Chereads / Terjerat Cinta Kontrak / Chapter 10 - Kabar Bahagia

Chapter 10 - Kabar Bahagia

Lara memijat tangannya sendiri sampai Adrian menyadarinya. Ia melirik kemudian mengatakan hal yang membuat Lara semakin muak padanya.

"Jangan berlebihan, tangan kamu bahkan tidak berdarah, kan?"

Sudah dapat diduga jika Adrian akan mengatakan hal itu padanya.

"Iya dan kamu tak perlu memikirkannya," sahut Lara sinis.

Mobil yang dikendarai oleh Adrian ia tepikan tiba-tiba. Lara yang melihatnya merasa jika akan ada sesuatu terjadi padanya.

Dan benar saja, tangan Adrian langsung mencengkeram dagu Lara dengan keras sampai istrinya itu tidak berkutik.

"Kalau sampai aku menemukanmu bersama dengan lelaki lain, maka aku tak hanya akan membunuh lelaki itu tapi aku juga akan membunuhmu!" ancam Adrian. Dia membuang wajah istrinya itu sangat kasar.

"Kamu sudah mengatakan ini setiap hari, dan aku sudah mulai bosan."

"Kamu tak akan bosan kalau aku akan mendapatkan pekerjaan nanti," desisnya.

Mobil melaju lagi, dan tanpa Adrian tahu jika di belakangnya saat ini ada mobil Yose di belakangnya.

Lara yang tahu jika itu adalah mobil Yose meliriknya dari kaca spion. Dan entah mengapa dia tersenyum hanya ketika dia melihat mobil tersebut.

Mobil Yose menghilang ketika ada perempatan jalan, mobilnya berbelok ke arah kiri sedangkan mobil Adrian berhenti karena terhalang oleh lampu merah.

Lara menatap mobil itu sampai mobil itu benar-benar menghilang dari matanya kemudian memalingkan wajahnya lagi.

"Aku ingin ke toko kue yang biasa aku datangi, kamu bisa turunkan aku di sana," ucap Lara.

"Kue lagi?"

"Kenapa? Apa kamu juga akan cemburu pada nenek yang berjualan di sana?"

"Baiklah, aku akan menemui temanku sementara kamu ada di sana."

Lara diam. Lebih baik dia makan kue di toko kue nenek Yose daripada dia ikut Adrian bertemu dengan teman-temannya yang satu spesies dengan suaminya tersebut.

"Aku akan menjemputmu nanti," ucap Adrian ketika dia menurunkan Lara. Wajahnya terlihat dari kaca mobil yang sedikit ia turunkan.

"Aku akan pulang sendirian."

"Oke kalau begitu." Adrian melajukan mobilnya dan meninggalkan Lara yang sedikit pun tak memedulikan suaminya ketika dia melambaikan tangannya.

Lara masuk ke dalam toko kue nenek Yose. Dia tidak berharap akan bertemu dengan Yose saat itu, karena pasti lelaki itu sudah berada di rumahnya dengan istrinya yang tercinta.

Lara melihat lelaki lain yang tak lain adalah Gavin, sahabat Yose. Ia sedang membantu nenek Yose untuk memberikan kue pada pelanggan yang datang.

"Wah Nona cantik datang lagi," sapa nenek Yose ketika dia baru saja keluar dari dapur dan membawa kue yang baru saja matang.

"Saya ingin makan kue di sini," kata Lara.

Gavin langsung bergerak dan melayani Lara. Ia juga mengambilkan kopi untuk Lara sesuai dengan pesanannya.

"Nek, sepertinya aku harus mengucapkan selamat pada Yose setelah ini," ucap Gavin. Lara yang mendengar nama Yose disebut tanpa sadar menguping pembicaraan antara Gavin dan nenek Yose.

"Selamat untuk apa?"

"Nenek belum diberi tahu oleh Yose ya, kalau istrinya saat ini sedang hamil?" tanya Gavin pura-pura bodoh.

Padahal dia sudah tahu jika Reina sudah hamil bahkan sebelum menikah dengan Yose.

"Wah, benarkah?" tanya neneknya dengan takjub sekaligus senang. "Aku akan memiliki cicit kalau begitu," ucapnya dengan senang.

"Bagaimana kalau kita memberikan kejutan untuk Yose, Nek? Kita ke rumahnya nanti malam."

"Apa istrinya tidak apa-apa, kalau aku datang ke sana?"

"Tentu saja, nenek kan neneknya Yose, tak mungkin kalau istri Yose akan marah pada nenek."

Di sisi lain, Lara yang mendengarnya merasa ada yang aneh dengan hatinya.

Kecewa? Iri? Atau semacam itu.

Lara berdiri kemudian membayar makanan yang sudah ia pesan tadi. Rasanya nafsu makannya langsung menghilang ketika mendengar kabar itu.

"Lho sudah selesai yang makan?" tanya nenek Yose.

"Sudah Nek, saya masih ada pekerjaan di rumah soalnya," jawab Lara canggung.

Lara lantas pergi setelah pamitan dengan nenek Yose. Namun ketika dia hendak membuka pintu toko kue neneknya, ia melihat Yose sudah berdiri di depan pintu dengan tangan hendak meraih gagang pintu tersebut.

"Ibu Lara?" tanya Yose setengah terkejut dan sisanya senang.

Lara tersenyum kemudian dia mengucapkan selamat pada Yose yang tertegun begitu mendapatkan selamat pada Lara. Padahal dia belum mengatakan hal itu pada Lara, melainkan hanya dengan Gavin.

"Selamat Pak Yose, karena akan menjadi ayah sebentar lagi," ucap Lara.

Yose tidak tahu harus menjawab apa, atau bereaksi apa di depan Lara karena dia masih terkejut mendengar ucapan itu.

"Kalau begitu sampai jumpa di sekolah besok." Lara kemudian memilih jalan di sisi kiri untuk melewati Yose yang masih mematung di depan pintu.

Mata Yose kemudian memandang ke arah Gavin yang sedang melambai ke arahnya.

"Selamat ya! Mau jadi ayah sebentar lagi!" 

Entah mengapa ucapan selamat dari Gavin lebih terdengar seperti sebuah ledekan untuknya.

"Yose cucuku, nenek tak menyangka kalau kamu akan memberikan cucu pada nenek secepat ini," kata neneknya kemudian memeluk cucu satu-satunya tersebut.

"Ah, nenek Yose jadi malu nih." Tanpa neneknya tahu Yose memicikkan matanya dengan tajam pada Gavin karena sudah membocorkan hal tersebut pada neneknya.

Padahal niatnya dia akan memberi tahu sendiri pada neneknya dan ingin tahu bagaimana reaksinya. Namun sepertinya neneknya senang-senang saja dan tidak curiga dengan kabar bahagia tersebut.

"Nanti malam Yose akan ke rumah mertua Yose, nek," kata Yose.

"Wah, untung kamu bilang sekarang, padahal niatnya kami akan pergi ke rumahmu nanti malam."

"Untuk apa?" tanya Yose kecut.

"Untuk merayakan dong, memangnya mau apa lagi."

Yose duduk dan mengamati tempat duduk bekas Lara. Ia menyisakan sebagian kue di atas meja, padahal dia dikenal sangat menyukai kue buatan neneknya tersebut.

"Wanita tadi siapa?" tanya Gavin sambil berbisik.

Ia duduk di depan Yose yang sejak duduk di bangku itu malah melamun.

"Tadi? Guru di sekolahku bekerja, kenapa?"

"Oh kupikir kamu ada hubungan spesial dengan wanita itu," ucap Gavin asal.

"Hubungan apa memangnya?"

"Mana aku tahu, kan kamu yang merasakannya. Tapi dilihat dari wajah kamu—sepertinya kamu menyukainya ya," tebak Gavin.

Yose diam, tampaknya dia tak dapat menyembunyikan perasaannya di depan Lara. Gavin yang orangnya sangat tak peka saja tahu, lalu bagaimana dengan orang lain di sekolah?

"Bagaimana—kamu bisa menebaknya?"

Gavin bertepuk tangan dan bersorak sangat kencang hingga membuat nenek Yose menoleh ke arah mereka.

"Wah! Hebat! Kamu mengalami peningkatan rupanya."

"Tutup mulutmu, dan jawab saja pertanyaanku," desis Yose.

Gavin melipat tangannya dan menatap Yose dari atas sampai bawah dengan pandangan sok tahu.

"Aku kan sahabatmu—aku sudah mengenalmu sejak lama jadi mana mungkin aku tak tahu kalau kamu sedang jatuh cinta dengan seorang wanita."

"Cara kamu menatap, cara kamu berbicara—itu sangat berbeda."

Yose menelan ludahnya sendiri. Mungkin dia harus berhati-hati mulau besok agar guru lain tidak tahu dan Lara juga tentunya.

Dia takut kalau wanita itu akan menjauhinya karena perasaannya yang berada di luar batas itu.