Chereads / Batas Kebencian / Chapter 4 - Bukan Sekadar Kaya Raya

Chapter 4 - Bukan Sekadar Kaya Raya

Pertemuan keluarga Hanggara tidak pernah memiliki jadwal yang jelas. Bahkan tidak terpaku pada natal dan tahun baru. Apabila Kakek Goban Hanggara sedang merindukan keramaian, maka pertemuan dadakan seperti ini harus segera diselenggarakan tanpa peduli pada agenda penting yang dimiliki oleh anggota keluarga lainnya. Beruntungnya Isyana dan Rey tidak ada halangan apapun. Hanya saja....

"Sendiri?" Isyana menghampiri Rey yang sedang memegang gelas berisi cocktail. Tanpa perlu mempelajari psikologi komunikasi, Rey sangat jelas mendengar nada sarkas dari kakaknya. "Apa kata mama ya kalau sampai tahu beliau hanya diberi sebuah harapan kosong."

"Mita pasti datang." Rey menenggak minumannya.

"Masa, sih? Singapore Airlines lepas landas pukul 14.05 kemarin dari Male, transit di Singapore 19 jam 20 menit, mendarat pukul 18.05." Isyana membaca flight track dari ponselnya. "Acara dimulai pukul 5 sore. Wah, apa mama akan suka dengan calon menantu yang hadir tidak tepat waktu."

"Mama pasti akan memahami kesibukan Mita." Rey menghabiskan cocktailnya lalu memaksakan tersenyum ke arah Isyana.

"Kenapa kamu nggak jemput pacarmu itu dengan pesawat pribadi? Oh, aku lupa. Kamu kan belum sanggup beli kendaraan mewah itu ya." Isyana terbahak.

Untuk menghindari kecurigaan, Rey pun ikut terbahak seraya berkata,"Nanti setelah aku kuasai saham papa, jangankan pesawat pribadi, kehidupan Kakak pun akan aku beli."

"Wah, percaya diri sekali ya adikku ini." Isyana menggandeng lengan Rey. "Itu hanya ada dalam mimpimu saja, Reytama," lanjutnya.

Ketika Rey melihat papa dan mamanya berjalan ke arah mereka berdua, Rey menarik lengan Isyana untuk berbalik arah.

"Mau ke mana, adikku sayang?" Isyana berusaha menahan, tetapi Rey terlalu kuat. Alih-alih bertahan, tubuh Isyana bisa saja terjatuh apabila tidak mengikuti gerakan Rey. "Kamu nggak usah ajak aku kabur juga dong, Rey."

"Bawel!"

Kali ini, Isyana mengalah. Rey belum juga melepaskan genggamannya sampai mereka berdua berada di taman samping kediaman Kakek Goban Hanggara. Dengan kasar, Rey menghempaskan tangan kakaknya.

"Apa kabar kalau Mita tahu ya bila seorang Reytama berlaku kasar kepada wanita."

Rey tidak menanggapi. Isyana pun berhenti mengoceh. Keduanya kini bersama dalam hening. Lembayung senja membuat mereka terdiam dengan pikirannya masing-masing.

Semilir angin membelai rambut Isyana yang sengaja disisakan di luar ikatan. Riri bilang, itu adalah trend penataan rambut terkini yang memiliki makna 'menyisakan gangguan'. Entah apa maksudnya, Isyana hanya setuju saja saat Riri menata mahkota kepalanya.

Isyana menoleh ke arah Rey. Adiknya berkali-kali mengecek ponsel dengan wajah yang sangat cemas.

Sampai matahari terbenam dengan sempurna, Isyana dan Rey masih duduk bersebelahan di bangku taman tanpa sepatah kata pun. Lampu hias menggantikan terangnya mentari. Rasa udara mulai berubah. Angin tak lagi memberikan kesejukan. Ada sedikit rasa menggigit pada permukaan kulit.

Saat melihat Rey beranjak dari tempat duduknya, Isyana menahan tangan adiknya. "Tunggu saja di sini."

Rey menoleh ke arah Isyana dengan rasa heran. Tatapan kakaknya kembali lurus ke depan.

"Acara sudah dimulai sejak kita hanya berdiam di sini. Kakak mau membuat kita berdua dapat masalah?" Rey melangkahkan kakinya tetapi Isyana kembali menahannya. "Kak Isya!"

"Iya, adikku sayang. Aku ingin kita berdua mendapat masalah bersama. Bukannya itu akan membuat kita terlihat sangat kompak." Isyana mengerling diiringi senyuman sinisnya.

Yang dikatakan oleh kakaknya ada benarnya juga. Rey pun kembali duduk dengan menghela napas berat.

"Aku temani kamu menunggu Mita di sini. Setelah Mita mengabari, aku akan ikut menjemput dia di gerbang rumah." Tawaran Isyana tidak mengisyaratkan niat buruk sama sekali. Karena itulah, Rey pun mengangguk sambil terus berharap Mita segera sampai.

"Kak Isya."

"Ya?" Isyana menoleh. Sebelah alisnya terangkat.

"Kakak cantik kalau lagi baik. Seperti malaikat." Ucapan Rey tentu saja membuat Isyana mengernyit. "Sayangnya, iblis di dalam diri Kakak selalu berhasil mengalahkan sisi ibu peri itu."

Isyana hanya bisa menahan agar dirinya tidak meraih kerikil di hadapannya lalu melemparkan ke arah kepala Rey.

~~~

Mita datang pukul 7 malam.

Isyana menggelengkan kepala saat tahu Rey menyewa helikopter untuk menjemput Mita di bandara. Ia yakin, beberapa menit lagi, portal berita selebriti pasti akan menayangkan hal tersebut. Rasanya, ingin sekali ia mengatakan kepada para wartawan bahwa helikopter itu bukan milik adiknya.

"Honey, ini kakakku. Isyana." Rey berkata setelah mengecup pipi Mita.

"Hai, Kak. Aku Pramita. Panggil saja Mita." Mita mengulurkan tangan. Isyana menyambut tangan itu lalu menempelkan pipi keduanya.

"Kak Isya yang temani aku saat menunggu kamu," ujar Rey seakan ingin memamerkan betapa baik kakaknya tersebut.

"Terima kasih ya, Kak." Mita menggandeng manja lengan Isyana. "Kapan-kapan, kita minum teh bersama." Isyana menanggapi tawaran Mita dengan senyuman.

Mereka bertiga kemudian masuk dan berjalan bersama menuju tempat Eylisa dan Bara Hanggara duduk.

Jangan ditanya, tatapan tajam dari Eylisa sangat jelas mengarah kepada mereka bertiga. Isyana tersenyum, Rey mulai berkeringat, dan Mita yang tidak tahu apa-apa, tetap merasakan aura tidak enak yang membuatnya menelan saliva.

"Kemana saja kalian? Jam berapa ini?"

Untungnya cahaya remang mampu menyamarkan wajah pucat ketiganya.

Melihat istrinya menumbuhkan tanduk dan mengeluarkan taring, Bara menghampiri dan menyambut ramah anak-anaknya untuk menetralkan suasana. "Jadi ini pacar baru kamu, Rey?"

Sontak ketiganya langsung menanggapi pengalihan pembicaraan yang dilakukan oleh Bara. Mita menyalami kedua orang tua Rey meskipun saat berhadapan dengan Eylisa, tidak nampak senyum di bibir wanita paruh baya tersebut.

"Maaf ya, Tante, tadi aku─"

"Keterlambatan bukan untuk menciptakan alasan. Keterlambatan itu untuk diakui. Tidak perlu mengalihkan agar dimaklumi." Eylisa memotong pembicaraan Mita.

Tidak ingin mengikuti urusan adiknya dan pacarnya yang datang terlambat, Isyana berjalan menjauh untuk sekadar mencari makanan. Bukan karena itu saja alasan ia beranjak, ia takut tidak bisa menahan gelak tawa puas karena situasi yang dialami oleh Rey.

Tres leches menjadi pilihan yang menarik mata serta perutnya. Isyana lantas memilih tempat duduk untuk menikmati cake khas Mexico tersebut.

Tidak lama berselang, Rey dan Mita menghampiri. Mereka sudah dengan makanan yang berbeda di tangannya. Ketika sedang menikmati hidangan, Kakek Goban Hanggara berjalan ke arah mereka.

"Ini calon istrimu, Rey?"

Isyana hampir saja tersedak mendengar pertanyaan Kakek Goban. Mengapa beliau langsung menunjuk pacar adiknya sebagai calon istri. Jujur saja, Isyana malah berharap mereka berdua segera putus.

"Kapan kamu bawa pacarmu ke sini, Isya?"

Kali ini Isyana benar-benar tersedak. Ia terbatuk-batuk sampai pelayan menghampiri dan memberikan air mineral.

"Nona tidak apa-apa? Mau saya buatkan minuman pereda tenggorokan?" tawar pelayan tersebut. Isyana menggeleng. Ia lantas memberikan piring yang tengah dipegangnya.

"Kalian juga harus berlomba agar bisa memiliki keturunan laki-laki. Paham kan posisi cucu laki-laki itu akan lebih besar daripada cucu perempuan." Celetukan Kakek Goban membuat Isyana dan Rey terdiam. Mereka baru tahu perihal tersebut. "Jadi, siapa yang akan memberikan cicit pertama kepada Kakek, ia lah yang akan diberikan lebih oleh keluarga ini." Kakek Goban mengakhiri kalimatnya dengan tertawa.

Isyana dan Rey tersenyum kaku secara bersamaan.

"Jangan terlalu tegang. Kakek hanya bercanda." Kakek Goban merangkul pundak Isyana dan Rey. Kemudian, berjalan menjauh.

Kakek Goban tidak asal bicara. Pernyataan bercanda di akhir kalimat, jelas menunjukkan bahwa itu merupakan hal serius. Isyana dan Rey saling tatap. Ada sejenis kode yang menunjukkan bahwa keduanya harus berbincang setelah acara kumpul keluarga selesai.

"Sayang, bagaimana kalau kita minum wine?" Rasa terkejut Rey terpecah oleh ajakan Mita. "Kak Isya. Mari bergabung." Dan Isyana pun teralihkan karena pacar sang adik.

~~~

Isyana mencuri start untuk menanyakan pernyataan kakeknya. Karena itu lah, di sofa bernuansa gold dalam ruang keluarga, Isyana duduk bersama papa dan mamanya.

"Jadi, dia itu model?" tanya Eylisa. Nampaknya malah mamanya yang lebih tertarik untuk bergunjing.

"Model yang dikontrak oleh Hang-G Fashion pada musim tahun lalu dan 2 musim ke depan," jawab Isyana sambil menyandarkan tubuhnya.

"Apa Mama perlu jodohkan saja Rey dengan gadis lain?"

"Mam!" Baik Isyana maupun Bara, keduanya kompak menyanggah.

Alasan Isyana jelas karena ia tidak ingin bernasib sama. Bila adiknya memilih calon istri yang tidak sesuai dengan kriteria mamanya lantas kemudian dijodohkan, hal tersebut bukannya tidak mungkin akan terjadi juga padanya bisa salah membawa pacar. Sedangkan Bara, ia bukanlah tipe diktator seperti Eylisa. Meskipun memegang banyak perusahaan di Hang-G Group, ia bukanlah pemimpin yang selalu mengatur tanpa mau menerima masukan. Sehingga, menjodohkan anak adalah hal yang tidak akan pernah ia setujui.

"Isya, Papa dengar, adikmu itu mengakuisisi kerjasama supplier dengan Hang-G Automotive." Bara akhirnya kembali berhasil mengalihkan pembicaraan. "Papa bangga. Itu lah yang Papa inginkan, semua Hang-G terhubung satu sama lain meskipun berbeda bidang."

Deg!

Isyana menahan diri untuk tidak terlihat kesal saat sadar atas apa yang telah Rey lakukan untuk mencuri hati papanya. Beberapa malam ia tidak bisa tidur karena berkutat dengan lembaran perjanjian. Ternyata rencana busuk Rey bukan terletak pada kertas tersebut. Rey menjalankan cara yang jahat dengan begitu manis dan lembutnya.

Kalah telak. Bukan, satu nol. Satu untuk Rey dan nol untuk Isyana. Itu lah yang terus saja terngiang di benak Isyana. Ia sama sekali tidak punya ide untuk mengambil point agar papanya bisa terpukau seperti kepada Rey.

"Pap. Tadi Kakek Goban bilang bahwa cucu laki-laki akan memiliki posisi yang lebih besar dari cucu perempuan." Isyana menghela sedikit napas sebelum melanjutkan pertanyaanya. "Papa tahu soal ini? Maksudnya apa, Pap?"

Ditatapnya Eylisa dan Bara yang saling berpandangan. Isya masih menunggu penjelasan. Ia malah bertekad tidak akan pulang sebelum mendapatkan jawaban.

~~~

"Sayang...."

"Harusnya aku melarang kamu minum terlalu banyak, Honey. Aku lupa kamu baru pulang dari perjalanan jauh," sesal Rey saat Mita bersandar di dadanya.

Acara kumpul keluarga sudah selesai. Seperti biasa, tidak ada yang menarik pada acara kumpul keluarga kali ini. Semua agenda datar-datar saja seperti pertemuan yang lalu-lalu. Setelah menikmati sajian makan malam bersama, semua anggota keluarga berfoto, lalu dipersilakan untuk acara bebas. Acara bebas yang dipilih oleh Rey adalah mengajak Mita pulang ke rumahnya dengan sebotol champagne.

"Aku boleh menginap di sini kan, Sayang," rayu Mita. Ia lalu mengecup bibir Rey.

Rasa manis mengecap dalam bibirnya dan membuat Rey menelan ludah. "Aku sudah minta Lina menyiapkan kamar untuk kamu. Kamu udah ngantuk?"

"Kamar? Aku tidur sendiri?" Mita mengangkat tubuhnya lalu menunjuk pada dirinya sendiri. "Kamu nggak temani aku tidur?"

"Aku tidur di kamarku, Honey." Rey membelai rambut Mita. "Kamu mau tidur sekarang?"

"Kenapa aku nggak tidur sama kamu?" rengek Mita.

Rey meraih wajah Mita lalu menyesap bibirnya sebentar. "Aku lupa belum cerita sama kamu. Rumah ini diawasi oleh CCTV yang terpantau langsung ke mama dan papa. Hanya kamar yang tidak dipasang CCTV."

"Apa?" Mita seolah kembali tersadar dari keadaannya yang setengah mabuk. "Untuk apa CCTV? Kamu kan bukan anak kecil lagi, Rey. Kamu bisa kan matikan CCTV itu untuk aku, please."

Rey menggeleng sambil tersenyum. Ketika ia ancang-ancang untuk mengecup Mita, gadis itu menjauhkan tubuhnya.

~~~

Angka yang disebutkan oleh papanya membuat Isyana tidak bisa tidur. Padahal ia cukup banyak meminum alkohol malam ini, tetapi ia masih sangat terjaga dan segar.

Mendadak Isyana setuju dengan keinginan mamanya untuk membuat Rey putus dengan Mita. Semisal mereka sudah memutuskan untuk menikah dalam waktu dekat, Rey pasti tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk memberikan cucu kepada orang tuanya. Kemungkinan terburuk lainnya adalah, bila mereka melakukan hal yang tidak seharusnya sebelum menikah lalu lahirlah anak laki-laki, maka posisi dirinya akan semakin terancam.

Isyana mengacak-acak rambutnya dengan kesal.

"70 untuk cucu laki-laki dan 30 untuk cucu perempuan. Pemberian saham berlaku saat anak itu lahir. Jadi, sudah jelas bahwa orang tuanya yang akan mengelola saham tersebut untuk kedepannya," papar Bara.

"Lalu, kalau aku dan Rey sama-sama punya anak laki-laki, bagaimana?" tanya Isyana.

"Tergantung siapa yang menjadi cucu pertama. Bila keadaannya seperti itu, maka cucu laki-laki pertama akan mendapat 60 %."

Percakapan dengan papanya terus mengusik keinginannya untuk beristirahat.

"Non." Ani mengetuk lalu masuk dengan baki berisi cangkir dan larutan berwarna seperti teh. "Ini ramuan anti pengar. Minuman ini juga bisa membuat Non Isya bisa tidur nyenyak."

Isyana langsung meneguk sedikit minuman tersebut. Rasa hangat terasa di tenggorokannya. Beberapa saat kemudian, ia teringat sesuatu yang sempat membuatnya mencurigai Ani.

"Kamu nggak lagi ngasih racun atau obat tidur ke aku kan, An?" tuduh Isyana.

Ani tertawa kecil. "Karena sup asparagus kemarin ya, Non?" tanyanya.

Isyana langsung menelisik resah.

"Maaf ya, Non. Karena saya khawatir dengan keadaan Non yang kurang tidur akhir-akhir ini, saya tambahkan bunga saffron ke─"

"Saffron?!" Isyana terlonjak.