Chereads / At Moment Seventeen / Chapter 14 - Randu Bingung

Chapter 14 - Randu Bingung

Randu berlari di tengah lapangan, ngejar bayangan Claudia yang hampir ngilang dari gerbang sekolah.

Udah gak ada waktu, sebelum Claudia terpedaya sama Calvin. Si biang kerok yang udah bikin nama Randu jadi buruk.

"Clau!" panggil Randu waktu dia liat Claudia ngobrol sama Calvin.

Claudia menoleh dan ngeliat Randu tengah berlari ke arahnya.

"Lo mau balik sama siapa?" tanya Randu. Dia memandang Calvin dengan sinis.

Hampir saja Claudia mau mangap dan jawab pertanyaan dari Randu. Calvin udah nyerobot duluan.

"Sama gue, kenapa Ran?" tanya Calvin dengan pandangan meledek.

"Naik ojek online," jawab Claudia. "Duluan ya Kak." Dia malah pamitan sama Calvin, bukan sama Randu.

Kayaknya Claudia emang udah muak sama Randu. Kayaknya emang bener apa kata Kafka kalau emang Claudia gak percaya sama dia dan cemburu masalah Silvi.

Selama dia pacaran sama Claudia, Randu sadar kalau dia emang gak pernah ngasih apa-apa. Bahkan perhatian yang sebenarnya gratis.

Chat yang biasanya banyak dilakuin sama orang-orang lagi pacaran, tapi Randu gak ngelakuin hal itu. dia paling chat sama Claudia dikit dan itu pun gak ada basa-basinya.

"Mau taruhan sama gue gak?" tanya Calvin.

"Gak usah macem-macem."

"Makanya karena dia cewek lo gue pengen macem-macem Ran," desis Calvin.

"Kalo masalah Meta, lo harusnya tau kalo sejak awal dia emang gatel sama gue. Toh gue juga gak nerima dia kan? Daripada sama Meta, kenapa gue gak milih aja sama Silvi yang ketahuan single."

Randu pergi usai mengatakan hal itu pada Calvin.

"Lo pikir cuma itu doang Ran? Gak cuma masalah Meta, tapi masalah lain juga."

Randu menghela napas. Dia gak tau ada masalah apa Calvin sama dia. Tapi yang jelas Calvin mulai berulah waktu Meta anak SMEA naksir sama dia.

**

Kafka seneng bukan main waktu liat Randu masuk ke dalam perpus lagi. pasalnya dia gak usah lagi repot-repot ngelarin itu buku yang dari tadi gak abis-abis.

"Udah mau kelar ya?" tanya Randu lantas duduk.

"Gak jadi nganterin dia?"

"Gak, dia naik ojol," jawab Randu. Dia ngelihat buku tinggal separuhnya. Cepet juga kerjaan si Kafka.

"Masalah PS jadi kan? Tar lo berubah pikiran gara-gara gak jadi nganter Claudia?"

"Jadi, pulang sekolah ambil aja."

"Wuih, emang the best lo Ran!"

Randu cuma menanggapi dengan senyuman. Dia masih kepikiran sama apa yang dibilang Calvin tadi.

**

Pulang sekolah Kafka duduk di beranda rumah Randu. Ceritanya dia lagi nagih PS yang tadi ditawarin sama sahabatnya itu.

Sambil duduk-duduk, Kafka liatin rumah calon mertua Randu. Maksudnya rumah orang tua ceweknya si Randu yang ada di luar negeri.

"Nih." Randu mengulurkan PS-nya pada Kafka. "Lo liatin apaan?"

"Liatin rumah camer lo, dia emang gak curiga ya kalo Silvi suka main ke sini." Kafka mendongak liat Randu yang ikutan liatin rumah ceweknya yang bernama Bella.

"Dia jarang di rumah, pulang malem, kan kerja terus."

"Iya sih, demi anaknya sekolah sambil berobat. Tapi cowoknya di sini malah mendua," sindir Kafka yang langsung dapet tonjokan pelan dari Randu.

Selama yang bilang itu Kafka, Randu gak bakalan marah. Tapi kalau orang lain mungkin dia udah ngamuk-ngamuk kek kudanil kurang makan.

"Gue balik deh, mau main PS." Kafka berdiri pamitan pada Randu.

"Pulang tuh belajar."

"Kan ada lo, ngapain gue belajar. Pinter itu nular, Ran." Kafka mengedipkan matanya, terus mengenakan helmnya.

"Oh ya minggu depan ada kemah sabtu minggu, lo ikut kan? Kan kakak pembina," ledek Kafka.

"Males," sahutnya sambil sedikit tesenyum.

"Bisa godain adek kelas tar, yang lucu-lucu."

"Udah sono pulang, gue mau nutup pintu pager nih." Randu mengusir Kafka. Dia mau tidur dulu sampai sore, setelah itu datang ke rumah Claudia.

Ya seenggaknya dia mau jelasin semuanya. Dan bilang kalau dia beneran suka sama Claudia.

Mungkin terlalu cepet buat bilang begitu sama Claudia. cuma—rasanya ya aneh aja kalau liat Claudia sama cowok lain. Bukankah itu namanya cemburu?

Kata orang-orang kan cemburu tanda sayang. Jadi mari kita coba lihat dan buktikan nanti.

"Ran!" seorang ibu-ibu berumur empat puluh tahunan melambai ke arah Randu.

Dia langsung menghampiri pagar pintu yang baru saja hendak mau ditutup sama Randu.

"Kenapa tante?" tanya Randu.

"Mama kamu ada di rumah gak?"

"Gak ada tante, mungkin masih di toko."

"Udah makan?"

Randu tersenyum.

"Ya udah yuk, makan di rumah tante aja. Tante mau masak kari nih, kamu suka kan?"

"Iya, tapi—"

"Udah gak apa-apa, daripada nanti kamu sakit gara-gara telat makan."

"Kalo gitu Randu kunci pintu dulu deh tante, nanti Randu nyusul ke sana."

"Ya udah, tante tunggu."

Gak enak juga kalau menolak tante Rima, ibu Bella tersebut. Dia udah baik sama dia. Nawarin makan lagi!

Tapi yang lebih bikin gak enak itu, waktu tante Rima kadang mergokin Silvi suka main ke sana.

Kalau dia sampai tau sepak terjangnya selama ini di sekolah, pasti Randu bakalan end! Alias tamat! Hubungannya sama Bella juga tamat.

Abisnya mau gimana lagi, gak ada yang kuat LDR coiii?! Apalagi kalau bertahun-tahun begini.

Mana ke luar negeri lagi, kalau beda kota sih Randu masih bisa ngapel.

Usai ganti baju dan masukin motor ke dalam rumah. Randu datang ke rumah Bella yang jaraknya beberapa langkah kaki aja dari rumahnya.

Mungkin sekitar dua puluh langkah kaki deh.

"Sini Ran!" panggil tante Rima, dia udah sibuk dengan panci yang ada di atas kompor.

Genta adik Bella yang masih berumur empat tahun ikut sama bibik pengasuh.

"Rumah sepi banget kalo Om Irwan kerja, kamu harusnya sering main ke sini biarpun Bella gak ada."

"Hehe iya tante."

"Nanti Bella kuliah di sini katanya, gak mau jauh sama kamu."

"Bagus kalau gitu."

Bella sekolah di luar negeri sejak dia SMP kelas dua, ikut dengan paman yang gak lain adalah kakak dari tante Rima.

Di sana Bella juga sedang menjalani pengobatan setiap bulan.

Dan bisa jadi Bella memutuskan pulang karena dia udah ngerasa kalau kesehatannya membaik.

"Pasti dia seneng ketemu kamu lagi," kekeh Rima.

Randu tersenyum tipis. Udah lama gak ketemu sama Bella gak tau gimana rasanya.

Sebenarnya bisa aja Bella pulang sebulan sekali. Cuma kondisi fisiknya itu lho.

Randu menatap foto Bella yang tergantung di samping kamarnya. Bella itu memang mirip sama Claudia. dari senyum, matanya dan bahkan bibirnya yang tipis.

Apa jangan-jangan Randu sebenarnya memang cuma mau manfaatin Claudia aja?

Dan selama ini dia membohongi perasaannya sendiri.