"Ini .. diminum dulu" kata Maya begitu sampai disamping Vic. Vic tak mengiyakan tak juga menolak. Dia merasa seluruh tenaganya habis terkuras menahan rasa mual di perutnya dan juga juga rasa pusing di kepalanya. Kalau saja Didi dan Zagi tak memaksanya ikut, dia pasti tak akan mau berada diatas Bus seperti ini dan mengalami mabuk yang menyiksa. Dia belum pernah nik Bus sebelumnya, tak menyangka kalau naik Bus akan serumit itu rasanya. Ingin rasanya dia menendang Didi dan Zagi dari kursinya ketika tiba tiba tubuhnya bereaksi aneh dan akhirnya seperti itu.
"Vic .." .Maya mulai khawatir.
"Tolong berhentikan Bus nya" . Takut salah dengar, Maya mendekat untuk mendengar suara Vic lebih jelas lagi.
"Apa?"
"Berhentikan Bus nya. Aku sudah tak kuat lagi" . Kata Vic tak nyaman.
"Ah iya, baiklah . Sebentar" .
Begitu Bus berhenti dan pintu keluar terbuka, Vic segera melesat turun dan menghampiri semak yang ada di pinggir jalan. Menumpahkan semua isi perutnya. Maya bergegas menghampirinya berniat memberikan bantuan. Tapi Vic mengangkat tangannya membuat langkah Maya terhenti. Dia nampak tak ingin didekati. Maya menunggu dari jarak yang agak jauh. Anak anak banyak yang masih dalam posisi tertidur di dalam Bus . Hanya beberapa anak saja di dalam Bus yang masih terjaga dan terlampau malas untuk ikut keluar mengingat keadaan mulai nampak gelap menjelang malam.
..
"Gimana, udah mendingan kah?" . Vic mengangguk. Wajah tampannya tampak pucat. Saat menerima Tissu yang disodorkan Maya, dia kemudian berbalik lagi kearah semak. Kembali merasa mual. Maya ingin tertawa tapi juga merasa prihatin melihat ekspresi Vic saat berbalik tadi. Dia benar benar terlihat memprihatinkan.
Vic tak segera kembali ke Bus, dia memilih duduk di sebuah batu besar yang ada disisi tempat Bus berhenti.
"Minumlah obatnya dulu, ini bisa mengurangi rasa mual dan pusing." . Vic tampak patuh. Dia meraih obat dan minuman yang Maya berikan. Langsung menelannya tanpa banyak bertanya.
"Kita kembali ke Bus ya? Udaranya mulai dingin disini .". Vic memandang bus didepannya penuh kebencian. Dia merasa ingin muntah lagi
"Aku pulang saja" . Maya menoleh
"Kamu mau pulang naik apa? Ini udah jauh lho. Sebentar lagi sampai. Lagipula tak ada kendaraan umum lewat sini kalau sudah jam segini" .. Vic terdiam. Setelah minum, keadaan Vic tampak lebih baik. Melihatnya seperti ini, Maya seperti tak menemukan sosok Vic yang angkuh dan dingin.
"Seberapa jauh lagi?"
"Mm .. kurang lebih dua jam kita akan beristirahat di tempat yang sudah diaiapkan Panitia. Kamu bisa istirahat dengan nyaman nanti disana sebelum lanjut jalan lagi" . Vic berdiri
"Didi sialan." Umpat Vic.Perlahan dia melangkah menuju Bus . Di pintu masuk bus dia berhenti, menoleh ke arah Maya. "Yang tadi itu .. " . Maya bersiap mendengarkan, tapi Vic tak jadi melanjutkan ucapannya. Dia bergegas masuk ke dalam Bus. Dia duduk di tempatnya semula.
"Apa kamu benar benar sudah baikkan? . Kalau kamu mau, nanti aku bisa bilang ke pak Sopirnya agar lebih berhati hati lagi ..". Vic menggeleng .
"Aku baik baik saja. Pergilah" . Maya mengangguk, sebelum berlalu dia sempat melihat Vic kembali menutupi wajahnya dengan Jaket lagi. "Kenapa berdiri disitu terus?" . Maya heran, bagaimana Vic tau dia belum beranjak pergi
"Memastikan kalau kamu tak perlu apa apa lagi"
"Hm .. mm" . Vic menggumam pelan. Rasa kantuk mulai menyerangnya. Obat yang Maya berikan mulai bereaksi.