Fatma menangis pelan memikirkan dirinya yang akan ditinggal suaminya entah untuk berapa lama jika terbukti suaminya melakukan apa yang dituduhkan. Fatma tertidur dengan airmata membasahi kedua pipinya. Keesokan harinya Fatma bangun dengan mata yang terlihat sedikit bengkak akibat menangis semalam. Fatma mengambil es batu dan membungkusnya dengan sapu tangan lalu dikompresnya kedua matanya agar bengkaknya tidak terlalu terlihat. Setelah shalat subuh dan sarapan, Fatma pergi bekerja dengan diantar oleh Arkan sampai ke dalam halaman sekolahnya. Beberapa siswa menyapa Fatma saat dia berjalan kearah kantor guru.
" Assalamu'alaikum Ustadzah Zahirah!" sapa seorang siswi.
" Wa'alaikumsalam!" jawab Fatma.
Lagu Yaa Maulana molik Nisya Sabyan terdengar dari dalam tasnya, itu adalah nada sering ponsel Fatma. Diambilnya ponsel itu dari dalam tasnya dan dilihatnya nama yang tertera dilayar, sebuah nomor tak dikenal, nomor siapa ini? batin Fatma.
" Assalamu'alaikum! Halo!"
" Halo! Ini siapa, ya?"
" Halo!"
" Kok dimatikan?" tanya Fatma ambigu setelah beberapa kali menjawab telpon, diseberang hanya diam tidak ada yang bicara. Tring! Sebuah pesan masuk, Fatma melihatnya, Sepertinya nomor yang baru saja telpon? batin Fatma.
@ Pergi ke keraton private residence di jl. thamrin
@ Sekarang,,ada hubungannya dgn suamimu
Fatma membaca pesan tersebut, Brian! batin Fatma terkejut, hatinya merasa khawatir. Dengan cepat dia keluar dari sekolah dan menghadang taksi yang sedang lewat.
" Keraton private residence, pak!" kata Fatma.
" Iya, mbak!" jawab sopir taksi. Selama perjalanan Fatma mencoba menghubungi kembali nomor tersebut, tapi tidak bisa. Selama perjalanan Fatma merasa gelisah, dia tidak perduli dengan apa yang akan terjadi nanti, saat ini menurut Fatma yang paling penting adalah Brian.
Sejam kemudian Fatma telah sampai di depan lobby apartement, dia membayar ongkos taksi lalu keluar dari taksi. Ponselnya kembali berdering saat kakinya memasuki lobby apartement, dia menyalakan ponsel tersebut, saat akan menjawab, paggilan itu mati. Tring! sebuah pesan kembali masuk ke ponsel Fatma. Fatma membuka pesan tersebut dan membacanya.
@ Naik ke lantai paling atas kamar paling ujung
Fatma langsung menuju ke lift dan meminta porter untuk membawanya ke lantai paling atas.
" Top Floor!" kata Fatma.
" Iya, Mbak!" jawab Porter bernama Haris itu.
" Bismillah!" kata Fatma lirih. Fatma merasakan jantungnya berdetak kencang saat lift bertambah dekat dengan lantai atas. Ting! Lift berhenti di lantai paling atas.
" Trima kasih!" ucap Fatma sebelum keluar dari dalam lift.
" Sama-sama!" jawab Haris. Fatma keluar dari lift dan berjalan lurus ke depan, di lantai ini hanya ternyata hanya terdapat 3 kamar saja. Fatma sampai di kamar paling ujung. Dia menekan tombol yang ada di samping pintu. Ceklek! Tiba-tiba pintu terbuka sendiri, Fatma memegang gagang pintu dan mendorongnya.
" Assalamu'alaikum!" salam Fatma, tapi tidak ada jawaban. Fatma masuk ke dalam apartement, dia terbelalak melihat isi apartement tersebut. Subhanallahu! Apartement ini luasnya melebihi rumahnya. Fatma berjalan menuju dinding apartement yang terbuat dari kaca.
" Subhanallahu! Sungguh indah pemandangan dari sini!" kata Fatma ambigu.
" Kamu suka?" tiba-tiba terdengar suara seseorang. Fatma memutar tubuhnya untuk melihat siapa pemilik suara tersebut. Cantik! semakin cantik!
" Kamu?"
" Apa kabar, za?" Fatma menundukkan kepalanya sesaat setelah melihat siapa yang berbicara, matanya berkaca-kaca.
" Kamu,,sudah,,bebas?" tanya Fatma.
" Aku dibebaskan dengan jaminan!" jawab Brian, dia berjalan mendekati istrinya. Jantung mereka berdua berdetak kencang, bunyinya seakan memecah kesunyian didalam ruangan yang sepi itu. Fatma semakin gugup, dia tidak pernah berada di satu ruangan hanya berdua dengan laki-laki, meskipun dia suaminya sendiri. Berbeda dengan di rumah yang banyak penghuninya walau mereka di dalam satu kamar.
" Maaf, jika aku membuatmu sedih dan banyak berpikir!" ucap Brian lembut. Jarak mereka hanya berkisar satu lengan, Fatma meremas khimarnya untuk mengurangi rasa gugupnya.
" Tidak! Kamu tidak perlu merasa seperti itu!" jawab Fatma.
" Kamu datang! Aku sangat bahagia mengetahui jika kamu mengkhawatirkan aku!" kata Brian dengan wajah cerah.
" Aku adalah istrimu! Wajar jika seorang istri mengkhawatirkan suaminya!" jawab fatma.
" Aku sangat merindukanmu, Za! Kamu tahu, sehari tidak bisa melihatmu rasanya aku ingin mati saja!" tutur Brian berterus terang.
" Jangan terlalu merindukan sesuatu melebihi rindumu kepada rosul dan Allah!" kata Fatma.
" Tapi aku memang sangat merindukanmu, Za! Apa kamu tidak merasakan hal yang sama?" tanya Brian sedih, Fatma tidak menjawab pertanyaan balik dari Brian, terkadang dia masih bingung dengan perasaannya.
" Kamu sehat?" tanya Fatma yang berusaha mengalihkan pertanyaan Brian.
" Alhamdulillah sehat! Kamu?" tanya Brian sedikit kecewa karena Fatma yang tidak menjawab pertanyaannya.
" Alhamdulillah berkat do'amu dan keluargaku!" balas Fatma. Brian terdiam, dia sangat ingin memeluk istrinya, tapi dia takut Fatma akan menolaknya. Suasana menjadi hening, mereka asyik dengan pikiran masing-masing. Tiba-tiba langit menjadi gelap, Tik! Tik! Tik! hujan turun rintik-rintik dan lama kelamaan berubah menjadi deras. Sungguh suatu bentuk kuasa Allah yang nyata, langit yang semula terang tiba-tiba menjadi gelap dan turun hujan. Jegdarrrr! Suara petir menyambar di angkasa dan cahaya kilatannya terpantul masuk ke dalam apartement Brian.
" Aaaaaa!" teriak Fatma berlari ke arah Brian dengan menutup kedua telinganya, sontak Brian memeluk Fatma dengan erat dan memutar membelakangi dinding kaca. Deg-deg! Deg-deg! Deg-deg! Jantung Brian berdetak sangat kencang beberapa saat kemudian, Fatma yang menyandarkan kepalanya ke dada Brian dan menutup matanya, dapat mendengar seberapa kencang detak jantung Brian. Perlahan Fatma mengangkat wajahnya, seperti tertular oleh Brian, dia merasa jika jantungnya ikutan berdetak kencang. Tatapan mereka beradu, baru kali ini Fatma memandang wajah Brian, Subhanallahu! Tampan sekali suamiku! batin Fatma. Brian menatap dalam wanitanya, dia menatapku! Akhirnya kamu mau melihatwajahku, Za! batin Brian senang. Brian yang telah lama memendam perasaannya, seakan mendapat rejeki, dia menundukkan wajahnya perlahan takut jika Fatma menolaknya. Tapi Fatma seperti terhipnotis oleh ketampanan Brian dan bibir merah Brian yang hanya terdiam menatap suaminya. Dikecupnya bibir tipis berwarna pink yang hanya dilapisi lip balm milik Fatma yang sedikit terbuka. Sontak Fatma mengatupkan bibirnya saat bibir Brian menyentuh bibirnya, lalu memejamkan matanya mendapat kecupan dari suaminya. My first kiss! Alhamdulillah! Taken by my own husband! batin Fatma. Entah mengapa Fatma merasa lega dan tidak menolaknya. Tubuhnya bergetar saat bibir mereka bersentuhan, ada gelenyar aneh yang menjalar di dadanya. Sebuah kecupan tanpa nafsu, yang didasari oleh rasa rindu dan hormat pada sesama pasangan. Fatma melepas bibirnya saat kesadarannya mulai terkumpul. Suatu hal yang terhitung lama hanya untuk sebuah kecupan. Wajah Fatma seketika bersemu merah, dia menundukkan wajahnya agar Brian tidak dapat melihat wajahnya yang tersipu malu. Tapi Brian tahu jika wajah istrinya telah memerah sudah seperti kepiting rebus karena malu. Senyuman tipis terlukis di wajah Brian, kenapa kamu sangat menggemaskan, za! batin Brian. Fatma memutar tubuhnya dan berjalan ke arah sofa dengan cepat. Brian tidak mencegah istri kecilnya, karena tinggi Fatma yang hanya sedada Brian. Brian merasa frustasi, belum pernah dia merasa mati gaya bersama seorang wanita. Biasanya dia hanya duduk dan si wanita yang berusaha mencari perhatiannya atau merayunya. Tapi tidak berlaku dengan Fatma, dia bahkan bersikap biasa padanya.