Chereads / Indescriptible / Chapter 20 - twenty•Gabut

Chapter 20 - twenty•Gabut

"Ven kamu ngapain?" tanya Mars diambang pintu.

"Menurut kakak?" jawab Venus tak mengalihkan perhatiannya pada layar laptop.

"Nonton Drakor ya?" Tebak Mars.

"Kalau udah tahu, ngapain tanya" ujar Venus masih tak mengalihkan pandangannya.

"Ven," panggil Mars kembali.

"Hmm."

"Kalau seumpamanya kakak besok mau balik lagi ke Amerika gimana?" tanya Mars serius.

"Emang kakak besok mau balik ke Amerika lagi ya." Venus menekan tombol pause pada laptopnya.

"Nggak tahu."

"Gimana sih ah. Kakak emang besok mau balik lagi ke Amerika ya. Venus tanya beneran kak, jawab yang bener kenapa sih ah." Kesal Venus.

"Nggak," balas Mars acuh.

"Terus kenapa nanya gitu?" tanya Venus balik.

"Kan tadi kakak bilang kalau seumpamanya aja Ven. Emang tadi kakak bilang ya kalau mau balik? Kan enggak," ujar Mars duduk di samping Venus.

"Terus kalau enggak ngapain tanya kayak gitu?" tanya Venus menatap sang kakak.

"Kan kakak cuma nanya aja Ven. Gimana perasaan kamu kalau kakak harus balik besok ke Amerika?" ujar Mars kembali.

"Biasa aja," jawab Venus memalingkan wajahnya.

"Beneran biasa aja." Goda Mars.

"Ya sedihlah Kak. Gitu aja pakai nanya. Kan Venus manusia, ya Venus punya perasaan lah. Perasaan sewajarnya manusia biasa, bukan hewan." Jelas Venus.

"Yaudah kalau gitu." Timpal Mars.

"Terus tujuan kakak tadi nanya kenapa?" Venus memberi pertanyaan balik pada Mars.

"Nggak apa-apa sih Ven. Tadi kakak cuma gabut aja nggak tahu mau ngapain. Terus lihat kamu dikamar lagi nonton Drakor, yaudah deh kakak samperin." Jelas Mars.

"Cuma gabut doang?" Ulang Venus.

"Iya."

"Yaudah sana pergi! Venus bukan pelarian kalau orang-orang lagi gabut. Minggir! Venus mau lanjutin lagi nonton Drakor nya." Venus mengusir Mars keluar kamarnya.

"Nyesel kakak nanya sama kamu." Sesal Mars.

"Yaudah, tadi kalau nyesel nagapin harus tanya Venus? Kenapa nggak Tanya sama Mama apa tukang sayur keliling aja? Kenapa harus Venus," ujar Venus bertubi-tubi.

"GABUT," jawab Mars lalu berlari menuju kamarnya.

Venus melanjutkan menonton Drakor yang sudah ia tonton sebelum Mars sang kakak datang mengganggu dirinya hanya karena gabut semata. Venus memasang kembali earphone pink miliknya di kedua sisi telinganya. Ia menekan tombol pada laptopnya sehingga drama yang tadi sempat berhenti menjadi kembali.

Kali ini Venus menonton drama Korea bergenre action atau laga. Ia memang sangat suka dengan film yang bergenre seperti itu. Baginya seseorang tak akan mudah dan membutuhkan usaha yang sangat keras untuk memainkan film dengan genre seperti itu. 'Tell me what you saw' itu adalah Drakor yang Venus tonton saat ini. Setelah kemarin ia menonton Drakor 'Are you human too' sampai selesai, akhirnya kini Venus melanjutkan ke next film.

Hera-sang Mama membuka knop pintu Venus sembari membawa nampan kecil berisi segelas susu coklat kesukaan Venus. "Ven ini Mama tadi buatkan kamu susu coklat. Nanti sebelum tidur kamu minum dulu ya. Dan jangan lupa, kalau tidur jangan malam-malam, ntar kamu terlambat besok ke sekolahnya."

"Iya mah. Nanti sebelum Venus tidur, Venus minum dulu susunya. Makasih mah," balas Venus.

Setelah selesai membuatkan dan memberikan segelas susu kepada anak perempuan satu-satunya, Hera kembali ke kamarnya dan memutuskan untuk beristirahat.

"Lanjut besok aja deh. Udah malem," ujar Venus menutup laptopnya.

Tak lupa seperti yang ia katakan tadi, Venus mengambil segelas susu coklat lalu meminumnya perlahan sampai susu itu tak terlihat lagi. Terbersit kembali di pikiran Venus akan tindakan yang diberikan Aldrich. Selama ia hidup, Venus tak pernah sekalipun mendapatkan coklat dari seseorang yang Venus tidak terlalu dekat. Ini merupakan pertama kali Venus mendapatkan sesuatu dari orang yang Venus tidak dekat.

"Manis." Kata itulah yang selama ini bersarang di pikiran benak Venus. Terkadang tak sengaja kata itu muncul dengan sendirinya tanpa Venus minta. Ia kembali menatap kotak pink kecil berisi coklat yang berada di meja belajarnya. Cukup Alan Venus menatap kotak itu. Setelah Venus tersadar dari lamunannya, akhirnya Venus memutuskan untuk beristirahat dan berkutik dengan sang mimpi atau sahabat sejati Venus.

***********

"Ven ayo bangun nak, udah pagi." Teriak Hera dari lantai bawah.

Suara nyaring itu serta matahari pagi menusuk indra pendengaran dan indra pengelihatan Venus. Dengan segera, Venus menyibakan selimut yang ia kenakan selama tidur lalu mengambil handuk dan bersuap diri. Tak membutuhkan waktu lama untuk Venus merias diri. Ia hanya menambahkan bedak tipis dan lipstik transparan pada wajah dan bibirnya. Setelah Venus rasa cukup rapi, akhirnya kini dia mulai menuruni anak tangga sembari menenteng tas ranselnya dan duduk di meja makan bersama sang kakak dan Mama.

"Kamu mau makan apa Ven?" Tawar Hera.

"Venus makan nasi goreng aja mah," jawab Venus.

"Mamah ambilin dulu ya." Hera sedikit berdiri untuk mengambilkan nasi goreng di piring Venus.

"Segini cukup Ven?"

"Iya mah, cukup kok. Makasih ya mah," balas Venus lalu dengan segera ia mengambil garpu dan sendok.

Semuanya sudah selesai setelah tadi sibuk mempersiapkan makanan dan menikmati makanan mereka masing-masing.

"Ma, Venus pamit dulu ya," ujar Venus.

"Iya sayang. Mars, kamu jangan ngebut-ngebut ya kalau bawa mobil." Pesan Hera yang hanya dibalas anggukan kecil oleh Mars.

Setelah itu mereka berdua masuk ke dalam mobil yang mereka tumpangi biasanya. Masih seperti biasa, tak ada aktivitas di dalam mobil itu selain pembicaraan kecil, atau Venus yang tengah memandang keluar jendela seperti saat ini.

"Kok suka banget sih lihat luar jendela. Nggak baik, ntar masuk angin," ucap Mars.

"Hmm," balas Venus lalu menutup kembali jendela mobilnya.

"Kok ditutup? Kenapa?" tanya Mars kembali.

"Tadi katanya masuk angin, gimana sih," jawab Venus kesal.

"Oh iya lupa kakak." Cengiran Mars terlihat di kedua pipinya.

"Udah tua makanya pelupa," lirih Venus yang hanya dilirik oleh Mars.

Mobil mereka kini sudah berhenti di sebuah gedung SMA yang terkenal dengan kemewahannya dan siswa-siswi yang kaya.

"Udah sana masuk, ntar telat kamu!" Suruh Mars.

"Ya, Venus masuk dulu kalau gitu," balas Venus lalu berjalan santai melintasi sepanjang koridor.

Mara sedikit mendengar teriakan-teriakan kecil dari para penggemar Venus. Banyak yang bilang jika adik perempuan satu-satunya itu adalah blasteran antara manusia dan bidadari surga. Sesekali ia tersenyum mendengar kata-kata yang keluar dari mulut siswa lain.

"Cantik juga ya kalau dilihat. Dasar manusia blasteran bidadari surga," ucap Mars lalu pergi mengendarai mobilnya.

Venus kini sudah tiba di kelas yang ia tinggali selama ini.

"VENUS OH VENUS MENGAPA ENGKAU CANTIK." Nada bernyanyi tanpa nada yang jelas.

"Ya emang cantik dari lahir Nad," sahut Vania sang ketua kelas.

"Suka aneh deh kadang sama Nada tuh. Nggak jelas orangnya, suka absurd." Timpal Zara yang sama sekali tak mengerti dengan tingkah sahabatnya itu.

"Gue rasa dulu mamanya ngidamnya suling kali ya. Makanya suaranya kemana-mana nggak jelas." Bisik Arva yang masih bisa di dengar oleh Nada.

"Gue masih denger ya, jangan kira gue nggak denger," sindir Nada.

"Terus kalau lo dengar mau ngapain? Pukul? Marah? Atau yang lain?" Cercah Zara.

"Terserah, gue capek ngomong sama lo," balas Nada yang sudah sangat hafal dengan gerak-gerik para sahabatnya.

"Ven dicari sama Aldrich nih." Teriak Vania dari depan pintu.

Venus yang merasa namanya dipanggil kini segera bangkit dari duduknya dan segera menghampiri orang itu.

"Ada apa Van?" tanya Venus.

"Dicari Aldrich tuh. Katanya mau ngembaliin buku lo," ucap Vania lalu pergi.

"Makasih ya Van," balas Venus.

"Nih bukunya." Aldrich menyodorkan buku kecil bergambar galaxy dengan mata pelajaran tertulis yaitu kimia.

"Kok bisa--," ucapan Venus terpotong ketika Aldrich berbicara terlebih dahulu.

"Kemarin jatuh di depan kelas," jawab Aldrich.

Venus mengambil buku itu dengan senyuman yang ramah yang mungkin bisa membuat siapa saja menjadi candu. "Makasih Al."

"Sama-sama. Balik dulu ya," pamit Aldrich lalu langsung pergi begitu saja.

Venus memperhatikan sedikit bukunya yang tadi Aldrich bawa. Ia mengingat kembali apakah memang bukunya kemarin terjatuh di depan kelasnya. Ia merasa bukunya tidak mungkin terjatuh karena kemarin ia menutup resleting tasnya dengan rapat. Ia berfikir sejenak kembali mengingat. Ternyata setelah ia ingat kembali, memang benar kemarin tasnya belum ia tutup dengan rapat.

Venus kembali ke bangkunya setelah tadi bertemu dengan Aldrich secara singkat.

"Ngapain si Aldrich kesini?" tanya Zara penasaran.

"Jangan-jangan dia--," ucap Nada terpotong karena mulutnya disumpal kertas oleh Arva.

"Kalau mau ngomong disaring dulu! Jangan asal ngomong!" Ingat Arva.

Nada membuang kertas itu dengan kasar. "Emang lo pikir mulut gue itu sampah apa?"

"Emang," jawab singkat Arva.

"Tadi dia cuma ngembaliin buku," jawab Venus memasukan bukunya kedalam tas.

"Habis itu?"

"Pergi."

"Oh yaudah, Okay!" Setelah mendapat jawaban pasti dari Venus, akhirnya kini Zara kembali duduk dengan tenang di tempat duduknya.