Beberapa jam sebelumnya …
Reina memasuki pasar daging, di mana ada banyak berbagai macam daging bergelantungan di sana dan sedang dipotong oleh pemilik toko.
Sesekali dia menahan rasa mualnya karena tidak tahan dengan bau anyir dan amis yang masuk ke dalam hidungnya.
Indra yang mengetahui hal itu menyuruh Reina untuk keluar saja dan menunggunya di mobil daripada ikut dan nanti muntah di pasar tersebut.
"Sudah, kamu lebih baik di mobil saja. Aku akan kembali, nanti aku akan menghubungimu untuk kecocokan harga," kata Indra meyakinkan Reina.
"Lebih baik seperti itu," gumam Reina.
Dia tak akan menyangka jika hasilnya benar-benar akan seperti itu. padahal dalam bayangannya dia akan sibuk memilih mana daging yang bagus dan harganya bersahabat dengan restorannya.
Reina pun akhirnya terpaksa masuk ke dalam mobilnya lagi dan menunggu Indra di sana.
Beberapa puluh menit dia menunggu Indra. Reina iseng dan ingin menghubungi suaminya, Yose.
Reina: Masih mengajar?
Yose: Aku sedang di UKS.
Reina: Kenapa?
Yose: Muridku terjatuh dari atas gawang.
Reina langsung memutar bola matanya. Dia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya yang akan menimpa lelaki itu.
Reina: Apa ibunya akan datang?
Yose: Tentu saja, karena dia sangat mengkhawatirkan anaknya.
Reina: Kalau dia marah-marah padamu lawan dia, jika dia marah padamu kamu harus membela diri kamu.
Yose: Buat apa? Lagian mana mungkin dia memarahiku, lagipula ini bukan salahku.
"Bodoh!" umpat Reina. Dia tak bisa menahan emosinya. Hingga akhirnya dia meminta Indra untuk cepat menyelesaikan pekerjaannya.
Untung saja Indra menemukan supplier yang cocok dengan harga yang diminta oleh Reina. Dan mereka bersedia mengirimkan setiap tiga hari sekali atau pun setiap saat jika restorannya kehabisan stok.
"Mau ke mana kita?" tanya Indra dengan napas yang tak teratur, gara-gara dia buru-buru masuk ke dalam mobil.
"Ke sekolahan suamiku, dia mendapatkan masalah. Jadi aku harus ke sana."
Indra tertawa kecil.
"Kenapa?"
"Sayang suami rupanya," sahut Indra.
**
Reina masuk ke dalam kantin sekolahan Yose. Dia tidak membayangkan kalau kantin sekolahan suaminya tersebut sangat rapi dan bersih.
Bahkan lebih mirip seperti kafe untuk anak muda.
"Kamu biasanya makan dengan siapa?" tanya Reina.
"Dengan guru yang lain," jawab Yose gugup.
"Biasanya duduk di mana?"
Yose mencari tempat, lalu menunjuk di mana dia biasanya makan dengan Lara.
Sebentar lagi jam makan siang, pasti akan penuh dengan murid yang hendak makan.
"Kita makan di sana, aku akan membawakannya untukmu. Karena kamu—orang luar jadi aku harus membelinya sebelum kehabisan," kata Yose.
Dia langsung meninggalkan Reina yang masih berdiri dan mencari kursi yang bagus untuk duduk.
Begitu bel berbunyi banyak murid yang langsung datang memenuhi kantin. Ada beberapa guru yang juga ikut masuk termasuk Lara.
Reina memandanginya dari jauh kemudian tersenyum pada Lara ketika mata mereka bertemu pandang.
Sewaktu Yose membawa nampan berisi makanan, dia tak sengaja berpapasan dengan Lara.
Karena ada Reina di sana, Yose otomatis tak bisa menyapa terlalu lama. Sekadar tersenyum itu pun sangat sulit dilakukan oleh Yose saat ini.
"Kamu ambilah makananmu, aku akan menunggumu di sini," ucap Reina.
Meja cepat sekali penuh dengan murid dan guru. Namun sayangnya di mejanya tak ada yang mau duduk di sana, hingga akhirnya kursi itu pas sekali kosong untuk empat orang.
Begitu Yose kembali dan duduk di depan Reina, Lara kebingungan mencari kursi untuk dirinya sendiri.
"Duduk di sini saja." Ajak Reina dengan tersenyum.
Lara menatap Yose gugup, begitu juga Yose.
"Hanya di sini yang kosong," ucap Reina lagi.
Hingga mau tak mau Lara duduk di samping Reina. Dia makan dengan canggung apalagi tahu jika wanita yang ada di sampingnya itu adalah Reina, istri Yose.
"Besok aku ulang tahun, ajak kepala sekolah dan guru-guru yang lain untuk makan di restoranku. Aku akan mentraktir mereka makan," ucap Reina tiba-tiba.
"Tapi—"
"Kenapa? Apa perlu aku yang mengundang mereka?" tanya Reina.
"Ibu—juga datang saja." Reina tersenyum pada Lara yang sama sekali tak bisa menelan makanannya.
"Di sekolah, suami saya bagaimana Bu? Dia tidak merepotkan Anda, kan?" tanya Reina.
"Oh—tidak. Dia sangat baik," jawab Lara.
"Hmm, benar. Dia sangat baik sampai terkadang orang lain salah paham padanya."
UHUKKK!
Yose tersedak makanannya. Lara refleks memberikan air putih di gelasnya. Dan Reina meliriknya.
"Kamu sedang memikirkan apa? Kenapa bisa tersedak?" tanya Reina. Ia mengambil tisu yang ada di dalam tasnya kemudian diberikan pada Yose.
"Oh ya, kalau ibu yang tadi mencari gara-gara denganmu lagi, bilang saja padaku."
"Jangan—biar aku yang menyelesaikannya."
"Selesaikan apa? Ditindas seperti tadi?"
Lara yang tak enak, langsung pamit dan berdiri dari samping Reina. Mana bisa dia makan di antara pasangan suami istri itu.
Ketika Lara pergi, Yose memandangnya dengan kasihan. Reina menangkap pandangan itu kemudian tersenyum sinis.
"Apa kamu menyukainya?" tanya Reina tanpa basa-basi.
"Kenapa kamu bertanya seperti itu?"
"Dari tatapanmu terlihat jelas. Kamu boleh menyukainya, tapi jangan sampai ketahuan oleh orang lain dan aku," desis Reina.
Ia berdiri dan berlalu pergi. Meninggalkan Yose yang mematung di tempatnya duduk.
Rahasianya mengapa sangat cepat terbongkar padahal dia sudah sangat berhati-hati.
"Bodoh, dari tatapan matamu saja sudah terlihat kalau kamu menyukainya," gumam Reina.
Mengapa tiba-tiba perasaan Reina tak enak? Apakah dia cemburu pada guru perempuan tadi?
"Ndra kamu di mana?" tanya Reina.
"Aku sudah di depan sekolahan, kenapa? Apa kamu sudah selesai?"
"Sudah, aku lagi jalan ke sana," jawab Reina.
Di sisi lain, Lara melihat Reina dari kejauhan. Perasaan rendah diri itu muncul secara tiba-tiba.
Dia memandang bayangan Reina kemudian bayangan dirinya. Sangat kontras. Dari pakaian dan cara bicaranya saja sudah berbeda.
Reina sangat berani, dia tegas dan tidak takut pada apapun. Dia mandiri, memiliki restoran. Dan anak orang kaya.
Sementara dirinya? Istri yang dikurung oleh suaminya. Tak bisa melakukan apa-apa. Bahkan pakaiannya saja sudah menunjukkan betapa berbedanya dia dengan Reina.
"Kamu sedang apa?" tanya Yose pada Lara.
Perempuan itu terkejut dan langsung membalikkan tubuhnya.
"Bukan apa-apa," jawab Lara sambil tersenyum.
Di sudut lain, Arini berdecak kesal karena rencananya untuk membuat Yose berada di sisinya itu gagal. Malahan yang ada ibunya memarahi Yose habis-habisan tadi sebelum makan siang.
"Kaki kamu sakit dan kamu tak bisa mendapatkan hati guru itu," ledek teman Arini.
"Aku akan menggunakan cara lain," gumam Arini.
"Berhentilah berharap, apa kamu tidak melihat bagaimana menyeramkannya istrinya tadi?"
"Istrinya? Aku tidak takut tuh!"