Reina menarik kursinya, rasa lapar karena makan sedikit tadi siang tak bisa diabaikan olehnya. Ia mengambil nasi dan juga lauk lainnya tanpa bersuara.
Dia lebih banyak diam daripada sebelumnya, membuat Yose merasa aneh pada diri Reina.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Yose.
"Tidak, aku tidak baik-baik saja. Aku terluka dan kesepian." Suara Reina bergetar. Matanya mengambang basah dan membuat Yose merasa bersalah.
"Maaf, karena aku tadi sempat tidak percaya padamu. Tapi—aku percaya padamu, makanya aku membuat makan malam ini untuk merayakan ulang tahunmu."
Mata Reina sontak menatap Yose.
"Bahkan kamu tidak percaya padaku," desis Reina.
"Tapi aku sudah percaya sama kamu, jadi—jangan menangis dan makanlah."
Reina menyudahi air matanya. Entah mengapa harinya sangat berat hari ini. dia merasa ada sebuah beban yang menumpuk dalam hatinya dan membuat perasaannya tak enak.
"Kamu melakukan apa saja dengan Lara di sini tadi pagi?" Ini hanyalah tebakan, ya sebuah tebakan. Reina bukan paranormal yang bisa tahu apa saja, jadi naluri wanitanya bertanya pada Yose.
Yose diam.
"Kamu melakukan apa dengannya? Ah tunggu sebentar, aku tak memiliki hak untuk bertanya padamu mengenai hal ini kan? Aku lupa." Reina menyahutnya cepat-cepat agar tidak menimbulkan salah pahamnya pada Yose.
"Aku terlihat sangat buruk hari ini," desis Reina. Menyeka mulutnya dengan tissue, lantas dia berdiri dan masuk ke kamar.
Yose memandang Reina tak paham. Mengapa Reina perasaan hatinya berubah sangat cepat seperti ini.
Semua dari awal didasarkan bukan karena cinta bukan? Lalu—apa maksud dari kalimat Reina tadi? Ah sudahlah, lebih baik Yose membereskan makan malam itu dan gegas untuk tidur.
Dia sudah mengantuk dan tak sabar ingin bertemu dengan Lara besok pagi.
**
Reina sudah ada di ranjang ketika Yose masuk ke dalam kamar. Wanita itu tidur miring menghadap ke arah jendela. Matanya masih terbuka dan tak bisa tidur malam itu.
Entah apa yang dipikirkannya, tapi dia tak bisa tidur. apa karena efek kehamilannya juga?
"Kamu belum tidur?" Suara Yose mengejutkan Reina, wanita itu berbalik sebentar kemudian menatap ke arah jendela lagi.
Tak menjawab, dia berbalik saja itu sudah merupakan jawaban.
"Mau aku buatkan susu untukmu?" tanya Yose.
"Terserah."
Yose keluar dari kamar, kemudian membuatkan susu untuk Reina. Tak lama dia masuk lagi dan mengulurkan susu yang baru ia buat untuk istrinya tersebut.
"Kalau aku membuatmu tak nyaman, aku akan tidur di ruang tamu."
"Tidur di sini saja, aku baik-baik saja."
Yose menerima gelas kosong. Isinya langsung tandas diminum oleh Reina.
"Aku membencimu," ucap Reina tiba-tiba.
Yose menoleh ke arah Reina ketika dia hendak menarik selimutnya.
"Kenapa? Apa—kamu mau aku keluar dari sini."
"Tak usah."
"Aku—hanya membencimu saja. Entahlah." Haruskah Reina bilang saja kalau dia tak menyukai Yose berada dekat dengan Lara?
"Apa kamu menyukai wanita itu?" tanya Reina.
Keduanya malah duduk bersandar pada kepala ranjang. Namun mata Reina masih menatap jendela yang tersibak sedikit dan memantulkan cahaya dari luar.
"Hmm, iya. Aku menyukainya."
"Kenapa kamu menyukainya?"
Yose masih tak habis pikir, mengapa Reina harus menanyakan hal ini padanya. Apakah kepalanya baru saja terbentur sesuatu?
"Nyaman. Aku merasa nyaman berada di dekatnya."
Reina mengangguk paham.
"Kamu bisa menyukainya sepenuh hatimu, sesukamu. Tapi jangan sampai orang lain tahu. Apalagi mengetahui kalau kita hanyalah menikah karena kontrak."
Reina menarik selimutnya kemudian menenggelamkan dirinya di dalam selimut tersebut.
Namun sialnya, dia sama sekali tak bisa memejamkan matanya. Pikirannya kacau balau. Belum lagi rasa mual yang terus ia rasakan hari ini.
Bau-bau sedikit tajam sudah harus membuatnya ingin memuntahkan isi di dalam perutnya.
**
Yose masih terjaga, dia membaca komik dari ponselnya sampai jam satu pagi. Sesekali matanya melirik Reina yang bergumam lirih karena bermimpi buruk.
Keringat mengembun di keningnya, membuat Yose mengelapnya dengan tissue.
"Kamu bermimpi buruk lagi? Padahal ada aku," gumam Yose pelan.
Reina memiringkan tubuhnya menghadap Yose tanpa sadar. Ia kemudian memeluk lelaki itu dan berhenti bergumam seperti beberapa detik yang lalu.
Yose mengusap kepala Reina dengan lembut. Dipandangnya wajah wanita yang tengah hamil anak orang lain itu lalu tanpa sadar dia tersenyum.
"Kalau seperti ini kamu terlihat seperti kelinci, tapi kalau sudah bangun kamu seperti rubah liar," kekeh Yose.
Hidung Reina dan lalu turun ke bibirnya. Yose memandangnya tanpa sengaja tapi langsung ia alihkan pandangannya.
"Bisa-bisa dia marah kalau tahu aku seperti ini," gumam Yose.
"Aku tidak akan marah," sahut Reina membuat mata Yose membulat.
Reina membuka matanya lamat-lamat. Kemudian menarik tubuh Yose, dia menenggelamkan kepalanya dalam dada Yose.
"Aku ingin memelukmu malam ini," bisik Reina pelan. Barulah setelah itu, Reina bisa tidur nyenyak tanpa mimpi buruk.
**
Reina bangun terlebih dulu pagi itu padahal jam masih menunjukkan pukul lima pagi.
Dia terkejut ketika melihat dirinya sedang memeluk Yose seperti itu.
"Gila," desis Reina.
Tapi bukannya melepaskan pelukannya, Reina malah mengeratkan pelukannya pada Yose.
Ketika Yose membuka matanya, Reina memejamkan matanya dan berpura-pura tidur lagi. dia hanya ingin tahu apa yang akan dilakukan oleh Yose. Hanya itu.
Dan terkejutnya Reina ketika ia merasakan kalau anak rambutnya diselipkan di belakang telinganya oleh Yose.
"Belum bangun," ucap Yose dengan suara seraknya karena baru bangun tidur.
"Masih jam lima, apa aku tidur lagi?" Yose meraih ponselnya dengan susah payah. Lalu mengembalikannya lagi.
Dia tidak menolak ketika Reina masih memeluknya seperti itu. padahal dadanya terasa sedikit sesak dan dirinya jadi tak bisa bergerak dengan bebas.
"Ehmm, tidak. Aku harus bangun dan memasak sarapan pagi ini." Yose mencoba menyingkirkan tangan Reina, tapi wanita itu tak ingin melepaskannya.
"Aku tak mau sarapan, Yos," kata Reina.
Mata Yose melebar dan menatap ke arah Reina.
"Kam—kamu sudah bangun? Sejak kapan?" Yose terkejut, terdengar jelas dari nada bicaranya yang tergagap.
"Barusan, kamu berisik sekali." Reina membuka matanya. Dan mendongak menatap wajah Yose.
"Oh, maafkan aku, kupikir kamu terlalu nyenyak tidur."
"Hmm, aku memang sangat nyenyak tidur. Tapi aku bisa mendengarkan suaramu."
"Tidur lagi saja, kita bangun siang."
"Aku harus ke sekolah."
"Kalau kamu mau bekerja, bagaimana kalau kamu bekerja bersamaku di restoran?" tanya Reina.
"Sepertinya aku tak bisa."
"Oh iya, aku lupa kalau kamu ke sekolah karena ingin bertemu dengan wanita itu," balas Reina dengan nada yang kesal.
"Bukan seperti itu."
"Iya juga tidak apa-apa. Aku tidak bodoh Yose."
Reina memundurkan tubuhnya kemudian menyibak selimutnya dengan kasar.
"Aku membencimu Yose."