Chereads / At Moment Seventeen / Chapter 8 - Baper

Chapter 8 - Baper

"Gak tau, gue anehnya kenapa jadian secepet ini, tapi kalo dia gak serius ngapain nolongin gue mulu satu hari ini."

Prita menghela napas jengah. "Ya karena dia mau bikin lo baper!"

Claudia tak dapat berkata apa-apa selain melongo mendengarkan ucapan Prita yang barusan keluar dari mulutnya.

Baru kali ini Prita terdengar nggak suka sama pilihan Claudia. uhmm ralat, bukan pilihan tapi apa yang dijalani sama Claudia.

"Lo keknya gak suka kalo gue pacaran sama Randu ya Prit?" tanya Claudia. dia masuk ke dalam kamar kemudian mengambil bajunya.

Dia harus gegas membersihkan diri karena bau got tadi ternyata masih kecium dikit-dikit sampe sekarang.

"Bukan gak suka, cuma ya gimana ya?"

"Lo pernah suka sama Randu?" tebak Claudia. tanpa melihat bagaimana ekspresi Prita yang seperti ketahuan, dia langsung keluar kamar dan masuk ke dalam kamar mandi.

**

Sore hari di rumah Randu yang tenang.

Lelaki itu tengah mencuci motornya setelah mengantar pulang Claudia tadi. Pasalnya tadi motornya terkena cipratan genangan air comberan dari mobil yang lewat di sampingnya.

Memang kedua orang itu sepertinya lagi apes.

Lagi enak-enaknya mengelus body motornya. Rupanya Randu sore itu kedatangan tamu yang sebenarnya ia sangka.

"Tumben main ke sini," ucap Randu. Dia berhenti sejenak, tapi abis itu mulai mengelus lagi motornya.

"Gue sering ke sini, tapi lo sibuk mulu gak tau ke mana," gerutu Silvi, dia kemudian duduk di kursi yang ada di belakang motor Randu.

Menatap bayangan lelaki itu yang sibuk mengelus motor kesayangannya.

"Kabar lo sama cewek itu gimana? Keknya tambah panas aja ya," kata Silvi.

"Panas gimana? Lo kira kompor?"

"Hmm, padahal gue tadi kecewa waktu lo minjem sepatu gue buat dia."

Randu menoleh ke arah Silvi kemudian tersenyum dengan senyum patennya. "Udah yang ikhlas aja biar dapet pahala," ucap Randu. Dia kemudian mencuci tangannya lalu duduk di samping Silvi.

Tadi siang Slivi sebenarnya terkejut waktu Randu tiba-tiba ke kelas terus minjem sepatu sama dia. Dipikirnya sepatu untuk siapa tapi Randu dengan terang-terangan bilang kalo sepatu itu buat Claudia.

"Pinjem tar gue balikin," kata Randu. Dia tahu kalo Silvi masih nyimpen sepatu bekas paskib-nya dulu.

"Buat sapa?"

"Cewek gue."

Dan jujur aja, Silvi terkejut karena Randu bilang seperti itu sama dia. Kata cewe gue itu memang sangat sederhana, tapi ternyata Silvi sedikit cemburu waktu Randu bilang itu.

"Tapi ada syaratnya."

"Apaan?"

"Tolongin gue kalo sewaktu-waktu gue butuh bantuan lo."

"Oke." Tanpa banyak pertimbangan, Randu mengiyakan syarat dari Silvi. Ya abis mau gimana lagi, dia tak bisa membiarkan Claudia nyeker sampai pulang sekolah.

Dan kini tampaknya Silvi ingin menagih utang Randu tadi siang.

"Kenapa? Lo butuh bantuan gue apa gimana?"

"Ho oh, temenin gue jalan-jalan yok. Ke mall bentar, nonton terus makan," ajak Silvi.

Randu pun terkikik. "Ini sih kencan bukannya jalan-jalan."

"Ya gitu deh, ayoklah Ran, lo kan udah janji sama gue tadi."

"Ya udah, gue mandi dulu deh. Lo mau tunggu di dalem apa luar?"

"Tante Susi ada?"

"Lagi arisan di tempat bu RT."

"Di luar aja deh."

Lalu Randu pun masuk untuk gegas mandi. Dia sama sekali tidak keberatan untuk memenuhi permintaan dari Silvi barusan. Padahal permintaannya itu cukup sensitif karena Randu sudah memiliki pacar yaitu Claudia.

Tapi Randu mikir, mungkin Claudia gak bakalan tau. Lagian kan dunia gak sesempit daun jambu.

Lalu tak lama kemudian Randu keluar dari rumah, dengan kaos polos berwarna putih dan dia tutupi dengan jaket denim ala ke-Dilan-dilanan. Kemudian celana jeans berwarna senada dengan denimnya.

Sepatu kets berwarna putih sederhana, tapi kalo yang memakai itu Randu maka beda ceritanya.

"Rambut lo bagusan gitu lho." Entah itu pujian atau apa. Tapi Randu tidak merasa tergerak.

"Belum kering, jadi poni turun." Randu menyisir dengan tangannya. Saat dia bergerak maka aroma wangi menguar di sekitar lelaki itu.

"Jalan sama gue gini doang lo gak malu kan?"

"Gak lah, gue malah suka," kekeh Silvi.

"Ya gue udah tau sih kalo lo suka sama gue," sahut Randu.

Bagi Randu kalimat itu memang biasa aja. Tapi bagi Silvi yang menaruh hati padanya tentu saja baper. Ya gimana gak baper kalo yang bilang itu Randu.

Tapi sayangnya Silvi cuma bisa jadi temen gak lebih karna cowok yang sedang mengenakan helm itu saat ini sudah berpacaran dengan anak kelas X.

"Lo biasa naik mobil terus naik motor gak masuk angin kan?" Randu menyalakan mesin motornya, lalu keluar dari pekarangan rumah.

"Gak usah lebay, dulu juga biasanya lo nganterin gue pulang."

"Ya kan waktu kelas satu."

"Tapi sekarang udah gak bisa ya Ran, lo kan punyanya si Claudia anak kelas satu."

Randu hanya tersenyum lalu menarik gasnya lebih dalam. Membelah sore yang sedikit demi sedikit langitnya berganti dengan warna oranye.

Lalu setelah 45 menit kemudian mereka sampai di sebuah mall yang ada di kota mereka.

Randu memarkir motornya lalu menghampiri Silvi yang menunggunya di belakang.

"Nonton apa makan dulu?" tanya Silvi.

"Terserah lo sih, gue kan cuma nemenin."

"Ya udah makan dulu, abis itu nonton."

**

Claudia melihat sebuah postingan di Instagram dan melihat ada iklan jika ada diskon besar-besaran di sebuah toko buku yang ada di mall di kotanya.

Matanya membulat sempurna, cewek yang hobi ngoleksi novel itu tergerak untuk pergi ke sana lantaran sudah menunggu momen itu setelah sekian lama.

"Prit anter ke mall yuk, gue mau beli buku," ajak Claudia.

Sejak tadi Prita malah sibuk nonton drama korea di dalam laptop Claudia. ogah-ogahan ngobrol setelah tadi keadaan sedikit tegang.

Prita menggeliat dan merilekskan ototnya yang kaku. Lalu menoleh ke arah Claudia yang sudah rapi.

"Naik apa ke sana?" tanya Prita.

"Pesen taksi online, tenang gue yang bayarin. Gue dapet promo potongan 20 ribu, mayan kan?" Claudia menaik turunkan alisnya, mendesak Prita untuk menemaninya.

"Ya udah, tapi gue laper nih."

"Tar kita beli martabak, lo nginep di sini aja. Besok minta jemput si Gavin."

"Iya ya, gue juga lagi males pulang ke rumah. Abang gue uring-uringan terus abis putus sama ceweknya."

"Rumit ya, kalo udah gede."

"Ya gitu deh, lagian abang gue sok-sokan jalan di belakang ceweknya eh ketauan. Gue pengen ketawain tapi gak tega."

"Eh Clau," panggil Prita tiba-tiba.

"Apaan?"

"Kalo Randu kek abang gue gimana?"

Claudia berpikir sebentar kemudian tersenyum. "Ya itu sih—urusan dia, lagian gue jadian kan cuma karena kemarin waktu MOS."