Tidak bagi Yose yang saat itu bahagia ketika bertemu dengan Lara. Lara malah sebaliknya karena dia merasa ada perasaan yang sedikit menyesakkan ketika mengetahui jika Yose sebentar lagi akan menjadi seorang ayah.
Tetapi mengapa dirinya malah kecewa? Bukankah seharusnya dia mengucapkan selamat pada Yose? Bukan bersikap dingin seperti tadi.
Dan hal tersebut tentu saja akan membuat Yose berpikir aneh tentangnya. Meskipun itu benar adanya.
Lara tanpa sadar telah terjatuh pada Yose. Bahkan ketika dia sudah tahu jika lelaki itu sudah beristri.
Namun Lara masih berusaha mengelak karena tahu jika perasaanya yang sekarang adalah salah.
Sesekali ia mengutuk waktu yang datang sangat terlambat karena bertemu dengan Yose sekarang. Bukan dulu sebelum dia bertemu dengan Adrian.
Dalam helaan napasnya yang panjang. Lara menerima telepon dari ayahnya. Ia mengatakan pada Lara untuk menjenguk ibunya yang sedang sakit.
"Datanglah bersama dengan Adrian," kata ayahnya.
"Nanti kalau Lara libur, Yah."
Andai saja ayahnya tahu kalau pernikahan mereka tidak bahagia. Pasti ayahnya sudah menyuruh Lara untuk menceraikan Adrian.
Tetapi masalah di keluarganya sudah cukup banyak. Ibunya yang sudah tua sakit-sakitan sementara ada adiknya yang masih bersekolah dasar.
Ia tak ingin membuat masalah atau keributan lagi karena hanya akan membuat pusing keluarganya.
Lara berendam di dalam bathtub dengan rambut sudah basah sepenuhnya. Ia memainkan air di tangannya kemudian menenggelamkan kepalanya.
Rasanya sangat aneh ketika harus mendapatkan perasaan kecewa ketika mengetahui jika Yose akan menjadi seorang ayah.
Lara bisa membayangkan bagaimana lelaki itu akan memperlakukan istrinya di atas ranjang. Pasti sangat lembut dan—pasti akan berbeda dengan Adrian.
Tiba-tiba dia membandingkannya dengan Adrian suaminya sendiri. Lelaki yang sampai saat ini belum pulang dari tempat temannya.
Namun setelah beberapa menit kemudian. Terdengar suara pintu dibuka dari luar.
Saat itu Lara sedang mengenakan bathrob-nya dan keluar dari kamar untuk memastikan jika dia adalah Adrian.
Dan benar saja, dia adalah Adrian dengan wajah merah karena baru saja meminum minuman keras. Pasti Adrian tadi mabuk di tempat temannya sampai dia pulang dengan jalan terhuyung seperti itu.
"Kamu mabuk dan mengendarai mobil?" tanya Lara tak percaya. Dia mendekati suaminya itu kemudian membantu memapahnya menuju kamarnya.
"Kamu memakai ini pasti sengaja ya, ingin membuatku bernafsu untuk menjamahmu," bisik Adrian menjijikkan.
Lara langsung melepaskan tangannya dan mendorong tubuh Adrian di atas kasur. Namun sayangnya dengan cepat, tangan Adrian menarik tangan Lara dan menariknya hingga terjatuh ke atas tubuhnya.
Dia langsung membuka bathrobe yang sedang Lara pakai hingga menunjukkan tubuh polos wanita itu.
Tanpa berpikir lama, Adrian menindih tubuh Lara. Dengan kasar dia menyapu kulit tubuh Lara dari bagian leher hingga turun sampai di dadanya.
Ia melumat kecil puncak dada wanita itu sampai membuat suara desahan yang membuat Adrian semakin menginginkan Lara malam itu.
Lara sudah terlentang di atas kasur dengan pandangan sayu menatap Adrian. Sepertinya sudah tak ada alasan lagi ia untuk menolak ajakan suaminya untuk melakukan hubungan intim malam itu.
Lagipula … Lara sedang kecewa saat ini.
Adrian membuka celananya setelah ia melepas ikat pinggangnya. Dan dengan perlahan dia memasukkan miliknya ke dalam inti tubuh Lara.
Dengan erangan dari wanita itu semakin membuat Adrian ingin menyetubuhi istrinya.
Ia menggerakkan pinggulnya dengan berirama. Suara desahan dari Lara bersahutan dengan suara Adrian yang mengerang ketika ia merasakan sesuatu yang hangat keluar dari milik Lara.
"Seharusnya kamu menurutiku dari kemarin," bisik Adrian sebelum akhirnya miliknya menyemburkan cairan putih ke dalam tubuh Lara.
**
Yose tak bisa berpikir apa-apa saat ini, dia masih teringat dengan wajah Lara yang tampaknya lain ketika di toko kue tadi.
"Ah, tak mungkin kan?" tebak Yose sendiri. Ia tak mau beranggapan jika Lara juga memiliki perasaan yang sama dengannya.
Tetapi kalau dilihat lagi, selama dia berada di sekolah itu. Lara hanya dekat dengan Yose. Dia tak pernah melihat Lara dekat dengan guru lain, apalagi guru lelaki.
"Kamu sedang memikirkan apa?" Reina baru saja keluar dari kamarnya. Ia sudah berpakaian rapi dan hendak ke rumah ibunya malam itu.
Yose yang duduk di sofa langsung bangkit tanpa menjawab pertanyaan dari Reina.
**
Yose tak pernah merasakan makan malam secanggung ini. Di mana dia terlalu sulit untuk menelan makanannya padahal menu makanan tersebut terlihat sangat enak.
"Jadi kamu ingin memberi tahu pada kami, kalau kamu sudah hamil?" tanya ibu Reina dan menatap Yose dan Reina secara bergantian.
"Iya," jawab Reina acuh tak acuh. Dia memotong daging panggang yang ada di atas piringnya dan memasukkanya ke dalam mulutnya dan mengunyahnya dengan santai.
"Cepat juga ya," sindir ayah Reina.
Reina membeku kemudian mengelap bibirnya dengan tissue yang ada di depan piringnya.
"Kenapa? Apa kalian tak senang mendengarkan berita baik ini?" tanya Reina.
Dia sebenarnya sudah takut kalau orang tuanya mulai berpikir aneh-aneh padanya. Hamil yang terlalu cepat dan menikah dengan Yose lelaki yang sebelumnya tak pernah dikenalkan pada orang tuanya selama ini.
"Yah, selama itu bukan anak Daniel, kupikir tidak akan menjadi masalah," sahut ibu Reina.
Yose hanya tersenyum tipis, tak tahu harus mengatakan apa karena takut jika akan membuat kesalahan.
"Jadi kamu sudah bekerja di sekolah swasta?" tanya ayah Reina pada Yose.
"Benar, saya sudah bekerja di sana," jawab Yose gugup.
"Kenapa tak bekerja di perusahaanku saja? Kebanyakan lelaki yang mendekati Reina hanya menginginkan hal itu dariku."
Yose sedikit tidak terima dengan perkataan ayah mertuanya tersebut. Karena dia merasa tidak seperti itu, meski tidak salah sepenuhnya sih. Sebab, Yose menikah dengan Reina karena wanita itu sudah membayar dirinya untuk menjadi suaminya.
"Sudah, jangan dimasukkan ke dalam hati. Ayahku memang seperti itu," ucap Reina.
"Karena kita sudah selesai sebaiknya kita pulang." Reina berdiri, mengajak Yose untuk pergi dari rumah kedua orang tuanya.
Namun lelaki itu tak mau. Dia masih bergeming di meja makan dan menatap kedua orang tuanya tak enak.
"Duduklah, ayah dan ibu bahkan belum selesai dengan makanan mereka," ucap Yose serius.
Reina melirik ke arah Yose, lelaki itu sama sekali tidak mendengarkan apa katanya.
Reina tak peduli, dia hendak memutar tubuhnya tapi tangannya diraih oleh Yose.
"Kamu harus di sini sampai makan malam selesai, Reina."
Baru kali ini Yose memanggil namanya. Dan entah mengapa Reina merasa aneh ketika lelaki itu menyebut namanya dengan dingin seperti itu.
Berbeda dengan Yose tadi malam.
Reina memutar bola matanya, kemudian dia duduk. Yah, hanya duduk. Dia sudah tidak berniat untuk menyelesaikan makanannya.
Sementara itu kedua orang tua Reina tampak terkejut dengan apa yang baru saja terjadi dengan Reina, anaknya.
Baru kali ini Reina tunduk dan patuh pada perkataan orang lain. Bahkan pada perkataan suami yang terlihat sangat lemah dan miskin itu.
"Sepertinya kamu harus belajar banyak dari suami kamu," ucap ibunya yang tanpa sengaja memuji Yose.
Reina melirik ke arah Yose, lelaki itu meneguk minumannya dan mengangguk sambil tersenyum.