Chereads / Terjerat Cinta Kontrak / Chapter 14 - Gairah yang Membara

Chapter 14 - Gairah yang Membara

Entah apa yang akan dilakukan oleh Adrian jika melihat pemandangan yang saat ini terjadi.

Di dalam dapur di toko kue nenek Yose, Yose dan Lara sedang membereskan dapur yang kemarin sempat telantar karena nenek Yose tiba-tiba pingsan di dapurnya.

Lara membersihkan lantai yang kotor penuh dengan adonan kue tersebut. Sementara Yose membereskan peralatan dapur yang belum sempat dicuci oleh neneknya.

Jika diingat lagi—dia dan neneknya tinggal di toko kue itu sejak Yose masih kecil. Atau lebih tepatnya ketika ibunya meninggalkan Yose dengan lelaki lain.

Penuh kenangan dalam toko itu, termasuk bayangan Yose yang saat itu menangisi kepergian ibunya yang tanpa mengatakan apa-apa padanya terlebih dulu.

"Pak Yose." Lara membuyarkan lamunan Yose yang saat itu sedang memandangi toko neneknya yang saat ini tutup sementara.

Yose menoleh dan melihat wajah Lara kotor. Ia mengusapnya dengan tangan Yose, kemudian ketika Yose sadar dia langsung meminta maaf pada Lara karena dia telah lancang lagi.

"Sepertinya itu sudah menjadi kebiasaan Anda," ucap Lara sambil terkekeh.

"Tidak, saya tidak akan melakukannya pada sembarangan orang."

Keduanya mendadak diam setelah Yose mengatakan hal itu barusan.

"Oh ya, sebaiknya panggil aku Yose, karena kita sedang berada di luar sekolah," ucap Yose.

"Apa karena saya lebih tua dari Anda?" tebak Lara.

"Saya tidak pernah berpikiran seperti itu, saya hanya ingin kita berbicara dengan bebas saja."

Lara mengulum senyumnya.

"Oke, Yose." 

Yose pun tergelak sementara Lara menutupi mulutnya karena juga tertawa. Entah apa yang lucu tapi dia saat ini sangat senang karena bisa menikmati waktu berdua dengan Yose.

Usai membereskan dapur Yose mengajak Lara untuk duduk di meja yang ada di depan etalase kue. Ia mengambil minuman yang ada di dalam kulkas dan meletakannya di atas meja untuk Lara.

Keduanya saling melempar pandang ke sembarang arah, asal tidak bertemu pandang satu sama lain. Karena rasanya sangat canggung sekali jika mereka berdua saling bertatapan di suasana seperti ini.

"Toko ini sepertinya sangat berarti untuk nenek kamu, ya?" tanya Lara. Dia sudah menggunakan bahasa informalnya pada Yose.

"Benar, karena nenekku bisa meneruskan hidup karena toko ini," jawab Yose.

"Maaf—tapi bagaimana dengan ayah atau ibumu?"

Yose diam, ia menatap wajah Lara. Ekspresi wajah itu menjadi berubah, seperti wajah yang memendam rasa sakit selama ini.

"Kalau kamu tak mau menceritakannya, kamu bisa tidak menjawabnya."

Yose terkekeh.

"Aku mau menceritakannya, meskipun ini sangat memalukan." Yose menarik napasnya dalam-dalam. "Ayah dan ibuku bercerai, lalu ketika umurku tujuh tahun ibuku pergi dengan duda beranak satu."

Lara dapat merasakan kesedihan dalam wajah Yose saat ini.

"Dan yang membuatku marah adalah pasti ibuku sangat bahagia dengan kehidupan barunya. Dan anak dari si duda itu, pasti dia sangat senang karena mendapatkan seorang ibu setelah wanita tersebut meninggalkan anak kandungnya waktu itu."

Lara masih diam, ia tak tahu bagaimana caranya menghibur Yose.

"Sepertinya sangat menyedihkan, kita bisa membahas masalah lain sekarang," ucap Lara buru-buru.

"Bagaimana dengan istri kamu? Apa kehamilannya lancar-lancar saja?" Akhirnya Lara bertanya masalah itu pada Yose.

"Baik, dia kuat," jawab Yose.

"Syukurlah." Lara meneguk minumannya dengan susah payah, dia ternyata tak bisa berpura-pura untuk baik-baik saja ketika mendapatkan jawaban itu dari Yose.

"Tapi aku ingin menceritakan masalah ini padamu," ucap Yose lagi.

"Apa?"

"Aku dan istriku, sebenarnya menikah di atas kontrak. Dan sebelum ia menikah denganku dia hamil dengan mantan kekasihnya. Kupikir aku harus memberi tahumu yang sebenarnya," kekeh Yose.

Lara masih tidak percaya dengan apa yang dia dengar saat ini. Rahangnya sempat terbuka dan lupa ia katupkan karena terkjut mendengar hal itu dari Yose.

Jadi anak yang dikandung istrinya adalah bukan anak Yose?

"Apa kamu mencintainya?" tanya Lara.

Yose menggelengkan kepalanya dengan mantap. "Aku menyukai wanita lain," jawab Yose. 

Lara kecewa dengan jawaban dari Yose.

"Siapa? Apa aku mengenalnya?"

Yose mengangguk, kemudian dia tersenyum. Ia menatap wajah Lara, begitu lekat sampai Lara mulai sadar jika wanita yang disukai oleh Yose adalah dirinya.

"Jangan katakan—kalau kamu menyukai—"

"Maaf, aku seharusnya tidak memiliki perasaan ini untukmu. Tapi aku tak bisa menahannya lagi. Semakin hari ketika kita berdua bertemu, aku tak bisa menyembunyikan perasaan ini untukmu. Aku merasa nyaman denganmu dan aku—"

"Aku juga menyukaimu," potong Lara.

Diam, hening. Ruangan itu tiba-tiba menjadi sunyi ketika kedua orang itu saling mengungkapkan perasaannya masing-masing.

"Andai saja kamu tahu, kalau aku tidak bahagia dengan pernikahanku. Aku sangat tersiksa karena suamiku sering memukulku dan cemburu tak jelas dengan teman-temanku. Makanya selama ini kamu selalu melihatku sendirian di sekolah."

"Tapi—setelah aku bertemu denganmu. Rasanya sangat berbeda, kamu sangat tulus. Dan lebih anehnya, aku juga merasa nyaman jika berada di dekatmu."

"Aku kemarin sempat menghindar, karena aku takut perasaan ini akan melewati batas. Tapi ternyata aku tak bisa menahannya." Lara tersenyum samar kemudian menatap wajah Yose.

"Jadi—selama ini bekas biru di tangan dan wajahmu adalah bekas dari suamimu? Bukan terjatuh?"

Lara menganggukkan kepalanya.

"Bagaimana bisa dia melakukan hal ini padamu?"

"Makanya aku sempat merasa iri ketika kamu mengatakan jika kamu baru saja merawat istrimu."

Momen itu membuat keduanya semakin dekat, apalagi ketika antara Lara dan Yose mengungkapkan perasaan masing-masing.

Dan saat ini—tak ada yang bisa dilakukan keduanya karena mereka sudah memiliki pasangan masing-masing.

Sebuah panggilan telepon dari Reina mengejutkan Yose dan Lara yang kala itu tengah tenggelam dengan lamunan masing-masing.

'Kamu ada di mana?' tanya Reina.

"Masih di toko nenekku, kenapa?"

'Belikan aku pizza kalau kamu dalam perjalanan pulang, atau aku akan menjemputmu di toko kue nenek kamu sekarang?'

Yose sontak berdiri karena terkejut.

"Tak usah, aku akan membelikanmu ketika pulang," cegah Yose.

'Baiklah kalau begitu.'

Lara memadangi Yose, kemudian terkekeh. Entah mengapa Yose sangat unik. Meskipun pernikahan mereka hanya kontrak, tapi Yose sangat perhatian dan takut pada istrinya itu.

"Aku akan mengantarkanmu pulang sekarang," ucap Yose. Ia mengambil jaketnya, kemudian mulai mematikan lampu yang ada di dapur.

Sementara itu Lara sudah berdiri dan menunggu lelaki itu keluar dari dapur.

"Ayo," ajak Yose.

"Yos," panggil Lara.

"Iya, kenapa?" Yose menoleh dan melihat Lara masih berdiri di belakangnya langsung ia hampiri.

Lara tiba-tiba memeluk Yose ketika lelaki itu sudah ada tepat di depannya.

Yose tak bisa menolak pelukan itu. Ia memang sempat terkejut ketika mendapat perlakuan itu, tapi tak lama tangannya terbentang kemudian ia mengusap puncak kepala Lara sangat lembut.

"Ternyata sangat nyaman," ucap Lara, ia menyandarkan kepalanya di dada bidang Yose.

"Benarkah? Aku tak pernah tahu."

Lara mengurai pelukannya, kemudian dia menengadahkan wajahnya dan menatap Yose dengan pandangan putus asa.

Ia kemudian memiringkan wajahnya kemudian mendekati wajah Yose. Lara mencium bibir Yose sangat lembut, Yose memejamkan matanya menikmati ciuman yang saat ini diberikan oleh Lara.

Tangannya melingkar di pinggang Lara, seakan dia tak peduli jika ada yang melihat mereka saat ini.

Bahkan ciuman itu berubah menjadi panas ketika Yose menurunkan kecupannya di leher jenjang Lara. Ia mengecupi dan menggigitnya kecil-kecil.

Kemudian dia menatap Lara dengan mata yang sayup.

"Sepertinya aku harus berhenti, aku tak mau melakukan hal gila lainnya di sini," ucap Yose.

Lara mengangguk. Dan memeluk tubuh Yose lagi sebelum ia pergi.

"Kamu langsung pulang saja, karena aku tidak mau kalau sampai suamiku tahu keberadaan kamu." Lara berjalan menjauhi Yose, ia hendak meraih handle pintu tapi ia berlari ke arah Yose dan megecup bibir itu lagi.

"Kuharap kita bisa sering bertemu setelah ini," ucap Lara dengan lirih.

Yose mengangguk kemudian menatap kepergian Lara dari toko neneknya.

**

Yose meletakkan satu kotak pizza di atas meja makan. Ia tidak melihat Reina ada di dalam rumah, bahkan mobilnya juga tidak ada di pekarangan rumah.

Ke mana wanita itu pergi?

Namun setelah dua puluh menit berlalu. Reina datang dengan sekotak pizza di tangannya.

"Aku sudah membelikannya untukmu," kata Yose.

"Kamu lama jadi aku keluar sendiri."

"Maaf."

"Tadi aku ke toko kue nenekmu, tapi sepertinya ada pelanggan yang keluar dari sana."

Wajah Yose menegang, pasti dia adalah Lara. Jangan-jangan Reina tahu kalau Yose ada di sana tadi.

"Oh—dia tidak tahu kalau toko nenekku sedang tutup," jawab Yose gugup.