Andini masih sibuk membenarkan riasannya ketika Maya tiba di rumah. Maksudnya, Rumah yang mereka sewa bersama. Sejak memutuskna bekerja paruh waktu sejak 1 tahun yang lalu, Maya dan Andini sepakat menyewa sebuah rumah sederhana ya g tidak terlalu jauh dari Cafe dimana mereka bekerja. Keduanya sama sama berasal dari Keluarga dengan kemampuan finansial yang bisa dibilang kurang beruntung. Untuk membantu keluarga nya, Andini bahkan rela tidak melanjutkan kuliah nya, hanya bisa bersyukur bahwa dia mendapatkan beasiswa dari orang tua angkat sewaktu di SMA dulu. Adik adiknya menjadi tanggungan kedua setelah Ibu nya. Ayahnya sudah meninggal, dan sejak saat itu dia lah yang menjadi tumpuan harapan keluarga. Ibu nya sudah sering sakit sakit an sepeninggal Ayah nya. Untuk kebaikan bersama, mereka memutuskan pulang kampung. Baiklah, alasan utama nya dalah untuk menghindari biaya pengobatan yang cenderung lebih mahal jika di kota besar seperti Jakarta. Di Kampung, masih ada saudara yang bisa mereka mintai tolong dan biaya kehidupan disana relatif lebih murah. Andini bahkan tak pernah mengambil jatah libur selama Maya mengenalnya. Dia benar benar wanita pekerja keras.
Banyak hal yang bisa Maya pelajari dari Andini. Mulai dari kemandiriannya, sifatnya yang ramah, terlalu ramah malah sampai kadang Maya khawatir dia akan mudah digoda lelaki hidung belang diluar sana. Dan Andink memiliki Impian sederhana. Ia hanya ingin menikah dengan Leaki kaya dan baik hati yang mau membantu dia dan keluarga nya, sehingga dia tak perlu lagi bekerja keras demi menghasilkan sedikit uang untuk belanja kebutuhannya sehari hari. Ia selalu Optimis, bahwa pasti ada Lelaki baik hati dan Kaya diluar sana yang sedang menunggunya duduk di Pelaminan. Untuk itulah, setiap kali dia berpacaran .. dia akan cenderung memilih teman kencan nya. Memilih yang lumayan Tajir, sehingga dia bisa mendapatkan sedikit kebahagiaan untuk belanja diluar biaya tagihan bulanan keluarg nya di kampung.
Untuk orang lain, itu tampak konyol, bodoh, dan memalukan. Tapi Maya tak pernah protes. Bagaimanapun, Andink adalah sahabat terdekatnya yang paling baik. Dia yang akan selalu menjadi Penyemangat untuknya saat berada jauh dari keluarga. Demi Impiannya menjadi seorang Programmer. Sejujurnya Maya tidak suka bekerja dibawah tekanan, jadi menjadi Network Enginer ataupun Programmer adalah pekerjaan yang baik dan mendapatkan gaji tinggi ketika nanti dia berhasil mendapatkannya. Dan iru bisa dikerjakan tanpa harus berada di bawah perintah seseorang.
"Sudah pulang May ..?". Maya tak menyahut. Dia merebahkan tubuhnya di sofa usang yang ada diruangan kecil itu. Matanya tampak terpejam. Kelelahan nampak jelas di wajahnya. Andink mengabaikan Maya, dia kembali lagi melukis alis nya. Dia ada janji kencan di akhir minggu ini, jd sepulang kerja dia tak berniat pulang lebih awal nantinya. "Aku nanti pupang nya malam ya May, Toni ngajak aku dinner sama orang tuanya.". Toni adalah pacar baru Andini yang kabar nya merupakan anak dari seorang pejabat Pemerintahan di kota itu, dan dompetnya cukup tebal.
" Dinner?"
""Iya .. ah tadi aku juga udah bilang ke bu Bos kalau mungkin awal minggu depan aku bakal ijin selama beberapa hari". Maya tak jadi terlelap. Dia duduk dengan segera. Tampaknya ada yang belum Andink ceritakan ke dia
"An .. Lo serius sama Toni?" . Andini tersenyum manis padanya. Dia mengangguk. "Kamu yakin kalau ..semua akan baik baik saja?" . Sejujurnya Maya khawatir mengingt meskipun Toni mencintai Andini, dia mudah main tangan. Dan Maya tak mau Andini sampai salah mengambil keputusan menikahi pria yang mudah emosi seperti Toni.
"Toni sungguh sungguh mau ngenalin aku ke orang tua nya May, dia bahkan mau bertanggung jawab dengan beban keluargaku kalau nanti kami menikah" . Dan itu yang menguatkan alasannya menerima Toni.
"Tapi dia .."
"Apa? ..Kasar? Suka main tangan? . Itu karena dia terlalu posesif May. Tapi aku yakin nanti setelah kami menikah, dia tak akan pernah jadi Pria yang menyebalkan seperti yang sering kamu katakan padaku setiap kali aku cerita tentang dia hhe" . Maya memeluk Andini, tiba tiba dia merasa mellow.
"Kamu jangan cepet nikah donk .. nanti aku sama siapa kalau kamu nikah?". Andini mencubit hidung mancung Maya. Pipi Maya sampai merah menahan sakit
"Anak cantik .. makanya cepetan punya pacar sana. Biar kamu juga bisa ngrasain gimana rasanya diperhatikan". Maya bersungut. Dia melepaskan tangan Andini dan mengambil gelas lalu berdiri disamping Dispenser. Belim berniat untuk meminum air di dalam gelas itu.
"Dikampus ga ada yang cukup memikat untuk dilirik" ucap Maya asal. Dia memainkan gelas di tangannya
"Masa sih?" . Andini kembali menggoda nya.
"Udah sana kalau mau berangkat .. nanti telat lho" Usir Maya jengah.
"Kenapa kamu ga coba nerima Zagi aja? kalau aku lihat .. dia bener bener suka lho sama kamu". Maya mencibir
"Gue ga ada rasa sama dia . Bawaannya emosi terus tiap kali dia deketin gue" .
"Kalau Vic, gimana?" . Diam. Andini memang tak sedang memperhatikan ekspresi wajah Maya, rapi dia mengerti kalau sahabatnya itu diam diam menyukai Vic.
"Umm .. dia, Lumayan sih. Tapi dia sama sama menyebalkan. Orang aneh" . Setelah berkata begitu, Maya bergegas masuk ke dalam kamarnya. Andini hanya menggeleng gelengkan kepalanya melihat sikap Maya.
....
"Lo aja .. gue males ah kalau bicara sama dia. Kaya bicara sama tembok" . ucap Lani sambip mendorong Maya nemasuki kelas Vic. Maya yang tadinya hanya mengantar Lani, mendadak didorong olehnya.
"Kok gue? kan ini tugas Lo sebagai seksi acara .."
"Ya tapi kalau gue didepan dia .. gue tuh ngerasa kaya diintimidasi . Merasa ditindas lahir batin May " /Apaan sih ini anak, lebay amat. Vic masih berwujud manusia kan?/
"Ya ampun Lani .. ini cuma minta tanda tangan aja, habis itu udah. Kelar. Kita bisa lanjut ke pekerjaan ya g lain, briefing lokasi sama seksi Korlap" . Lani menyerahkan stopmap itu ke tangan Maya. Dia mendadak terlihat seperti mau pipis.
"Lo aja ya .. please. Gue mendadak kebelet ke Toilet nih "
" Tapi Lan .. ini ---" . Lani sudah berlari./ Baiklah, ini hanya sebentar. Hanya meminta sebuah tanda tangan. Jadi seharusnya baik baik saja kan? /.
...
Ruang kelas Vic nampak sepi. Perlahan, Maya mengintip ke dalam ruang kelas sesaat sebelum akhirnya dia masuk. Hanya ada seorang laki laki di pojok ruangan yang sedang tertidur. Wajah tampannya tampak sedikit tertengadah bersender pada dinding di belakang ya. Tangannya bersedekap. Dia seperti tidur, tetapi dari gerakan kaki nya yang tidak sepenuhnya dalam posisi diam, Maya tau Vic tidak sedang tidur. Dia hanya memejamkan matanya sambil mndengarkan sesuatu dari headset yang dipakai nya. HP nya tampak sedang menyala. Dia pasti sedang mendengarkan musik.