Venus segera mengusap wajahnya dengan kasar dan membuang jauh-jauh pikiran-pikiran itu. Setelah ia rasa tak memikirkan hal itu lagi, akhirnya Venus bisa fokus pada novel yang ia baca saat ini.
"Nggak! Nggak boleh mikir kayak gitu," ujar Venus membuyarkan lamunannya.
"Ven! Lo ngapain sih dari tadi bengong terus? Lo sakit?" tanya Zara yang sendari tadi melihat Venus menatap kosong.
"Nggak kok," jawab Venus.
"Yaudah kalau gitu," balas Zara.
Venus kembali menatap buku nya dan mulai menyuruh matanya untuk bekerja. Ia sebenarnya cukup tak bisa konsen membaca novelnya. Pikirannya saat ini tengah terfokus pada sosok Aldrich. Entah kenapa belakangan ini pikirannya. dipenuhi oleh laki-laki itu. Apakah dia mulai jatuh cinta? Suka?. Venus bingung sebenarnya, apakah memang dia menyukai laki-laki itu atau tidak sama sekali.
"Ven! Venus!" Teriak Zara yang tak digubris oleh Venus sedikitpun.
"VENUSYA GEOVA KYLE! Lo denger gue ngomong apa enggak?" Teriak Zara sekali lagi.
"Apaan sih Zar? Jangan teriak-teriak bisa nggak sih," jawab Venus setelah tadi membuat Zara kesal kepada dirinya.
"Lo yang apaan. Orang tadi gue panggil baik-baik, eh malah nggak denger. Lo ngelamum apaan sih?" Zara bertanya pada Venus dengan sedikit meninggikan suaranya.
"Siapa sih yang ngelamum. Yaudah mau ngomong apa?" tanya Venus pelan.
"Lo mau ke kantin nggak? Tuh si dua dayang lo udah nunggu di depan pintu lama banget," tanya Zara menunjuk arah pintu.
"Kok nggak bilang dari tadi sih. Kan kasihan mereka nunggunya lama," ujar Venus lalu meninggalkan bangkunya dan pergi menghampiri Arva dan Nada begitu saja.
"Nih anak kenapa sih? Aneh banget? Orang dia yang lama banget, eh malah nyalahin orang. Dasar cewek labil," ucap Zara sinis.
"Kalian udah nunggu lama ya?" tanya Venus seolah-olah tak ada masalah.
"Nggak lama kok tapi malah lama banget. Lagian lo ngapain aja sih di dalem," jawab Arva.
"Baca novel," balas Venus begitu polosnya.
"Apaan baca novel. Orang lo dari tadi ngelamun nggak jelas, segala bilang baca novel," sahut Zara yang sudah berada di belakang Venus.
"Udah diem! Kalian mau ke kantin apa enggak? Kalau nggak mau biar gue aja yang kesana." Teriak Nada.
"Yaudah ayok." Timpal Arva.
Seperti biasanya, formasi jalan mereka bak seorang ratu yang dikawal oleh para dayang nya. Venus memang sering berjalan di posisi tengah atau depan. Bukan karena apa, dia memang akan sangat nyaman bila berada di posisi tengah. Baginya aneh jika dia berjalan di posisi pinggir. Katanya jika dia berada di posisi pinggir seperti dia berjalan sendiri atau tanpa pendamping. Pendamping? Memang tak ada.
"Mau pesen apa Ven?" tanya Mbak. Siti penjual siomay.
"Mau pesen siomay 4 mbak sama minumnya jus jeruk aja 4," jawab Venus begitu ramah kepada Mbak. Siti.
"Siap Ven. Ditunggu dulu ya, nanti mbak antarkan kesini," ujar Mbak. Siti lalu pergi.
"Ven," panggil Zara.
"Hmm."
"Lo bisa nggak jawabnya selain kata itu. Bosen gue dengernya," ujar Zara.
"Nggak!" tegas Venus.
"Ok. Gue mau tanya sama lo."
"Nanya apa?" Venus memandang wajah Zara.
"Lo tadi ngelamun apa? Lo nggak lagi ngelamum Aldrich kan?" Zara memasang wajah serius.
"Nggak," jawab Venus memalingkan wajahnya tak mau bertatapan dengan Zara.
"BOHONGGG!" Tiba-tiba saja Nada teriak keras. Untung saja tidak ada yang melihatnya.
"Heh bocah, lo kenapa sih? Siapa yang bohong?" Arva tak mengerti.
"Tuh si Venus. Dia bohong besar sama kita," ujar Nada yang membuat mereka terkejut bukan main.
"Ven lo bohong apa sama kita?" tanya Zara menarik wajah Venus pelan.
"Bohong apaan? Orang nggak ada yang bohong. Si Nada aja yang aneh," ujar Venus.
"Dia tuh tadi lagi mikirin Al. Orang tadi dia senyum-senyum sendiri nggak jelas." Jelas Nada.
"Beneran lo Ven?" tanya Arva memastikan.
"Nggak! Nad, jangan buat berita yang nggak bener deh." Cerca Venus.
"Nada nggak bohong Venus. Tadi gue sempet nggak sengaja ngelihat lo lagi natap Aldrich sama senyum-senyum kok." Jelas Nada yang membuat mereka sedikit percaya.
Venus sedikit berfikir. Apak tadi dia menatap Aldrich terlalu lama? Apakah dia tersenyum?. Banyak pertanyaan yang muncul di benak Venus saat ini. Bisa mati dia jika mereka tahu jika Venus tengah melamunkan Aldrich tadi.
"Zara kali yang gitu. Orang tadi aja ngerti Aldrich aja nggak kok." Elak Venus.
"Bohong besar. Lo nggak bisa bohong sama kita Venusya Geova Kyle. Lo suka kan sama Aldrich?" Terka Zara menunjuk Venus.
"Turunin tangannya! Siapa juga sih yang suka sama Al. Orang nggak ngapa-ngapain juga." Venus masih berusaha mengelak dari pertanyaan ketiga sahabatnya.
"Permisi Ven. Ini pesanan kamu tadi. Kalau gitu mbak permisi dulu ya," ujar Mbak. Siti sembari membawa nampan berisi siomay dan jus jeruk pesanan Venus.
"Nih dimakan dulu!" Venus menyodorkan siomay serta jus jeruk ke meraka masing-masing. Tujuannya adalah supaya mereka tak membahas tentang Aldrich lagi.
"Mulai mengalihkan perhatian nih," sindir Arva.
"Siapa?" tanya Venus pura-pura tak tahu.
"Yang tanya," balas Arva lalu mulai memakan siomay yang sudah dipesan Venus.
Venus melihat mereka bertiga dengan tatapan bingung. Mereka menatap Venus dengan tatapan mematikan, sudah seperti seorang penjahat yang tengah di interogasi oleh polisi. Venus yang mengetahui kondisi itu hanya diam berusaha untuk bersikap tak ada apa-apa. Dia hanya tak mau jika ketiga sahabatnya itu membahas tentang apa yang sebenarnya dipikirkan oleh Venus saat ini.
"Kita bertiga akan terus menggali informasi tentang lo!" Tohok mereka bertiga yang membuat Venus menelan ludahnya dengan susah.
Venus kembali menatap siomay yang berada di depannya. Dia sebenarnya tak memperdulikan apapun yang tengah dilakukan mereka. Namun, dia hanya tak mau jika mereka bertiga terus menanyakan sesuatu pada dirinya. Venus tahu akibatnya jika dia menanggapi hal itu dengan serius.
"KITA JANJI," ujar mereka serempak.
"Dimakan dulu siomay nya. Ntar di makan lalat," ujar Venus memulai memecah keheningan.
"Hmm," balas mereka.
"Masuk yuk! Udah mau bel nih. Ntar kita telat masuknya. Males kalau harus urusan sama hukum lagi," ujar Nada berdiri dari duduknya.
"Yaudah yuk," balas Venus.
Kini mereka sudah meninggalkan tempat duduk mereka dan berjalan menuju ke kelas mereka belajar. Sepanjang perjalanan, Venus terus memikirkan tentang Aldrich. Dia memang sudah benar-benar suka sepertinya kepada Al. Dia saja tak tahu mengapa tiba-tiba nama laki-laki itu alias Aldrich selalu terlintas dipikirannya. Apakah memang Venus suka? Jatuh cinta? Pacaran?.
Sungguh saat ini Venus masih belum merasakan apa arti cinta. Selama ini hidupnya hanya bergelut dengan para tumpukan-tumpukan buku yang sangat tebal. Belum lagi ratusan novelnya yang sudah bak sebuah perpustakaan.