"Aku harus membuktikannya. Aku tak yakin sengan perkataan Rachell semalam. Papi tak pernah datang mencariku, kalaupun ada keperluan yang sangat penting, dia pasti akan meminta ku menemuinya. Pasti ada yang tidak beres dengan semua ini", gumam Ardi di ruang kerjanya.
Dia tidak yakin dengan perkataan istrinya semalam. Seharian ini dia memikirkan dan memilah kata-kata Rachell. Dan dia baru menyadari sebuah kesalahan yang dia perbuat kemarin.
Tuuuutt .... Tuuuuut. ....
Klik ...
"Hallo ...",sapa seseorang di ujung telepon.
"Hallo ... Siang, Pi",jawab Ardi
"Ooo .. siang Ardi"
"Bagaimana kabar, Papi?"
"Kabar papi, baik-baik saja Ardi"
"Oiya, Pi. Ada perlu apa papi kemarin datang ke apartemen mencariku?"
"Papi? Mencari mu?"
"Ya, Rachell yang mengatakannya. Sehingga aku buru-buru pulang"
"Papi baru sampai dari Singapura pagi ini"
"Singapura?"
"Ya ..."
"Oooo... Ya, sudah kalau begitu. Jaga kesehatan papi"
Klik ...
Ardi menutup teleponnya dia terdiam sejenak dan memikirkan maksud dari semua ini. Tiba-tiba dia sadar akan sesuatu. Dia menyambar kunci mobilnya dan segera menuju kesuatu tempat.
Fortuner hitam tipe SRZ bermesin bensin 2.7 liter (2WD) meluncur membelah jalanan beraspal menuju kampung di selatan kota. Ya, tujuannya tak lain ingin bertemu dengan istri mudanya itu, Tania. Jaraknya yang jauh dari pusat kota, hampir satu jam dia mengemudikan mobilnya barulah akhirnya dia sampai dirumah Tania. Namun rumah itu sudah kosong dan tidak ada lagi seorang pun disana. Menurut tetangga disekitarnya, kemarin sore Tania dan neneknya dijemput sebuah mobil dan pergi entah kemana.
Cukup lama dia berdiam diri di dalam mobilnya. Dia tak tahu harus mencari Nia kemana, pertemuannya yang singkat kemarin tak memberi dia kesampatan bertanya apapun pada istri mudanya, bahkan juga nomor ponselnya. Dia benar-benar kehilangan jejak Tania.
"Bodoh sekali!! Kenapa aku sampai terjebak tipu daya Rachell kemarin. Seharusnya aku lebih cepat menyadarinya"
"Kemana aku harus mencarimu, Tania?"
Laki-laki bertubuh proporsional itu mengutuki kebodohannya. Dia benar-benar tak tahu lagi harus mencari Tania kemana. Akhirnya dia memutuskan untuk kembali kekantornya.
******
"Dimana kamu Rachell?",tanya Ardi diujung teleponnya.
"Aku sedang ada pemotretan di Bali. Ada apa, Ardi?"
"Apa maksudmu kemarin? Kenapa kamu berbohong soal papi? Dan kemana Tania dan neneknya kamu bawa?"
"Hahahahaha.... Sudah aku duga kamu akan mencari perempuan itu, Ardi"
"Jawab aku, Rachell!!!", Ardi kesal dibuatnya.
"Dia sudah aku amankan ditempat yang hanya aku yang tahu. Sebulan lagi aku sudah membuat janji dengan seorang dokter ahli untuk melanjutkan program IVF kita. Aku harap kamu bisa mengosongkan jadwalmu bulan depan Ardi"
Ardi mengepalkan tangannya diatas meja, hatinya kesal bukan main mendengar ucapan Rachell. Namun dia tak bisa berbuat apa-apa, hanya Rachell lah yang tahu dimana keberadaan Tania saat ini.
Braakkkk ....
Dia memukulkan tangannya kemeja keras-keras. Lalu dia menangkupkan kedua tangannya diwajahnya.
"Rachell, mempermainkan aku. Ya, Tuhan. .. kenapa aku begitu bodoh!",umpatnya dalam hati.
"Tania .... Kamu ada dimana sekarang ..."
Rasa sesal itu datang kepada Ardi. Rasa ketidakberdayaannya terhadap Rachell. Memang dia sangat mencintai perempuan sexy itu, namun entah kenapa saat ini ada rasa takut dan khawatir terhadap istri mudanya, Tania. Berhari-hari dia berusaha mencari Tania, namun sia-sia. Rachell mengawasi pergerakannya. Dia mengirimkan mata-mata untuk mengawasi peregerakan Ardi.
"Bagaimana keadaan dia sekarang? Bagaimana dengan hidupnya? Apa yang aku lakukan sebagai suaminya? Dimana tanggung jawabku sebagai laki-laki?", pertanyaan itu yang muncul di otaknya.
******
Satu bulan kemudian mereka datang kerumah sakit, menemui seorang dokter specialis ternama dikota. Mereka bertiga melakukan pemeriksaan kesehatan awal untuk program bayi tabung dan implant janin, ya .... bertiga, Rachell, Ardi dan Tania. Rachell masuk ke ruangan laboratorium terlebih dahulu. Beberapa pemerikasaan awal dilakukan terhadapnya.
"Mas Ardi ... Maaf aku terlambat", ucap Nia yang baru saja sampai dirumah sakit.
Ardi menoleh pada suara lembut yang memanggilnya. Tania muncul dari belakang. Dia langsung mengambil tangan suaminya dan mencium punggung tangan suaminya itu. Ardi menatapnya dengan mata berbinar, seolah begitu bahagia bertemu dengan istri mudanya.
"Kemana saja kamu selama ini?",tanya Ardi.
"Maaf mas, Mbak Rachell melarangku kemanapun. Dia mengawasi ku"
Ardi merangkulkan tangannya pada leher Nia lalu mencium pucuk kepala perempuan manis itu. Dia mengeluarkan sesuatu dari dompet nya, lalu menyobek sebuah kertas dan menuliskan sesuatu.
"Ambil ini!?", Ardi menyerahkannya pada Nia.
"Apa ini, Mas?"
"ATM ku. Ini kode PIN dan nomor penselku. Gunakanlah untuk kebutuhanmu sehari-hari. Aku belum sempat membuatkannya untukmu. Pakai saja ini, aku akan mengisinya setiap bulan"
"Tapi Mas..."
"Simpan lah, jangan sampai Rachell mengetahuinya"
Nia tak lagi protes, dia mengambil ATM itu berserta nota kecilnya lalu memasukkannya kedalam tas yang dibawanya.
Selama dua jam Rachell menjalani pemeriksaan. Lalu giliran Nia yang masuk kedalam. Satu jam kemudian dia keluar dan Ardi masuk setelah nya.
"Kamu boleh pergi sekarang!", ucap Rachell.
"Eeh..."
"Kamu tak dengar ucapanku? Aku bilang kamu boleh pergi sekarang. Aku akan hubungi kamu nanti jika semuanya sudah sekesai. Aku tak suka melihatmu berbicara sedekat itu dengan suamiku. Pergilah ... !!!", perintah Rachell.
"Tapi mbak ... Mas Ardi masih didalam. Aku belum pamit padanya", ucap Nia.
"Tidak perlu. Pergilah dan jangan muncul dihadapan ku ataupun Ardi jika aku tidak memerintahkanmu. Kamu paham itu perempuan kampung!!!"
"Ya, Mbak ... aku paham. Maaf merepotkan mbak Rachell. Aku permisi dulu. Sampaikan salam hormat ku buat Mas Ardi"
Rachell hanya diam tak menjawab perkataan Nia, matanya merah oleh amarah. Tania tak dapat membantah nya. Seorang pengawal membawanya keluar dan mengantarkannya kerumah. Tania hanya berdiam diri sepanjang perjalannannya kerumah. Dia memandang ATM dan kertas kecil yang diberikan suaminya tadi. Ada perasaan sedih dihatinya. Entah apa itu namanya. Yang jelas hatinya kini penuh sesak dan seperti rasa ingin menangis.
******
Satu jam kemudian Ardi keluar dari ruang laboratorium. Dia tak mendapati istri mudanya dimanapun.
"Dimana Nia?", tanya Ardi pada Rachell.
"Aku sudah menyuruhnya pulang. Untuk apa kamu mencarinya lagi. Kita belum membutuhkannya saat ini. Dan aku tidak suka kamu memberi perhatian khusus padanya. Pada perempuan kampung itu"
Ardi membelalakkan matanya, dia mendekat pada Rachell.
"Perlu kamu ingat Rachell. Sekarang ini, Nia juga adalah istriku. Jadi sangat tidak mungkin aku tidak memperdulikan nya. Dan harus kamu ingat juga bahwa ini semua adalah ide konyolmu itu. Dan aku harap kamu dapat menerima semua konsekuensinya"
Dengan kesal Ardi berjalan meninggalkan Rachell, perempuan itu bangun dari kursinya dan mengikuti langkah kaki Ardi menuju mobil. Sepanjang perjalanan mereka hanya terdiam membisu. Tak ada kata-kata yang keluar dari kedua bibir mereka, bahkan setelah sampai dirumah sekalipun.
******