Yose diam di sepanjang perjalanan menuju ke sekolah. Dia banyak memikirkan hal di dalam kepalanya, termasuk bagaimana agar Reina nanti tidak jadi ikut ke acara study tournya.
"Kamu kenapa diam?" tanya Reina. Ia melirik ke arah lelaki itu, matanya memandang ke arah depan tapi jelas pikirannya itu entah ke mana.
"Oh—buka apa-apa," jawab Yose.
"Apa gara-gara aku mau ikut study tour denganmu?" tebak Reina. Awalnya dia hanya bercanda, tapi melihat Yose yang diam dia langsung bisa tahu jika tebakannya tadi adalah benar.
Wajah Reina merengut, seakan tak suka jika ditolak oleh Yose seperti saat ini.
"Kupikir karena kamu hamil, kamu harus di rumah. Karena aku takut terjadi apa-apa padamu."
Reina berdecih. "Bukankah lebih menyeramkan jika meninggalkan aku sendirian?"
Yose terdiam.
Sudahlah, berdebat dengan Reina tak akan ada habisnya. Yang ada malahan Yose keceplosan dengan apa yang ia lakukan akhir-akhir ini dengan Lara.
Sebentar lagi mobil mereka sampai di area sekolah. Tanpa sengaja Yose melihat bayangan Lara yang baru saja turun dari bus.
Matanya tak bisa berpindah dari bayangan wanita yang akhir-akhir sudah menguasai pikirannya itu.
Reina yang melirik ke arah Yose, mengetahui kalau suaminya itu sedang melihat ke arah seorang wanita.
"Dia siapa?" tanya Reina dengan nada ia buat sewajarnya.
"Dia—guru di sekolahku. Dia yang paling baik di antara guru yang lainnya."
"Oh, jadi kamu suka padanya?" tebak Reina lagi.
Wajah Yose pun menegang kemudian menatap Reina.
"Bercanda, aku hanya bercanda," bisik Reina, meski dirinya tahu kalau tebakannya itu lagi-lagi benar.
Yose tertawa hambar. Ketika mobil sudah sampai di depan pintu gerbang sekolah. Ia melepaskan sabuk pengamannya kemudian pamitan pada Reina.
"Hati-hati di jalan," ucap Yose.
Reina tak akan meminta lebih seperti pasangan suami istri yang lain. Meninggalkan kecupan hangat di pagi hari sebelum pergi.
Namun yang Reina minta hanyalah Yose menatapnya sebelum pergi. Tetapi Reina tak bisa berharap lebih.
Seketika mobil melaju meninggalkan Yose, tapi lelaki itu tak lekas masuk ke dalam.
Dia menunggu di gerbang masuk dan menunggu Lara.
Reina yang penasaran dengan apa yang ada di dalam kepalanya kini langsung memundurkan mobilnya lagi ketika melihat wanita yang dilirik Yose sejak tadi sudah masuk ke gerbang sekolah.
Lalu mobil itu pun berhenti tepat di depan gerbang. Dan terkejutnya Reina ketika melihat Yose sedang tertawa dengan Lara. Tertawa yang bahkan tidak pernah Yose lakukan padanya selama pernikahannya ini.
"Jadi benar dugaanku," gumam Reina.
Seharusnya Reina tak cemburu. Seharusnya Reina tidak marah karena melihat Yose tampak dekat dengan wanita lain. Karena dia tidak menyukai lelaki itu. Ya benar, Reina tidak menyukai lelaki itu. Jadi mengapa dia harus kecewa?
"Siapa sih wanita itu," gumam Reina.
Sementara itu Yose berjalan dengan Lara sampai menuju ruang guru. Mereka membicarakan banyak hal termasuk masalah study tour nantinya.
"Istriku akan ikut nanti," ucap Yose tak enak.
"Dia akan tidur di hotel yang sama dengan kita."
Lara tersenyum. "Mungkin karena dia hamil, jadi dia ingin perhatian yang lebih dari suaminya," sahut Lara.
"Kenapa harus bilang seperti itu, aku jadi tak enak," gumam Yose.
Lara duduk duluan di mejanya. Namun Yose tiba-tiba dipanggil oleh seorang guru.
"Pak Yose, bisa kita bicara sebentar?" tanya guru tersebut. Yose yang hendak duduk tak jadi karena harus mengikuti ke mana guru itu mengajaknya bicara.
"Ada apa ya?" tanya Yose penasaran.
"Saya tahu Anda masih baru di sini. Dan saya tahu Anda pasti tidak tahu kasus yang pernah terjadi di sekolah ini," ucapnya berbelit-belit.
"Lalu?" tanya Yose.
"Saya harap Anda tidak mempermalukan pihak sekolah dan diri Anda sendiri. Saya tahu kalau Anda sudah menikah—jadi saya mohon untuk sedikit menjaga jarak ketika di sekolah. Apalagi dengan Bu Lara."
Yose terdiam. Apakah sikapnya selama ini terlihat begitu mencolok?
"Baik," jawab Yose.
Ia memandangi guru yang bernama Galih itu kemudian masuk ke dalam ruang guru. Yose menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. Bingung sekaligus tak tahu harus bereaksi apa.
"Kenapa dia bisa tahu," gumam Yose.
**
Reina melemparkan tasnya ke sofa yang ada di dalam ruangannya. Hingga membuat Indra yang sedang membuka pintu ruangannya terkejut.
"Kamu kenapa?" tanya Indra.
Bukannya menjawab, Reina malah menyandarkan kepalanya di kursinya kemudian memijat pelipisnya, sangat pusing.
"Kalau pusing lebih baik pulang," ucap Indra lagi tapi langsung mendapatkan lirikan tajam dari Reina.
"Apa aku salah?" Indra menaikan kedua bahunya dan tersenyum meledek pada Reina.
"Ndra, menurut kamu—" Reina ragu hendak mengatakan sesuatu pada Indra. Bukan tak percaya pada lelaki itu tapi malu.
"Kenapa? Ada apa?" tanya Indra yang tampak lebih antusias daripada Reina sendiri.
"Begini—kamu kan lelaki … kalau kamu nyaman dengan seorang perempuan apa itu ada kemungkinan kalau kamu menyukai wanita itu?" tanya Reina begitu hati-hati agar tidak ketahuan oleh Indra.
"Kenapa? Suami kamu seperti itu? nyaman dengan wanita lain?"
"Bukan! Sudahlah jawab saja pertanyaanku."
"Kalau aku pribadi sih iya, wanita yang dapat membuatmu nyaman itu—lebih dari segalanya. Aku susah mendapatkan wanita seperti itu."
Reina terkekeh.
"Bukannya susah, tapi kamu sendiri memang tidak suka dengan wanita kan?"
"Jangan sembarangan."
"Oh ya, supplier daging di restoran kita menaikkan harga, bagaimana? Apa kamu mau mencari supplier yang lain atau tetap dengan mereka?"
"Memangnya berapa persen mereka menaikkan harga?"
"Empat puluh persen."
"Gila!" rutuk Reina.
"Ya, mereka memang gila. Katanya mereka kesulitan mendapatkan sapi terbaik jadi melakukan hal ini."
"Apa kamu memiliki pilihan lain selain mereka? Kita cari daging yang lebih murah tapi kwalitas tetap sama."
Indra diam, berpikir. Memang benar jika tetap menggunakan daging dari supplier lama mereka akan rugi karena harganya yang terlewat tinggi.
Tetapi mendapatkan supplier baru tidak akan menjamin jika daging tersebut bagus.
"Bagaimana kalau kita ke pasar dan mencari daging yang bagus, aku bisa sendiri mencarinya tapi kupikir kamu harus ikut."
"Boleh, sekalian aku ingin jalan-jalan."
"Tapi kamu hamil, memangnya tahan dengan bau daging?"
"Selama ada kamu kupikir semuanya akan baik-baik saja," ucap Reina acuh tak acuh. Dia memandangi layar di monitornya. Mencari tahu tentang supplier daging yang ada di kotanya.
Sementara itu Indra masih mematung di sana dan menatap wanita itu tengah fokus dengan kegiatannya.
"Stok soju bagaimana, Ndra? Kalau kita mengganti merk apa pelanggan akan keberatan?"
"Pelanggan lokal mungkin tidak akan mempermasalahkan, tapi untuk pelanggan asli orang Jepang pasti mereka akan protes."
"Benarkah?"
"Kenapa? Kamu juga akan menggantinya?"
"Tidak. Karena harganya tidak naik." Reina tersenyum. "Aku hanya bertanya padamu."