Fatma mencari ceret kesana-kemari, tapi dia tidak menemukannya.
" Apa yang kau cari?" tanya Brian.
" Apa kamu tidak memiliki ceret?" tanya Fatma tanpa melihat Brian, sekali saja cukup baginya untuk menatap suaminya tadi, dia tidak mau lagi terlihat malu dihadapan Brian.
" Untuk apa?" tanya Brian heran.
" Tentu saja untuk masak air!" jawab Fatma.
" Aku tidak tahu diman mereka menyimpannya, tapi jika kamu butuh air panas, itu di sebelah sana ada termos listrik, kamu tinggal tekan saja tombol merah!" jawab Brian. Fatma mengikuti arah telunjuk Brian, terlihat sebuah termos listrik modern di atas counter top dekat lemari es. Fatma merasa seperti orang jadul, peralatan masak di sini sangat jauh berbeda dengan milik Fatma di rumah. Katakan dia wanita berpendidikan tapi dia hidup dengan cara yang sederhana dan biasa saja, tidak pernah bergaul dengan orang kaya dan peralatan mewah. Sepertinya dia salah telah sok menawarkan membuatkan kopi pada suaminya. Brian tahu jika istrinya pasti merasa malu karena belum terbiasa dengan keadaan dapur disini.
" Besok akan ada pembantu yang akan mengajarimu tentang peralatan disini, tapi aku tidak mau kamu berada di dapur saat tinggal bersamaku disini, karena sudah ada pembantu yang mengurusi semua!" tutur Brian.
" Tapi aku adalah istrimu! Karena memasak adalah sudah menjadi tugas seorang istri!" jawab Fatma kesal.
" Baik! Kamu boleh melakukan apapun yang kamu suka, tapi jangan terlalu capek!" kata Brian mengalah.
" Kalo begitu kamu saja yang membuat minum, karena aku tidak begitu tahu isi dapur ini!" kata Fatma menyerah.
" Aku juga tidak tahu! Aku akan memanggil pembantuku!" kata Brian.
" Apa? Dalam hujan begini? Tidak perlu!" ucap Fatma kaget.
" Mereka tinggal di lantai bawah, Za! Aku memberikan mereka tempat disini agar bisa dipanggil sewaktu-waktu jika aku membutuhkan!" tutur Brian.
" Oooo! Terserah kamu!" ucap Fatma malu. Sebegitu perhatiannyakah dia pada pegawainya, hingga memberikan mereka tempat disini? batin Fatma kagum. Kemudian Brian menghubungi seseorang dan beberapa saat kemudian ada yang memencet bel apaprtement. Brian yang duduk di meja dapur bersama Fatma tapi tidak bersebelahan, membuka pintu dengan remote otomatis yang dipegangnya. Masukah seorang wanita yang usianya kira-kira lebih tua sedikit dari Brian.
" Tuan!" sapa wanita itu tanpa melihat Brian.
" Za! Ini Isma! Isma! Ini istriku! Besok ajarkan dia segala sesuatu tentang apa yang ada di dapur! Sekarang buatkan dia choklat dan kopi untukku!" tutur Brian.
" Baik, Tuan!" jawab Isma itu sopan, lalu dia mendekati counter top dan Fatma mengamati semua yang dilakukan Isma tanpa terlewatkan. Tidak berapa lama jadilah apa yang dipesan Brian tadi.
" Silahkan, Tuan! Nyonya!" kata Isma.
" Trima kasih, mbak Isma!" jawab Fatma. Isma menganggukkan kepalanya dan kaget mendengar Fatma memanggilnya mbak, pasti dia wanita yang baik! batin Isma. Fatma dan Brian menikmati minuman mereka.
" Masaklah! Kami akan makan siang disini!" kata Brian.
" Iya, Tuan! Menu hari ini apa, Tuan?" tanya Isma.
" Aku ingin makan yang aku makan saat pertama aku makan siang dirumahmu, za!" kata Brian melihat istrinya. Fatma menghentikan minumnya seperti berpikir, dia mengingat-ingat masakan yang dimakan siang itu.
" Kita makan ikan nila, tahu tempe goreng dan sambal bajak dengan sayur nangka saja!" kata Fatma.
" Iya! Masakkan itu!" kata Brian senang.
" Iya, Tuan! Kalau begitu saya pesan bahan-bahan tadi dulu, Tuan" kata Isma.
" Iya!" jawab Brian. Isma menghubungi seseorang untuk memesan bahan makanan. Masya Allah! Bahan makanan aja pesan! Dasar orang kaya! batin Fatma. Astaga! Masakan pedesaan? Serius Tuan Brian makan makanan itu? batin Isma tidak percaya. Setahu dia Bosnya itu selalu makan daging, katanya ikan itu bau anyir. Sementara itu Fatma meraih ponselnya dan menyalakannya, Astaghfirullah! Aku sampai lupa izin ke Ustadzah Chusnul! batin Fatma cemas. Brian mengamati wajah istrinya yang berubah cemas.
" Ada apa?" tanya Brian.
" Aku lupa izin! Mereka banyak menghubungi dan mengirim pesan!" jawab Fatma.
" Telpon saja sekarang!" kata Brian. Fatma menganggukkan kepalanya dan menghubungi sekolahnya. Dia berjalan ke arah sofa dan menatap air hujan yang menempel di kaca.
" Assalamu'alaikum Ustadzah!"
- " Wa'alaikumsalam, Ustadzah!" -
" Sebelumnya saya minta maaf karena terlambat memberitahu, saya hari ini izin tidak bisa mengajar karena ada keperluan mendadak!"
- " Iya, us! Tidak apa-apa! Saya hanya khawatir terjadi sesuatu pada ustadzah!" -
" Saya baik-baik saja, us! Trima kasih atas perhatiannya!"
- " Sama-sama! Semoga lancar urusannya!" -
" Aamiin! Assalamu'alaikum!"
- " Wa'alaikumsalam!" -
Fatma mematikan ponselnya dan menatap air yang membasahi dinding kaca, Brian menatap punggung Fatma sambil menikmati kopinya.
" Aku ingin ke kamar mandi!" kata Fatma.
" Ada di lantai atas!" kata Brian. Fatma memutar tubuhnya dan menunggu Brian berjalan lalu diikutinya langkah Brian naik ke lantai 2. Fatma melihat ke sekeliling ruangan, terdapat 2 single sofa dan sofa panjang dengan sebuah lemari pendek dengan balkon yang cukup luas dan nyaman untuk bersantai.
" Ini adalah ruang kerjaku!" menunjuk pintu yang ada di sebelah kiri.
" Itu adalah kamar kita!" kata Brian menunjuk pintu sebelah kanan dan di sampingnya ada sebuah ruangan tanpa pintu. Brian membuka pintu kamarnya diikuti Fatma yang hampir menganga melihat kamar Brian yang luasnya hampir 3 atau 4 kali kamarnya.
" Itu kamar mandi! Ayo, aku tunjukkan!" kata Brian santai. Fatma tidak bergeming dari tempatnya, dia malu jika harus masuk ke dalam dengan Brian.
" Aku hanya menunjukkan penggunaan alat-alat disana!" kata Brian yang seakan tahu apa yang dipikirkan istri kecilnya itu. Harga diri Fatma tersenggol sedikit akibat ucapan Brian yang seperti menganggapnya orang udik, walaupun itu sepenuhnya benar bahwa dia pasti tidak memahami peralatan disana seperti di dapur. Fatma mengikuti langkah Brian dengan bibir manyun dan dia sengaja melakukannya di belakang agar Brian tidak melihatnya. Brian menjelaskan satu-persatu alat yang ada disitu.
" Jika ingin ganti, pakaianmu ada diwalk in closet di sebelah situ!" tunjuk Brian pada pintu yang ada di sebelah pintu.
" Sebentar lagi waktunya Dzuhur!" kata Fatma mengingatkan.
" Aku tahu! Kita akan berjama'ah! Ada mushalla diujung ruangan samping!" kata Brian.
" Alhamdulillah!" jawab Fatma.
" Mukena ada di mushalla!" tambah Brian. Fatma menganggukkan kepalanya dan menutup pintu kamar mandi. Fatma berdiri di depan sebuah kaca. dia melepas khimarnya dan menatap wajahnya. Disentuhnya bibirnya dan dipejamkannya matanya, dia merasakan kecupan Brian tadi. Apa seperti itu rasanya dicium? Dadaku berdebar kencang, tubuhku terasa bergetar aneh dan aku sangat menyukainya! Kenapa aku juga sangat menginginkannya lagi? Fatma menutup wajahnya dengan kedua tangannya, dia sangat malu dengan perasaannya dan jika mengingat itu semua. Tapi itu adalah bentuk ibadahnya untuk suaminya. Fatma melepas seluruh pakaiannya dan mandi di dalam shower, dia menekan tombol hangat dan keluarlah air yang bersuhu hangat. Air mengalir membasahi seluruh bagian dari tubuhnya. Brian duduk di sofa sambil membuka laptopnya, dia harus mengurus sedikit hal di perusahaannya. Fatma mengeringkan tubuhnya dengan handuk yang ada di lemari dekat westafel.