Inggris antar kelas, dan yang terakhir adalah lomba basket antar antar tingkat ." Venus menyebutkan satu-persatu susunan atau lomba yang akan diadakan pada saat DN berlangsung nanti.

"Dan yang terakhir adalah acara puncak DN yang akan kita adakan mulai pagi sampai malam. Nanti kita akan mengundang bintang tamu yaitu Marion. Untuk pembagian tugas, nanti akan kita umumkan lebih lanjut," ujar Venus.

"Sekian dari saya selaku ketua OSIS SMA Pancasila saya ucapkan terima kasih atas kerja sama dan dukungan kalian. Semoga acara DN kita nanti lancar sampai Hari terakhir. SMA Pancasila! The best! The best! The best!" Venus mengakhiri rapat hari ini dengan yel-yel dari SMA Pancasila.

Kali ini rapat berjalan lancar dan tercatat cukup singkat dan cepat. Kerja sama serta musyawarah yang baik itu merupakan salah satu kunci dari rapat ini.

Venus melangkahkan kakinya keluar dari ruang rapat OSIS untuk menuju kedalam kelasnya. Tak sengaja ketika ia di jalan, ia bertemu dengan Titan.

"Ven," panggil Titan.

"Iya tan. Ada apa? Ada rapat lagi?" tanya Venus.

"Nggak kok," jawab Titan.

"Oh," ujar Venus melanjutkan perjalanan menuju ke arah kelasnya.

"Menurut gue, lo itu salah satu ketua OSIS yang bisa dibilang sangat cerdas Ven. Lo nggak pernah egois untuk memutuskan sesuatu. Dan gue suka ketika lo putuskan ada sesi pengusulan. Menurut gue itu sangat perlu sih Ven, karena kan setiap orang pasti punya pemikiran masing-masing." Puji Titan.

"Nggak kok Tan, biasa aja. Lagian sebagai ketua OSIS yang baik kan kita harus tahu suara dari anggotanya. Kalau kita gegabah sama egois, sama aja kita memendam suara mereka," ujar Venus bijak.

"Iya Ven. Yaudah kalau gitu gue masuk dulu ya," ucap Titan lalu masuk kedalam kelasnya.

Venus yang mendengar itu hanya tersenyum kecil dan mengangguk lalu berjalan masuk kedalam kelasnya. Ketika ia ingin memasuki kelasnya, tak sengaja matanya menatap wajah tampan milik Aldrich dengan cukup lama. Ia sangat mengagumi laki-laki itu. Lebih beruntungnya lagi, saat ini Aldrich tengah duduk di bangku paling depan.

"Sstt....," panggil Zara.

"Hmm," jawab Venus membuyarkan lamunannya.

"Lo pasti lihat si Al ya. Gue tahu kok lo lihat si Al." Goda Zara memainkan alisnya.

"Apaan sih, enggak kok." Elak Venus.

"Udah deh Ven, kalau lo suka udah nggak usah ditutup-tutupi. Kita akan dukung lo selalu kok," ujar Zara menyemangati.

"Nggak jelas," balas Venus yang membuat wajah Zara mengerut.

"Hidih, udah ketahuan masih aja mau ngelak. Ntar kalau karma datang, baru tahu ada tuh," lirih Zara yang dibalas tatapan maut dari Venus.

"Permisi," ucap laki-laki yang tengah berada di luar kelas.

"Masuk aja nggak apa-apa." Suruh Nichole sang ketua kelas itu.

"Mau nyari siapa Al?" tanya Nichole yang mampu membuat Venus langsung memalingkan wajahnya.

"Oh nggak kok. Ini cuma mau ngasih tugas dari Bu. Lilik aja. Nanti katanya kalau udah selesai suruh di taruh di mejanya Bu. Lilik," ujar Al menyodorkan lembaran kertas.

"Matanya mohon dikontrol ya. Ntar copot kalau ngobatin susah," sindir Zara teman sebangku Venus.

Dengan segera akhirnya Venus memalingkan wajahnya menatap ke arah novel yang ia baca." Apaan sih aneh deh. Nggak jelas! Siapa juga yang lihat si Al."

"Ada yang ketahuan tapi nggak mau ngaku. Azab udah ngantri di depan." Sindirnya lagi.

"Kalau gitu makasih ya Al. Nanti gue kasih ke mejanya Bu. Lilik kalau udah selesai," ucap Nichole menerima lembaran kertas itu.

"Kalau gitu balik dulu ya," balas Aldrich yang tak sengaja menatap wajah serius Venus yang tengah membaca.

Nichole mulai mengumumkan tugas yang tadi diberikan oleh Al." Ok ini ada tugas dari Bu. Lilik. Kerjakan halaman 125 nanti kalau sudah dikumpulkan di depan."

"Ok siap," balas seisi kelas.

Tanpa banyak bicara, Venus mulai mengeluarkan buku lalu mengerjakan apa yang telah ditugaskan oleh Bu. Lilik. Seperti biasa, Venus hanya membutuhkan waktu singkat untuk menyelesaikan tugas itu dengan baik. Ia tak pernah bicara jika memang tengah mengerjakan atau menjalankan sesuatu yang menurutnya sangat tidak

memerlukan untuk berbicara.

"Nich, ini bukunya ditaruh mana?" tanya Venus.

"Lo taruh depan aja Ven, nanti biar gue yang taruh di mejanya Bu. Lilik," balas Nichole.

"Oh Ok, makasih ya," balas Venus lalu berjalan maju untuk mengumpulkan tugasnya.

Venus berjalan kembali menuju bangkunya untuk melakukan aktivitas seperti biasanya. Semua orang yang sudah kenal dirinya akan sangat tahu tentang kerjaan dia jika memang tidak ada tugas atau jam lagi kosong.

Venus mulai mengambil novelnya yang belum sempat ia selesaikan kemarin dan langsung membuka batas terakhir ia membaca novel itu.

"Sempurna." Satu kata yang terlintas di pikiran Venus setelah kata ' 'Manis'. Entah mengapa Venus bisa berfikiran seperti itu pada Aldrich. Namun, memang Al adalah sosok yang bisa dibilang cukup sempurna jika dibandingkan dengan laki-laki lain.

Venus segera mengusap wajahnya dengan kasar dan membuang jauh-jauh pikiran-pikiran itu. Setelah ia rasa tak memikirkan hal itu lagi, akhirnya Venus bisa fokus pada novel yang ia baca saat ini.