Chereads / Indescriptible / Chapter 17 - seventeen•Minta maaf

Chapter 17 - seventeen•Minta maaf

Venus membuka coklat yang telah diberikan oleh Aldrich dengan perlahan. Ia melihat kotak coklat itu dengan sedikit kebingungan.

"Coklat? Minta maaf ?" Venus berfikir kebingungan.

Setelah bungkus coklat itu terbuka sempurna yang hanya menampilkan coklat indah berbentuk hati itu, kini Venus memakan coklat itu dengan senang hati tanpa berfikir apa-apa. Ia menikmati coklat itu dengan wajah yang gembira.

XII-IPA 3, kelas itu saat ini sudah melakukan pelajaran seperti biasa. Mungkin bagi siapa saja yang memasuki kelas tersebut merasa otaknya akan sangat pening. Bagaimana tidak, pagi-pagi sudah diberi rumus kimia yang sangat rumit bak kehidupan. Namun, semua itu tak berlaku bagi sebagian murid bahkan Venus. Baginya ini sudah konsekuensinya jika ia memasuki kelas Ipa. Venus tak pernah mengeluh atau kesusahan dengan pelajaran apapun. Baginya jika mau berusaha pasti akan bisa tanpa ada kesulitan sedikitpun. Oleh sebab itu, selama ini Venus jarang mengeluh tentang pelajaran.

"Venus silahkan maju ke depan. Kerjakan no 1-5 saya beri waktu 10 menit," ujar Pak. Rudi memberikan sebuah spidol.

Dengan cepat dan tanpa berfikir atau menolak, Venus segera maju ke depan diiringi rasa kagum dari seluruh penghuni kelas." Baik pak."

Venus mengambil spidol yang diberikan oleh Pak. Rudi. Dengan cepat dan tanpa banyak bicara, Venus mengerjakan soal-soal itu dengan cepat tak sampai waktu 10 menit. Setelah ia rasa cukup dan sudah mengerjakan semua soal dengan baik, Venus kembali duduk di tempat duduk yang biasa ia tempati. Pak. Rudi mengoreksi pekerjaan Venus dengan sangat kagum.

"Iya ini benar semua. Terima kasih Venus," ucap Pak. Rudi gembira.

"Sama-sama pak," ucap Venus membalas.

"Yaampun Ven otak lo encer banget sih jadi orang. Sumpah ya itu tuh super-super cepet banget loh Ven." Puji Arva teman sebangku Venus.

"Biasa aja kalau muji, nggak usah berlebihan," ujar Venus yang merasa berlebihan.

"Lo mah suka merendah deh," ucap Arva.

"Hmm," jawab Venus sangat singkat.

Tak terasa kini pelajaran kimia yang rumitnya minta ampun akhirnya telah berakhir. Para murid yang sendari tadi sudah sangat pusing dan bingung memikirkan rumus-rumus yang sangat banyak dan runut bagaikan sebuah kehidupan itu kini sudah keluar dan meluncur ke kantin intuk mengisi perut mereka masing-masing.

"Ven!" Teriak Zara pada Venus.

"Hmm."

"Tadi lo dikasih coklat sama Al?"

"Hmm." Venus hanya berdehem.

"Dalam rangka?"

"Minta maaf."

"Minta maaf? Emang dia ngapain lo?" Zara melontarkan pertanyaan dengan sangat mendetail.

"Kantor."

Zara sedikit mengingat-ingat kejadian di kantor." Oh pas waktu itu dia nabrak lo."

"Hmm."

"Ok, Ok," jawab Zara mengerti.

Mereka berempat kini tengah duduk di kursi kantin untuk menunggu pesanan mereka. Mereka menunggu sembari berbincang-bincang dan bergurau.

"Eh Ven ngapain lo ketemuan sama Titan?" tanya Nada kepo.

"Masalah DN."

"Ada apa emangnya sama DN."

"Cuma bahas masalah lomba Nad," ujar Venus sedikit panjang.

"Oh, Ok gue paham," ucap Nada sedikit lama.

"Lo mah lama nad kalau ngolah sesuatu. Kelas sih memang kelas IPA ya tapi otak nya kadang masih kayak anak TK, lama." Ejek Zara.

"Ngurus amat tentang hidup gue lo." Balas Nada.

"Mulai bertengkar lagi. Capek tau nggak gue dengernya." Gerutu Arva.

"Ini ya Ven pesanannya," ujar Mbak. Puji penjual bakso.

"Makasih ya mbak," balas Venus.

"Sama-sama Ven. Yaudah Mbak. Puji balik dulu ya, banyak pesanan soalnya.

"Iya mbak."

Setelah menunggu pesanan lumayan lama dikarenakan antrian yang sangat panjang, akhirnya kini pesanan mereka datang. Mereka menyantap makanannya masing-masing dengan sangat lahap.

"Ven," panggil seorang laki-laki.

"Aldrich."

"Gimana coklatnya?" tanya Al yang diiringi suara deheman dari para sahabatnya.

"Bisa diem nggak kalian semua," ucap Aldrich.

"Oh enak kok Al. Makasih ya," jawab Venus.

"Sama-sama," ujar Aldrich lalu pergi ke meja dimana biasa mereka tempati.

"Kode keras nih, sekeras batu bata rumah gue," sindir Zara.

"Apaan sih nggak jelas deh," jawab Venus.

"Sekarang emang nggak jelas, tapi nanti jelas banget deh Ven," jawab Zara.

Tanpa memikirkan dan memperdulikan ucapan dari para sahabatnya, Venus dengan tenang memakan bakso yang ada dihadapannya. Ia telah menghabiskan bakso sekitar 6 butir beserta tahu goreng dan kerupuk pangsit.

"Balik yuk, udah mau masuk nih. Ntar telat lagi," ajak Zara.

"Iya zar, kurang 10 menit lagi," balas Arva melihat jam dinding kantin.

"Yaudah yuk."

"Hmmm." Venus menjawab berbeda dari para ketiga sahabatnya.

Mereka berjalan Dengan posisi seperti biasa. Mereka memanglah bisa disebut salah satu geng atu kelompok yang cukup sempurna. Mempunyai paras yang sangat cantik, tajir melintir tuju turunan, otak yang encer, beserta kemampuan fisik yang cukup baik. Banyaknya kelebihan yang dimiliki mereka membuat siapa saja yang dekat atau kenal dengan mereka pasti akan jatuh cinta.

"Eh ada The perfect girl," ucap salah satu pria dari kelas XII-IPS.

"Eh ya Tuhan, Zara cakep banget sih ah.... Sumpah!"

"Arvaaa!!!! Nada!!!" Teriak salah satu pria.

Ya begitu teriakan atau julukan yang diberikan oleh murid-murid SMA Pancasila. Julukan 'The perfect girl' memang sangat cocok dan pantas dimiliki oleh keempat gadis itu. Terbukti mereka memang cewek yang cukup sempurna karena hampir memiliki segala-galanya.

"Emang mereka nggak capek apa ya teriak-teriak terus kayak gitu? Gue aja capek teriak-teriak terus," ujar Nada.

"Gue nggak tahu nad. Lagian lo tanya yang nggak penting kenapa sih ah." Kesal Zara.

"Tahu tuh. Nggak pernah tanya, tapi sekali nya tanya malah tanya sesuatu yang nggak jelas," ucap Arva.

Di sisi lain, Venus hanya diam dan membaca novelnya seperti biasanya. Membuka lembar demi lembar bacaan yang telah ia pegang.

"Ven," panggil Zara.

"Hmm,"

"Lo nggak bosen apa setiap hari baca novel terus?" tanya Zara yang melihat Venus setiap hari bahkan setiap detik membaca buku ataupun novel.

"Nggak, biasa aja," jawab Venus membuka lembar berikutnya.

"Ada ya orang kayak Venus, yang setiap hari bahkan setiap detik tuh harus baca buku terus. Otaknya apa nggak meledak ya tuh orang." Bingung Nada.

"Banyak Nad yang kayak gitu. Meledak sih nggak ada yang selama ini gue tahu. Cuma mungkin otak lo aja yang agak geser Nad." Seru Zara kesal.

Kalimat terkahir yang mampu membuat mereka tertawa puas terbahak-bahak." Lagian lo aneh sih  Nad tanyanya."

"Ya kan gue cuma nanya aja sama kalian, emang gue salah apa tanya." Ucap Nada mengerucutkan bibirnya.

"Nggak usah gitu jelek muka lo." Sinis Zara.

"Suka-suka Nada dong mau ngapain aja. Ngurus banget hidup orang." Kesal Nada yang sendari tadi menjadi bahan ejekan para sahabatnya.

"Ok," balas mereka bersama.