"Clau, mau gak balas dendam buat si Randu?" tanya Calvin ketika mereka berdua sudah jauh meninggalkan kantin sekolah.
Claudia yang mendengarnya langsung noleh dan menatap heran sama Calvin. Balas dendam? Gak salah tuh?
Claudia sih gak dendam, cuma kesel aja. Cuma ya gak tau gimana Calvin. Tapi kayaknya dia emang punya masalah sama Randu deh, pikir Claudia.
"Gimana?" tanya Calvin. Dia menatap wajah Claudia serius. "Kalo mau gue bantuin, lo pasti seneng," sambungnya.
"Caranya?" Claudia cuma penasaran aja, gak mau juga ikut-ikutan pakai acara dendam-dendaman. Apalagi kan sejak awal dia sadar kalau acara waktu di MOS itu cuma permainan aja.
"Pacaran sama gue. Itu cara asik buat bikin Randu sakit hati."
Claudia menahan tawanya. Dia sampai menutup mulutnya karena mendengar kalimat dari Calvin.
"Sakit ati? Dia aja gak pernah suka sama aku," balasnya. Kemudian dia mempercepat jalannya mendahului Calvin.
Lama-lama dia bisa ikutan gak waras kalau deket sama Calvin. Atau ikut halu gara-gara denger barusan.
Sejak kapan seorang Randu bisa sakit ati sama cewek yang gak terkenal dan biasa aja seperti Claudia?
Yang ada malahan Claudia tambah mempermalukan dirinya sendiri nanti.
"Clau!" Calvin gak nyerah, dia ngejar Claudia terus berdiri di sebelahnya. "Kalo lo gak percaya kita bisa coba lho. Kalo lo udah siap, bilang aja sama gue."
Claudia diem aja. Menatap kepergian Calvin yang terburu-buru.
"Clau, diajakin rapat sama anak-anak ngurus masalah kemah besok," ujar Vina yang baru saja muncul dari toilet.
"Oh oke," sahut Claudia kemudian berjalan berdua dengan Vina.
"Tadi kak Calvin bilang apa sama lo?"
Claudia bingung mau jawab atau enggak. Jawab yang ada Claudia takut Vina bakalan mikir yang enggak enggak. Tapi kalo nggak bilang pasti nanti disangkanya dia tertutup sama dia.
"Heh, mau ngapain kalian?" tanya Vina ketika mereka hendak masuk ke dalam kelas.
"Abis rapat deh gue bilang."
Vina manggut manggut aja. Dia lalu duduk di sebelah Claudia buat bahas masalah kemah hari Sabtu besok.
Kemah tiga hari dua malam. Lumayan capek juga sih apalagi kalau ambil tempat kemahnya di kaki gunung yang asli jauh sama minimarket sama warteg. Jadi mereka gak bakalan bisa curang diem-diem beli makanan di warung. Ya, paling mentok mereka masak mie aja.
"Clau, lo bawa kompor sama panci ya," suruh Dita.
"Lah bukannya yang bawa kompor udah gak usah bawa apa-apa lagi?" Vina yang gak terima. "Yang lain juga gitu kok."
"Ya kalo lo gak terima sama grup lain aja."
"Ih baper amat," desis Vina. "Terus lo bawa apa?"
"Gue bawa diri aja, kan gue ketuanya."
Sontak Vina langsung mencibir. Di saat yang lain disuruh bawa ini itu rempong dengan barang bawaannya tapi dia cuma bawa diri aja. Sebenarnya dia itu emang karena ketuanya atau gak punya apa apa buat dibawa?
Kesel setengah mati! Tapi Vina diem aja, apalagi pas Claudia nggak mau ngelawan Dita. Mau pindah ke grup lain juga udah gak bisa soalnya udah dipilih sejak kemarin.
"Jadi gimana?" tanya Dita lagi.
"Ya udah lah," desah Vina malas.
"Udah lah iyain aja, kek gak tau aja dia kan emang mau enaknya sendiri," bisik Fitri.
"Lo punya panci gak?" goda Vina pada Claudia.
"Mau Teflon panci wajan gue ada semua di rumah. Tapi kalo dibawa semua mama gue mau masak pake apa? Tenaga dalam?" jawab Claudia.
"Coba lo agak ngegas sama Dita tadi, pasti kan dia tambah sewot."
"Gak ah, gue males debat."
"Oh ya, Randu ikut tuh sama kak Kafka." Vina memberi tahu pada Claudia.
"Gue gak butuh tau."
"Ya kalik kan, nanti biar lo gak syok."
"Gue berharap—gue gak diisengin sama dia lagi," gumam Claudia.
**
"Mau gue bantuin gak?" tanya Vina waktu Claudia disuruh buat bawa buku tugas anak-anak ke kantor guru.
Karena dia pikir beratnya gak seberapa dia menolak bantuan dari Vina. Tapi dia gak akan tau kalau dia bakalan butuh pertolongan dari Vina.
"Claudia sini!" Guru bahasa Indonesia melambai ke arahnya dan nyuruh Claudia buat duduk di bangku kosong di sampingnya.
"Iya bu?" Claudia meletakkan buku tugas tadi. Lalu duduk seperti yang diminta oleh Bu Retno.
"Ini, kamu cek hasil ulangan anak kelas kamu ya. Jangan korupsi hasilnya, ibu ada rapat nih bentar lagi."
"Iya Bu." Claudia mau tanpa melawan.
Dan pada saat itu lah Claudia ngerasa pengin ngumpet di lubang semut karena ngelihat bayangan Randu masuk dan bawa buku tugas juga.
"Ran! Sini!" Sama masih melambai, bu Retno menyuruh Randu buat duduk di samping Claudia.
"Ada apa Bu?" Randu melirik dengan ekor matanya, mungkin bentar lagi juling kalo gak diingetin sama bu Retno.
"Ini ulangan kalian kemarin, belum ibu cek. Nah kamu bantuin cek ya. Ibu ada rapat."
"Lah Bu, saya juga ada ur—"
"Udah duduk sini, nanti ibu balik ibu bawain kalian es teh sama gorengan."
"Yah gorengan."
"Maunya apa?"
"Bakso di kantin Bu," sahut Randu cepat.
"Ya udah deh, tapi cek yang bener ya."
Randu nerima setumpukan kertas ulangan yang sebenarnya udah berlalu beberapa hari. Tapi gurunya bilang kemarin? Apa dia ilang ingatan?
Randu duduk seolah gak terjadi apa-apa sama mereka berdua sebelumnya. Diem dan gak bicara sama sekali sama Claudia.
Di ruang guru tinggal mereka berdua, soalnya guru yang lain lagi rapat di ruang rapat.
Padahal ini waktu yang tepat buat Randu bilang sama Claudia. atau mungkin sebaliknya.
Dan anehnya sekarang, dada Claudia rasanya gak enak banget. Kayak sesak tapi bajunya enggak ketat. Rasanya jatungnya berdebar debar, padahal gak abis lari.
Pas dia melirik ke samping, dan dia baru sadar kalo Randu lagi lihat ke arahnya.
"Apaan sih?" gerutu Claudia.