Chereads / Batas Kebencian / Chapter 11 - Kekasih Baru, Kekhawatiran Baru

Chapter 11 - Kekasih Baru, Kekhawatiran Baru

Sebuah Ferrari meluncur di pelataran Hang-G Automotive. Seseorang berkemeja biru langit dan pantalon yang rapi, turun lalu membalas anggukan ramah dari sekuriti di pintu masuk. Ia kemudian berjalan dan langsung duduk di ruang tunggu seolah sudah tahu SOP untuk tamu. Tentu saja hal itu membuat resepsionis menghampirinya.

"Ada yang bisa kami bantu, Pak?" tanya resepsionis dengan gaya ramah yang khas.

"Saya menunggu Bu Isyana, "jawab lelaki itu sambil tersenyum.

"Oh, baik. Biar saya panggilkan."

"Tidak perlu. Saya sudah janji menunggu pacar saya di sini." Jawaban lelaki itu membuat sang resepsionis tertegun sejenak sebelum menanggapi dan berpamitan.

Setelah kembali ke tempatnya, resepsionis itu langsung berniat untuk bergunjing. Dibukanya aplikasi chat pada layar komputer. Kelakuannya tersebut membuat hampir seluruh pegawai Hang-G Automotive yang satu level dengannya tahu kabar mengenai pacar baru GM mereka. Beberapa staf yang sangat penasaran, sampai sengaja turun ke lantai bawah untuk sekadar mengintip. Ada juga yang saking ingin tahu tetapi tidak bisa keluar dari ruangannya, lantas menghubungkan ponselnya pada akses CCTV di lobi. Mereka semua ingin melihat setampan apa pria yang berhasil mendapatkan hati Bu Isyana.

Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Isyana sebenarnya sudah mematikan perangkat laptopnya sebelum waktu pulang. Ia mengulur waktu dengan terus saja berkirim pesan lewat ponselnya. Sesekali ia tersipu sendiri dan merasa gila. Jarang sekali Isyana menggenggam gawainya lama. Ia tidak suka chat. Sepenting atau setidak penting apapun, ia selalu memilih melakukan komunikasi lewat panggilan telepon.

Siang tadi, setelah Isyana menerima surat keterangan mengenai perpindahan jabatan, lelaki yang dipikirkannya seharian ini mengirimkan pesan. Lelaki itu memperkenalkan diri dan mereka terlibat percakapan tidak formal. Karena lelaki itu lah, Isyana mau menggunakan touch pad padahal itu merupakan hal yang paling tidak ia sukai.

Isyana berharap jam pulang masih lama agar ia bisa menikmati room chat dengan lelaki itu. Pertemuan dengannya sore ini memang sangat ia harapkan. Hanya saja, ia ragu bisa menanggapi Bastian seasik lewat pesan.

Ya. Bastian Malela. Dia lah pria yang sudah lama mencari dirinya ketika ia masih berada di Paris, yang bertubrukan di bandara, dan yang mengisi vas bunganya hari ini. Kejutan yang diberikan Bastian bukan hanya semerbak wangi dan pemandangan berwarna peach di ruangan Isyana saja, undangan makan malam pun ditawarkan olehnya. Seakan tidak punya alasan untuk menolak, Isyana langsung mengiakan permintaan Bastian, meskipun harus memaksa Riri membawakan shoulder bag Carolina Herrera sebelum jam 4 sore. Sebenarnya Riri sempat menawarkan untuk berganti pakaian juga. Namun, Isyana menolak dengan alasan ia tidak ingin terlihat begitu menspesialkan Bastian. Biar lah apa adanya dulu. Toh, ini bukan kencan, kan.

Walaupun jujur saja, Isyana berharap ini lebih dari sekadar kencan.

Setelah merapikan make up dan meminta Lula untuk menata rambutnya. Isyana berjalan cepat menuju lift khusus petinggi di kantor. Ia memang belum pindah ruangan, tetapi hak akan lift tersebut sudah dipegang secara penuh. Selain karena sudah menandatangani berkas pengalihan jabatan, ia pun tidak ingin tampilannya yang terlalu rapi untuk sekadar pulang kerja, dicurigai oleh staf lain yang berada di lift umum.

Sesampainya di lobi, debar jantung Isyana mulai tidak keruan. Napasnya mendadak menjadi pendek-pendek. Sebisa mungkin ia membiaskan gemetar tubuhnya yang ditopang oleh heels setinggi 7 senti itu. Tidak lupa ia pun memasang wajah dingin seolah tidak terlalu antusias dengan pertemuannya itu.

Setangkai mawar diacungkan ketika Isyana menghampiri Bastian. Setelah Isyana meraih bunga tersebut, Bastian tanpa ragu mengecup pipi gadis itu. Jangan tanya, kejadian itu tentu saja menjadi tontonan gratis para staf yang sudah berada di lobi. Beberapa pura-pura melintas sambil mencuri pandang, beberapa yang lain terang-terangan berdiri seolah sedang menyaksikan sebuah variety show.

Baik Isyana maupun Bastian, sepertinya tidak peduli dengan orang sekitar. Setelah menerima isyarat dari Bastian, Isyana pun berjalan beriringan dengan lelaki itu. Di depan mobil, Bastian membukakan pintu untuk Isyana. Setelah memastikan gadis itu duduk, baru lah ia menutup pintu dan berlari ke arah pintu sebelahnya.

Bastian menoleh ke arah Isyana untuk memastikan sabuk pengaman sudah melindungi gadis di sampingnya. Setelah itu, baru lah ia menginjak pedal gas menuju tempat yang sudah dipesannya.

~~~

"Please...," rengek Mita. Tangannya bergelayut manja pada Rey.

Rey yang masih sibuk di depan laptop akhirnya menoleh dan menggubris Mita. "Makan di rumahku saja, Honey. Aku lelah hari ini."

"Aku sudah booking tempat, Sayang." Mita memberengut. "Lagipula, ini kan hari pertama kita berbaikan. Aku ingin memberikan yang spesial untuk kamu, Rey."

Belum sempat Rey menolak lagi, Mita kembali merayu,"Kalau kamu cape, biar aku saja yang menyetir."

Melihat Mita yang sangat memaksa, Rey pun melipat laptopnya lalu meraih tangan Mita dan mengecupnya. "Iya, kita makan malam di luar."

Mita memeluk Rey seraya bersorak. Ia kemudian mengambil jas yang tergantung lalu memakaikannya pada Rey. Sebelum keluar dari ruangan, Mita menyemprotkan parfum pada pakaiannya. Rey menoleh. Bukan karena botol parfum kekasihnya yang berubah, tetapi aroma yang ia endus seperti bukan wangi khas Mita.

"Kamu ganti parfum, Honey?" tanya Rey memastikan.

"Ini oleh-oleh dari temanku. Dia baru kembali dari Paris. Memangnya kamu, sama sekali tidak membawa buah tangan apapun." Mita memasang muka kesal.

"Kamu tahu sendiri kan aku di sana sibuk bahkan tidak sempat memikirkan tentang masalah kita." Oh, jelas Rey berbohong. Justru ia tidak berkonsentrasi sama sekali selama di Paris. Seluruh pikirannya tertuju pada gadis di hadapannya dan bayangan masa depan miliknya yang berantakan.

"Nggak apa-apa, Sayang. Nanti kalau aku dan kamu punya jadwal kosong yang sama, kita liburan ke sana, ya." Pernyataan Mita ditanggapi dengan ciuman di bibirnya.

"Yuk, berangkat." Rey menggandeng tangan Mita dan membiarkan pintu otomatis terbuka.

Sekitar kantor mulai sepi. Namun, bila berjalan sedikit ke arah pabrik, tidak ada satu mesin pun yang berhenti beroperasi. Pekerja diberlakukan 3 shift. Untuk peralatan, banyak cadangan yang bisa dipergunakan saat alat yang lain diistirahatkan.

Rey melongok ke arah lorong menuju pabrik yang lampunya sudah gelap. Jalan penghubung gedung office dengan pabrik sudah ditutup. Akses menuju ke sana harus melalui pintu utama pabrik yang berada di samping tempat parkir.

Semua officer ternyata sudah pulang. Rey pun sudah menyuruh Rinka untuk pulang tepat waktu. Tinggal ia yang masih harus menunggu pintu lift terbuka.

"Kamu tidak perlu menyetir. Biar aku saja," ucap Rey setelah ia menekan tombol lift menuju lobi.

Setelah keduanya sampai di depan mobil, Rey yang tadi pagi berangkat diantar oleh Mirwan langsung menyuruh sopirnya tersebut pulang menggunakan taksi online. Rencana mendadak yang ditawarkan oleh Mita mengakibatkan ia tidak sempat mengabari Mirwan.

Mita tidak menyalakan GPS. Ia berkata kepada Rey bahwa tempat ini tidak asing sehingga baik dirinya maupun Rey, pasti tahu lokasinya.

"Di mana memangnya? Di dalam mall?" tanya Rey sambil membelokkan mobil untuk masuk ke arah jalan raya.

"Lebih tepatnya di samping mall," jawab Mita.

"Tumben kamu ajak aku makan di mall. Restoran besar?" tanya Rey lagi.

"Iya. Aku sedang ingin makan wasabi."

Rey mengernyit mendengar jawaban Mita. Dari sekian banyak makanan, wasabi adalah salah satu sajian yang memiliki rasa mengerikan bagi Rey. Namun, tidak tahu mengapa Mita malah menyukainya.

"Berarti tidak ada wine?"

"Ada sake." Mita tersenyum nakal. "Kamu sedang ingin mabuk, Sayang?"

"Tidak. Kamu sudah cukup membuatku mabuk sejak pagi." Gombalan Rey membuat Mita mencubit lengan Rey. Rey pun terbahak. Meskipun ia merasa kembalinya hubungan mereka sangat hambar, tetapi Rey tidak ingin memperlihatkan hal tersebut. Ia benar-benar ingin memperbaiki walau hatinya masih terasa sakit.

"Sampai!" seru Mita.

Kemudi mobil dilepaskan oleh Rey dan ia memilih mode autoparkir. Tempat parkir masih cukup luas sehingga ia bisa leluasa dan tenang membiarkan mobilnya terparkir sendiri.

Pegawai restoran mempersilakan mereka masuk setelah Mita mengatakan nomor booking. Kursi masing-masing digeserkan untuk keduanya duduk. Tablet yang berisi menu ditaruh di hadapan Rey dan Mita.

"Kamu mau pesan apa, Sayang?" Mita men-scroll layar.

"Sama saja denganmu." Rey tidak menyentuh tab sama sekali.

"Berarti wasabi punyamu boleh untukku, kan?" Senyum Mita mengembang. Rey hanya mengangguk.

Setelah Mita mengatakan pesanannya, Rey merogoh ponselnya. Ia belum sempat mengucap selamat kepada Isyana atas jabatan barunya. Yang lebih mengherankan, kakaknya pun tidak sama sekali mengabari soal ini. Padalah, ia tahu persis, kakaknya pasti akan memamerkan posisi tersebut dan tertawa jumawa. Ia sudah siap memuji dengan nada sinis. Kembali Rey menaruh ponselnya di saku celana.

"Aku ke toilet dulu ya, Honey." Rey bangkit dari kursinya. "Di sebelah mana?"

Mata Mita menyisir sekitarnya. Dengan cepat, ia pun menemukan ruang tandas lalu menunjuk dengan telunjuknya.

"Aku tidak lama."

"Kalau kamu lama, nanti aku susul," oceh Mita sambil mengerling.

Ketika sampai di depan pintu toilet pria yang bersebelahan dengan wanita, hampir saja Rey menabrak seseorang yang tengah asik dengan ponselnya.

"Ups, Ma─ Kak Isya?"

Baik Rey maupun Isyana, keduanya saling bertatap heran.

"Sedang apa kamu di sini?" tanya Isyana sinis.

"Ya makan lah," jawab Rey kesal.

"Makan di toilet?" tanya Isyana sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.

"Ya bukan─ astaga, kenapa sih, Kak?"

Mendengar Rey berkata dengan kesal, Isyana yang sedang memiliki mood baik, langsung terpingkal. "Makan malam dengan siapa? Pacar baru?" goda Isyana. Ia pun menengok ke arah restoran. "Oh, makan dengan mantan pacar ternyata."

"Aku dan Mita belum pernah putus," ralat Rey.

"Ya, ya, ya. Terserah kamu deh, Budak Cinta."

Rey menahan diri untuk tidak menjambak rambut kakaknya. Kalimat Isyana benar-benar membuat ia naik pitam.

"Cantik, kok lama." Suara berat yang muncul dari arah belakang membuat Rey dan Isyana menoleh.

"Oh, maaf. Aku sudah selesai, kok," jawab Isyana.

"Cantik?! Heh, bajingan! Sedang apa kamu di sini?!" Mengetahui pria yang berbincang dengan Isyana adalah pria yang ia lihat di apartemen Mita, Rey yang awalnya kesal kepada kakaknya langsung saja melampiaskan kepada orang tersebut.

"Maaf, apa kita saling kenal?" tanya Bastian dengan nada ramah seolah tidak terkejut dengan amarah yang ditujukan oleh Rey padanya.

"Jaga bicara kamu ya, Rey!" Isyana membentak Rey.

Untung saja tidak ada yang sedang mengantri untuk masuk ke dalam toilet. Rey yang berniat menuju kamar kecil pun langsung mengurungkan niatnya. Ia menatap ke arah Isyana lalu Bastian. Setelahnya, ia menggeleng sambil tersenyum sinis. Kemudian, Rey berjalan meninggalkan mereka berdua.

"Siapa dia?" tanya Bastian setelah Rey menjauh.

"Reytama. Adik kandungku."