Tak lama setelah itu Reina turun dari ranjang. Kepalanya sudah tidak seberat seperti kemarin. Tampaknya metode penyembuhan yang diberikan oleh Yose untuknya sangat manjur sampai dia tak bisa berkata-kata.
Reina berjalan ke arah meja makan setelah ia mencuci wajahnya. Yose masih berkutat di dapur dan sedang memasak sesuatu untuk sarapan pagi itu.
"Kamu sudah bangun?" tanya Yose ia hanya menoleh sekilas kemudian menatap panci yang mengepulkan asap dengan aroma enak khas sup ayam.
"Sudah."
"Aku sudah mengupaskan alpukat untukmu, kamu bisa memakannya." Yose menunjuk alpukat yang sudah dipotong rapi di atas meja.
"Katanya bagus untuk menurunkan demam ibu hamil," lanjutnya lagi sambi tersenyum.
"Kamu cari tahu di internet?"
Yose mengangguk.
Reina menarik kursinya kemudian duduk. Ia menatap buah yang selama ini tidak begitu ia sukai selama ini.
Yose yang melihatnya langsung tahu kalau Reina tidak suka. Dan berinisiatif untuk menuangkan sedikit madu ke atasnya.
"Ini akan menjadi makanan yang sehat," kata Yose usai meletakkan madu tersebut.
Reina hanya memandangi Yose kemudian mengalihkannya secepat mungkin.
"Terima kasih," ucap Reina pelan.
Yose tersenyum lagi. "Bukan masalah, asalkan kamu bisa kembali sehat itu sudah cukup."
Reina hendak tertawa tapi ia tahan. Entah mengapa kalimat itu terdengar begitu murahan jika Yose yang mengatakannya.
"Bawalah mobilku, aku tidak ke restoran hari ini." Reina berkata ketika Yose menghidangkan sup ayam di atas meja.
"Tak perlu aku—"
"Kamu bisa terlambat, sekarang sudah hampir jam tujuh."
Yose membulatkan matanya, benar juga. Dia bisa terlambat kalau harus menunggu bus di halte.
"Pakai saja, asal jangan kamu masukan wanita lain ke dalam mobilku."
Itu hanya candaan dari Reina, tapi entah mengapa Yose merasa tersindir.
"Aku hanya tak mau ada aroma parfum wanita lain tercium di mobilku." Reina memasukkan potongan alpukat ke dalam mulutnya dan menatap Yose yang membeku sejak tadi.
"Baiklah," jawab Yose ketika dia terus mendapatkan tatapan dari Reina.
"Oh ya, nanti ibuku menyuruh kita untuk datang ke rumahnya. Dan mungkin aku akan mengatakan kalau aku sedang hamil."
"Baiklah."
"Jangan terlambat, jam enam kita berangkat dari rumah."
"Oke, aku akan langsung pulang setelah mengajar."
Reina pun tersenyum tanpa disadari oleh Yose.
***
Sejak masuk ke dalam ruangan guru Yose sudah menguap berkali-kali. Dan hal itu diketahui oleh Lara yang dari tadi terus memerhatiannya.
"Sepertinya Anda sangat mengantuk," ucap Lara dengan menggoda.
Yose tertawa kecil sambil berusaha menutup mulutnya ketika dia terpergok oleh Lara jika sudah berkali-kali menguap hari ini.
"Iya saya sangat mengantuk, istri saya tadi malam demam dan saya harus merawatnya," ucap Yose.
Lara diam dan memandang kagum pada Yose. Lelaki yang ada di sampingnya itu berbeda dengan suaminya. Bahkan suaminya itu hanya bisa membuatnya terluka saja.
"Anda rupanya sangat menyayangi istri Anda," puji Lara.
"Benarkah?" Yose tersipu mendengar pujian tersebut. "Tapi saya yakin pasti suami Anda juga akan melakukan hal yang sama pada Anda."
Lara tersenyum kemudian kembali menatap lembaran tugas yang baru saja dikumpulkan oleh siswa di kelasnya.
Yose yang merasa kalau Lara mendadak menjadi diam menjadi merasa tidak enak karena ia takut kalau ucapannya tadi sudah menyakiti perasaan Lara tanpa ia sadari.
"Nanti siang, menu makanannya ayam panggang," kata Lara berdecak senang.
Terlihat sekali kalau dia hanya ingin mengalihkan pembicaraannya tadi.
Ia menunjuk jadwal menu makanan pada Yose.
"Sepertinya aku sudah muak dengan ayam." Yah, mengingat bagaimana tadi pagi dia sudah makan sup ayam buatannya sendiri.
"Kenapa? Apa Anda tidak menyukainya?"
"Ah, bukan begitu." Yose salah tingkah dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Dan siangnya ketika waktu istirahat makan siang, Yose duduk di satu meja yang sama dengan Lara. Mereka menjadi semakin dekat apalagi sejak kejadian di toko kue neneknya beberapa waktu yang lalu.
"Luka Anda sudah sembuh?" tanya Yose yang melihat tangan Lara, karena sejak tadi sesekali Yose melihat Lara memijat tangannya itu.
"Sedikit, sudah tidak seperti kemarin," jawab Lara.
Yose menarik tangan Lara tiba-tiba. Kemudian menekan beberapa titik pada tangannya tersebut, Lara yang terkejut sempat tertegun hingga akhirnya menarik tangannya karena tak enak jika ada siswa lain yang melihatnya.
"Maafkan saya, saya hanya refleks melakukannnya." Wajah Yose tampak panik apalagi ketika melihat muka Lara seakan sedikit menunjukkan ekspresi keterkejutannya barusan.
"Tolong jangan berpikir yang tidak-tidak, saya—bagaimana saya harus menjelaskannya ya?" Yose yang tampak kelimpungan terlihat lucu di depan Lara.
Wanita itu kemudian tersenyum pada Yose.
"Tidak apa-apa, saya tahu maksud Anda. Mungkin sifat peduli Anda sangat besar jadi Anda melakukannya pada saya barusan."
Yose menatap wajah Lara, lalu sedetik kemudian dia tersenyum lega karena Lara tidak berpikir aneh-aneh padanya.
"Terima kasih karena sudah percaya pada saya," ucap Yose.
**
Jam empat ketika Yose pulang dari sekolah. Dia hendak masuk ke dalam mobilnya saat itu. Tetapi dia mengurungkan niatnya ketika melihat Lara sedang berdiri di depan pintu gerbang sekolah.
Ia melihat seorang lelaki yang baru saja turun dari mobilnya kemudian menghampiri Lara. Dia memeluk Lara tapi langsung ditepis oleh wanita itu cepat-cepat.
"Apa dia suaminya?" tanya Yose dalam hati.
Matanya terus memandangi ke arah di mana Lara dan lelaki itu berada. Hingga kemudian menghilang ketika wanita itu masuk ke dalam mobil suaminya.
Ada perasaan yang tidak enak dalam hati Yose ketika melihat pemandangan itu.
Ada perasaan yang menyengat hatinya ketika dia melihat seorang lelaki memeluk Lara meskipun dia adalah suami sahnya. Entah mengapa Yose memiliki keyakinan jika Lara tidak menyukai perlakuan dari suaminya tadi, karena dilihat dari wajahnya Lara seakan tidak nyaman.
Tapi kenapa? Itulah pertanyaan yang sedang menganggu Yose saat ini.
Ia lantas masuk ke dalam mobil ketika mobil suami Lara benar-benar sudah menghilang dari pandangannya.
Di sisi lain, Adrian yang sedang mengendarai mobilnya terus berbicara pada Lara dan menuduhnya jika dia tidak suka dijemput olehnya.
"Kenapa tak mau kupeluk? Apa ada lelaki yang kamu sukai di sekolah?" tanya Adrian sinis.
"Terserah kamu, kamu selalu berpikir sesuka hatimu tanpa melihat faktanya."
Adrian berdecih.
"Lagipula tadi banyak murid-muridku di sana, kan?"
"Memangnya kenapa? Kamu kan istriku."
Lara diam. Dia memilih untuk tidak melanjutkan pertengkarannya dengan Adrian karena pasti tak akan selesai meskipun mereka sampai di rumah nanti.
Tiba-tiba Lara melirik tangannya yang ia pangku di atas paha. Tangan yang tadi sempat mendapatkan sentuhan dari Yose.
Rasanya sangat nyaman. Dan rasa itu tak pernah ia dapatkan dari Adrian selama ini.