Fortuner hitam kesayangan Ardi membelah jalanan kota, dia melajukan mobilnya tanpa tujuan. Entah kenapa dia malas untuk pulang malam ini. Sudah tiga puluh menit dia berputar-putar dijalanan. Perutnya pun sudah terasa lapar. Langit malam yang cerah membuatnya nyaman berada dijalanan malam itu. Dia memarkirkan mobilnya disebuah ruko penjual sate, di salah satu sudut kota.
Dia masuk kedalam ruko itu. Susana nya malam itu tidak begitu ramai, tempat itu adalah tempat favorit muda mudi jika malam minggu tiba. Tempatnya tak jauh dari taman kota. Selain enak harganya juga sangat bersahabat.
"Silakan duduk, pak. Mau pesan apa?", sapa seorang pelayan kedai padanya.
Ardi duduk lalu menoleh pada pelayan itu. Dua mata mereka bertemu, dan Ardi nyaris melompat dari bangkunya. Dia tak mempercayai apa yang dilihatnya malam ini. Tania. Salah satu istrinya yang selama ini dicarinya.
"Mas Ardi?"
"Tania. Sedang apa kamu disini?"
"Aku bekerja disini, Mas",Tania mendekati Ardi lalu mengambil tangan laki-laki itu dan mencium punggung tangannya.
"Bagaimana keadaanmu, Nia? Kenapa kamu harus bekerja disini?"
Nia tersenyum. Ardi merasa damai melihat senyuman manis perempuan halalnya itu.
"Maaf, Mas. Panjang ceritanya. Aku sedang bekerja. Oiya, Mas Ardi mau pesan apa?"
"Terserah kamu"
"Tampaknya Mas Ardi lapar sekali. Tunggu sebentar ya, Mas"
Nia mengambil daftar menu yang dia letakkan tadi. Saat dia hendak pergi Ardi menahan tangannya. Dia memandang tangan indah istrinya itu, sebuah cincin pernikahan yang masih melekat dijarinya.
"Kamu masih memakai ini, Nia?",tanya Ardi sambil tersenyum menatap Nia.
Perempuan lembut hanya menganggukkan kepalanya. Pipinya bersemu merah saat Ardi mencium punggung tangannya. Dia cepat-cepat kembali kedalam dan menyiapkan pesanan Ardi. Tak lama dia datang lagi membawakan pesanan Ardi dan meletakkanya dihadapan laki-laki yang dirindukannya itu. Lalu Tania kembali disibukkan dengan pekerjaannya.
Sebuah sepeda motor berhenti didepan kedai itu. Dito turun dan menghampiri Nia.
"Hi, Nia ... ",sapa nya.
"Hi, Dito...."
"Pekerjaan mu belum selesai?"
Nia menggeleng. Dito menarik sebuah kursi lalu duduk di hadapan Nia yang berdiri sambil memegang buku menu.
"Nanti malam aku jemput kamu, ya"
"Tidak usah repot-repot. Aku biasa pulang sendiri?",tolaknya lembut.
"Pulang jam berapa?"
"Kedai tutup jam sepuluh malam"
"Baiklah, aku jemput kamu jam sepuluh"
"Dito ... Aku ...",belum sempat Nia melanjutkan kata-katanya Dito mencolek ujung hidungnya.
"Jangan bandel. Bahaya perempuan pulang malam-malam sendirian. Oke. Jangan bilang tidak"
"Aku tak janji",jawab Nia sambil tertawa kecil lalu meninggalkan Dito yang cengengesan milihatnya.
Tania tidak sadar sejak tadi ada sepasang mata yang memperhatikan dirinya. Sepasang mata yang menatapnya tajam. Sepasang mata yang tak melepaskan pandangannya dari dirinya. Ardi meletakkan piringnya lalu pergi setelah membayar pesanannya tadi. Tania baru menyadari suaminya sudah tidak ada lagi ditemat duduknya, dia menebarkan pandangan keseluruh kedai. Namun dia tak menemukan sosok Ardi.
******
Pukul sepuluh malam kedai tutup, semua karyawan pulang satu persatu. Tania berjalan seorang diri. Tiba-tiba seseorang menarik tangannya.
"Mas Ardi!!", ucapnya terkejut.
"Mau kemana kamu?",tanya Ardi.
"Kedai sudah tutup. Aku mau pulang, Mas"
"Aku antar!!"
"Tidak usah, Mas. Aku ..."
"Aku ini masih suamimu, bukan. Ayo, naik", titah Ardi.
Tania tak bisa berkata apa-apa lagi. Memang benar mereka masih terikat dengan pernikahan yang sah dimata hukum dan agama. Ardi membukakan pintu mobil untuk Tania, lalu dia duduk dibelakang kemudi. Mobil kesayangan Ardi menembus dinginnya malam.
"Aku pikir Mas Ardi sudah pulang tadi", ucap Nia membuka obrolan.
"Aku menunggumu"
"Menungguku? Sejak tadi?"
"Hmmm..."
Nia menoleh pada laki-laki yang duduk disampingnya itu, matanya menatap penuh kerinduan. Dia menarik sedikit ujung bibirnya. Ardi tahu Nia sedang memandang nya, ujung bibir nya pun terlukis senyum yang sama.
Mereka sampai disebuah bedeng kecil dipinggir kota, tak jauh dari kampus tempat Nia kuliah. Bedeng berlantai dua itu memiliki sepuluh kamar, lima kamar di masing-masing lantainya. Mereka menuju kamar kedua dilantai dua.
Krek... Krek...
Cekreeeeekkk ..
Klik ... Seluruh kamar jadi terang benderang. Nia masuk kedalam kamar. Ardi mengikutinya dan dia menguci kamar itu. Dia menebarkan pandangannya kesemua sudut kamar. Kamar itu hanya berukuran empat kali enam meter. Dengan kamar mandi dan dapur kecil diujung nya.
"Kamu tinggal sendirian? Mana nenek?",tanya Ardi.
Nia terdiam sesaat. Dia menoleh ke arah suaminya.
"Nenek sudah tiada, Mas. Dua bulan yang lalu",ucapnya kemudian.
Ardi terkejut, ada sedikit rasa sakit diujung hatinya mendengar berita itu. Dia melihat airmuka Nia berubah sedih.
"Maaf, aku tidak tahu. Kenapa kamu tak memberitahuku, Nia"
"Maaf, Mas. Saat itu aku bingung harus berbuat apa. Aku benar-benar shock karena kepergian nenek"
Rasa bersalah makin menumpuk dihati Ardi. Airmata yang mengalir dikedua pipi perempuan halalnya itu membuat rasa ngilu diujung hatinya. Ardi tak tega melihat istrinya menangis. Dia mendekat dan menghapus airmata Nia dengan kedua tangannya. Menguatkan perempuan lembut itu.
"Mas Ardi mau kubuatkan sesuatu?",tanya Nia.
"Boleh. Terserah kamu saja"
"Tunggu sebentar ya, Mas"
Nia menuju dapur kecil disudut sebelah kamar mandi. Dia memasak air panas lalu menyiapkan cangkir, gula dan sehelai teh celup. Ardi memperhatikan sebuah meja kecil didekat pojok kamar. Disana ada sebuah laptop dan buku-buku kuliah Tania.
"Kamu kuliah lagi?",tanya Ardi sambil membolak-balik buku itu
"Ya, mas. Melanjutkan cuti dua semester kemarin. Ini Mas teh nya. Diminum mumpung masih hangat", Nia meletakkan secangkir teh di atas meja kecil.
Teh aroma melati kesukaan Ardi, dia menghirup aroma melati yang keluar dari uap panas teh itu. Menikmati seruput demi seruput manis dan hangatnya teh buatan istrinya itu.
******
Malam itu Ardi membantu Tania menyelesaikan tugas laporannya. Dia sangat menikmati kebersamaan nya dengan Nia, perempuan yang belum setahun ini dia nikahi. Dan baru kali ini mereka berdua bersama, menghabiskan waktu berdua. Berbagi tawa dan senyuman. Kebahagian terpancar dari wajah keduanya.
"Hoaamamm...", Nia menutup mulutnya karena rasa kantuk yang datang.
"Kamu sudah mengantuk?",tanya Ardi.
"Iya, Mas. Tapi ini belum selesai, besok pagi harus diserahkan"
"Tidurlah. Biar aku yang menyelesaikannya. Hanya tinggal menuliskan kesimpulan saja, bukan"
Tania mengangukkan kepalanya. Dia merebahkan tubuhnya diatas kasur kapuk tanpa ranjang itu. Rasa kantuk yang menguasainya itu tak bisa dia tahan, dalam waktu singkat dia sudah tertidur. Ardi melanjutkan pekerjaannya. Menuliskan kesimpulan pada tugas laporan Tania.
Bagi Ardi yang merupakan lulusan terbaik Oxport university dalam gelar master itu, hal ini bukanlah perkara sulit. Dalam waktu singkat dia bisa menyelesaikan bab akhir itu. Setelah membereskan semuanya dia mengambil selembar selimut dan menyelimuti tubuh istrinya. Lalu tidur dengan perasaan bahagia disamping perempuan halalnya itu.
******