"Silahkan minumannya..". Senyum Zagi hilang begitu tahu siapa pemilik suara itu.
"May, kamu kerja disini?". Maya mengangguk , agak risih mendapati tatapan Zagi padanya. Ia segera berlalu dari hadapan Zagi dan teman temannya. Sementara Zagi masih memandangi punggung Maya yang berjalna bergegas meninggalkan meja mereka, Didi yang berada paling dekat dengan Zagi bertanya heran.
"Lo kenal ama dia?"
"Kenal lah ... . Itu Maya, masa sih Lo ga tau? " jawab Zagi sambil tersenyum dan tak mengalihkan tatapannya ke arah Maya yang sedang melayani pelanggan lain di Cafe itu.
"Maya siapa?"
"Ingat ngga wakty kita dateng ke pesta nya Sinta? . Yang numpahin minuman ke baju nya Sinta .." . Didi tampak berpikir sejenak berusaha mengingat.
"Masa Lo ga ingat?". Didi akhirnya tertawa
"Ah iya, Gue inget. Yang waktu itu Lo bilang ada bidadari tak bersayap dan membuat Lo ga bisa tidur semalaman setelah melihatnya?". Zagi tampak tersipu malu. Ia mengangguk
"Gimana? Cantik kan? "
"Hm... boleh juga. Cantik sih, meskipun agak aneh ya cara berpakaiannya? ". Zagi terlihat kesal mendengar ucapan Didi. Ia bersungut sungut sambil mengaduk kopi yang dipesannya tadi. Tiba tiba, Vic yang sedari awal datang hanya diam, berdiri.
"Aku pulang duluan ..". Ujarnya singkat. Tanpa meminta persetujuan Zagi dan Didi, Vic berjalan keluar Cafe.
"Vic, nantu malam kuta kerumah Lo ! " seru Didi. Vic hanya mengangkat jempolnya keatas tanpa menoleh ke belakang. Dia memang selalu seperti itu. Beberapa orang wanita yang juga sedang menikmati menu sore di Cafe iru tampak meliriknya lalu mulai bergosip ketika melihat wajah Vic tampak acuh tak acuh meninggalkan Meja dan berlalu tanpa membalas senyum yang dilemparkan padanya. Aura dingin yang ditimbulkan oleh sikapnya membuat merinding sekaligus Mempesona.
...
Di belakang meja Pelayanan Cafe.
"Jadi itu yang namanya Vic?" . Maya mengangguk, tangannya sibuk mengelap gelas yang baru saja dicucinya. "Kamu tak pernah cerita kalau wajahnya setampan itu ...". Maya mendongak, menatap Andini tak percaya. Tampan? dia bahkan baru sekali melihat Vic. Bagaimana Andini bisa setakjub itu melihat sesosok pria jangkung yang berjalan keluar Cafe dengan angkuh.
"Andini ..itu meja nomer 11 ada yang perlu diberesin.". Hening. Sekali lagi Maya menoleh, dan dia makin greget melihat Andini masih menatap ke arah yang sama, arah dimana bayangan Vic menghilang dalam keramaian di depan Cafe. "Andini ... "
"Iya iya .. aku akan segera kesana. Kamu mah ih, ga peka banget deh. Ga bisa liat orang seneng." Sungut Andini sembari melangkah menuju meja nomer 11 yang baru saja ditunjuk oleh Maya. Maya menggelengkan kepala nya, /Apanya yang menarik dari pria dingin seperti itu?/ ...
...
/Kalau diperhatikan .. memang sih dia luamyan juga. Tapi sikap nya itu aneh. Duduk menyendiri seperti itu setiap hari, apa tidak menakutkan?/
"Eh gadis ekor kuda, sini Lo !". Sebuah suara keras yang datang tiba tiba membuat Maya menoleh. Sinta dan dua temannya berdiri angkuh di tangga. Tak terlalu jauh dari tempat Maya berdiri memperhatikan Vic dari jauh.
"Lo ngapain merhatiin Vic?. Naksir ya sama dia? . Lo tuh harusny ngaca .. Lo siapa, Vic siapa .." cecar Ghea.
"Ya ga mungkin kesampaian lah Ghe .. liat aja dandanannya norak begini, mana mungkin Vic mau ngelirik" timpal Bella tajam. Ketiga nya tertawa cekikikan. Sementara Maya yang sudah terbiasa menghadapi kejadian seperti itu tampak santai. Dia bahkan tersenyum, membuat Sinta dan geng nya merasa makin kesal karena tak berhasil memancing emosi Maya.
"Sudah bicara nya? Kalau gitu silahkan minggir, saya mau lewat ..". Lalu dengan sedikit mendorong tubuh Sinta yang menghalangi jalan menuju tangga, Maya melenggang santai.
...