Chereads / At Moment Seventeen / Chapter 3 - Sejak Hari Itu

Chapter 3 - Sejak Hari Itu

"Salim dulu, Clau. Biar dikira beneran," ucap Gavin ketika dia baru saja sampai di depan pintu gerbang sekolah Claudia pagi itu.

"Gak ah, malu!" dengkus Claudia, ia melihat banyak anak lain sedang masuk ke sekolah ramai-ramai.

"Ya udah kalau gitu, gue pura-pura benerin rambut lo sini."

Dan akhirnya Claudia mau saja ketika rambutnya dirapihkan oleh Gavin. Teman seumuran dengan Randu yang satu sekolah dengan Prita.

"Oke udah," kata Gavin sambil tersenyum.

Lalu usai akting seperti itu, Claudia masuk ke dalam sekolahan sambil merapalkan doa agar dia tak bertemu dengan Randu hari ini. Meskipun tak mungkin karena lelaki itu pasti ada di sana sebab dia adalah salah satu anggota OSIS.

"Siapa barusan?" tanya seseorang yang tiba-tiba muncul di depan Claudia.

Claudia terkejut ketika melihat Randu sudah berdiri dengan wajah yang sangat masam.

"Tadi—tadi temen," jawab Claudia.

"Temen tapi benerin rambut?" tanya Randu sambil menyindir.

Claudia mengerutkan keningnya dalam. Kenapa juga Randu peduli padanya, padahal mereka tak memiliki hubungan apa-apa.

"Lo lupa kalau lo udah jadi cewek gue?"

Claudia diam.

"Awas kalau lo sampai kayak begitu lagi sama cowok lain, gue bikin hidupnya gak tenang." Nada itu terdengar seperti ancaman bagi Claudia.

Dia sendiri sampai ketakutan mendengar ucapan Randu yang begitu serius seperti itu.

Claudia tak bisa mengatakan apa-apa, dia membeku di tempatnya berdiri. Dan begitu susah dia melangkahkan kaki untuk pergi dari sana. Sampai akhirnya seorang teman satu kelasnya mengajaknya untuk segera berbaris di lapangan.

"Buruan! Ntar dihukum lagi," kata Vina sambil menarik lengan Claudia.

**

Dunia rasanya begitu terasa sangat sempit bagi Claudia saat ini. Bagaimana dia selalu bertemu dan melihat Randu berada di sekitarnya.

Ada hal yang sedikit berubah hari ini. Di mana kakak kelas yang sering menggodanya tidak menganggunya lagi. Mereka meloloskan Claudia begitu saja dan tak mau mempersulit kekasih Randu tersebut.

"Enaknya lo gak disuruh lari, gue udah capek eh disuruh mungutin sampah di lapangan," keluh Vina dengan nada penuh protes.

Ia menatap Claudia yang masih bengong di sampingnya.

"Lo kok bisa jadian sama Kak Randu sih, bikin iri aja," ucapnya lagi.

Claudia melirik ke arah Vina kemudian menyipitkan matanya. "Beruntung kata lo?! Astaga! Kalau lo yang ngalamin pasti gak bakalan bisa bilang begini."

Vina tersenyum. "Gue gak tau makanya dikasih tau dong, kenapa lo tiba-tiba jadian sama dia," desak Vina.

Claudia menggelengkan kepalanya. Dia tak akan menceritakan hal yang dilihatnya kemarin pada siapapun kalau dia ingin selamat sampai Randu lulus sekolah.

"Lo tau gak kalau dia sering ikut kompetisi taekwondo antar daerah?" tanya Vina tiba-tiba. Dia memandang ke arah lapangan di mana anak-anak lain sedang dipilih untuk ikut menjadi anggota paskibra untuk bulan Agustus nanti.

Claudia menggelengkan kepalanya cepat.

"Nanti juga tau, pasti bakalan diajakin kalau dia lagi latihan. Pasti uwu banget, Clau," decak Vina kegirangan.

Tak seperti Vina, ia malah merasa hidupnya di sekolah seperti di dalam penjara. Dia kini tak bisa berbuat apa-apa karena mata-mata Randu sangat banyak.

"Clau!" panggil salah seorang kakak kelas ke arahnya.

Claudia berdiri kemudian menyapa kakak kelasnya tersebut.

"Lo tinggi, jadi mau kan jadi anggota paskibra nanti?" tanya Heru.

Claudia diam. Dia mau apalagi menjadi salah satu anggota paskibra pasti akan membuatnya bangga.

"Mau gak?" tanya Heru lagi.

"Ma—"

"Dia mau ikut ekskul Taekwondo, Her. Jangan minta dia, minta temennya aja." Entah sejak kapan, Randu sudah berdiri di samping Claudia. 

Menginterupsi kalimatnya dan memutuskannya seenak sendiri. Membuat Claudia menatapnya penuh sengit.

"Yah? Padahal dia bisa jadi yang bawa bendera," kata Heru sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Mau. Aku mau, Kak!" seru Claudia semangat.

"Serius? Tapi tuh cowok lo gimana?" sindir Heru.

Claudia menatap Randu tak suka, kemudian membawa lelaki itu menjauh untuk mendiskusikan keputusannya tadi.

"Kenapa sih, Kak? Memangnya kenapa kalau aku ikut? Kan … aku—"

"Mau nampang, kan?"

JLEB!

Kesal sekali hati Claudia mendengar kalimat itu dari Randu. Mengapa dia menjadi mengatur hidup Claudia saat ini, sementara dia saja baru "pacaran" dengannya satu hari yang lalu.

"Apaan sih, kenapa jadi begitu ngomongnya."

"Tar lo capek."

"Biarin. Lagian aku yang capek."

"Ya udah sana, terserah kalau mau ikut," ucap Randu.

Dia langsung meninggalkan Claudia begitu saja tanpa mengatakan apa-apa lagi. Bahkan lelaki itu tak menengok ke arahnya sedikitpun setelah itu.

Claudia dapat melihat ketika seorang perempuan yang hendak dicium oleh Randu kemarin langsung menghampirinya. Sangat dekat sampai dia mennggamit lengan lelaki itu meski segera ditepis oleh Randu.

"Apa sih mau dia? Dia aja udah punya cewek," gerutu Claudia.

"Jadi gimana nih, Clau?" tanya Heru pada Claudia.

"Oke, Kak."

"Ya udah kalau begitu, lusa kan MOS udah selesai, lo bisa mulai ikut latihan ya. Pulangnya sore, tar gue anter kalau Randu masih ngambek."

Claudia mengangguk.

"Kak," panggil Claudia sebelum Heru pergi.

"Kenapa?"

"Itu masalah Randu—"

"Randu? Kenapa sama Randu?"

"Sama cewek yang tadi—mereka pacaran ya?" tanya Claudia setengah malu.

Heru menatap kedua bayangan yang mulai masuk ke dalam kelas mereka. "Silvi yang suka sama Randu, Randu nya biasa aja, kenapa? Lo cemburu ya?" ledek Heru.

"Bukan! Soalnya—"

Kemarin gue lihat Randu hampir nyium cewek itu! Tapi dikatakannya di dalam hati Claudia.

"Soalnya kenapa? Yang demen sama Randu bukan cuma Silvi, jadi lo mending siapin hati aja," kekeh Heru.

Claudia menelan ludahnya. Lalu mengapa di antara banyak perempuan yang menyukai Randu harus dirinya yang dipilih? Aneh!

**

"Naik!" suruh Randu ketika dia berhenti di depan Claudia yang sedang menunggu Gavin.

"Gak usah, Kak," tolak Claudia.

"Masih marah gara-gara tadi?" tanya Randu.

Claudia menatap wajah Randu. Lelaki itu terlihat sangat serius. Tapi kenapa? Apakah mereka berdua benar berpacaran?

"Ya udah lo ikut aja, tapi kalau gue lagi ada latihan Taekwondo, lo harus nemenin gue. Kalau lo mau selamat di sekolah ini sampai lo lulus."

Ancaman yang membuat Claudia berpikir dua kali. Memang benar—sejak dia berpacaran dengan Randu, hidupnya di sekolah lebih tenang karena tak ada yang menganggunya. Bahkan kakak kelasnya tak ada yang berani menyenggolnya karena ada Randu di sisi Claudia.

"Buruan naik, apa mau gue patahin kaki temen lo yang tadi pagi?" ancam Randu lagi.

Dan ini jeleknya sifat Randu, suka sekali memaksakan kehendaknya seperti sekarang.

Tapi apa boleh buat. Menolak pun tak ada gunanya kan? Lebih baik Claudia mengiyakannya saja.