"Sayang, udah bangun belum?" Suara dari balik telepon yang baru saja ia angkat tidak lantas membuat matanya berhenti terpejam. Lengket, seolah ada beberapa miligram lem di kelopak matanya
"Sayaaang...."
"Udah, Honey. Kalau belum bangun, nggak mungkin bisa angkat telepon kamu. Ya udah, aku mandi dulu, ya."
"Sayaaang, tunggu." Suara manja yang paling senang didengar oleh pria manapun membuat lelaki itu kembali duduk di atas tempat tidurnya. "Ciuman selamat pagi buat akunya mana?"
Jelaslah kalimat itu membuat Reytama Abraham Hanggara bereaksi lain dan senyum tentunya. Sesederhana itu lah kebahagiaan yang menguar di pagi ini. Semangat untuk menjalani hari pun dimulai dari sumber suara orang yang sangat ia cintai, Pramita Alana.
Rey menyalakan shower setelah menyetel suhu suam-suam kuku. Air pun mengaliri tubuh hasil rutin gym seminggu 3 kali itu. Ia memejamkan mata beberapa saat untuk merasakan pijatan kecil dari sentuhan air tersebut. Pikirannya memeta apa yang akan ia kerjakan di hari ini. Seketika ia tersenyum. Ada agenda yang cukup menarik di siang ini.
Bergegas ia meratakan sabun, membilas, lalu menyelesaikan mandi. Energinya semakin meningkat setelah mengingat satu hal yang harus ia persiapkan untuk menghadapi siang nanti.
Rey menekan tombol dial kemudian menyalakan loudspeaker di ponselnya. Tubuhnya masih dililit handuk bahkan sebagian lain basah. Ia berjalan menuju ruang pakaian, menekan tombol untuk membuka pintu lemarinya, lalu mematung sesaat. Dari semua deretan jas hitam, masih saja ia harus kebingungan memilih yang mana.
"Hallo, Pak Rey. Pak Rey, Anda baik-baik saja?" Suara dari ponselnya terdengar sesaat setelah ia memilih acak jas hitamnya.
"Oh, sudah diangkat dari tadi ya? Gini, Rin, bisa tolong bawa berkas kerja sama yang saya minta kamu buatkan kemarin?" Rey berkata sambil merapikan dasinya.
"Bukannya baru akan Bapak ajukan minggu depan?"
"Ada perubahan rencana. Saya memang belum mengatakannya. Jadi, nanti siang saya akan urus kerja sama ini." Jemari Rey merapikan rambutnya. Ia tidak ahli menggunakan sisir. Baginya, dengan jari saja sudah cukup untuk menyisir rambutnya yang mudah diatur.
"Baik, Pak. Sampai bertemu di kantor," jawab Rinka.
Panggilan selesai, Rey pun sudah siap berangkat.
"Sarapan dulu, Tuan."
Rey menoleh ke arah meja makan. Kesalahan yang dibuatnya pagi ini adalah lupa memesan makanan apa yang ingin ia santap untuk sarapan. Alhasil, berbagai jenis makanan pun sudah tersedia di meja makan. Mulai dari roti yang sederhana, sampai sushi. Rey mendesah pelan. Ia hanya mengambil 2 lembar Prata lalu mengoleskan saus di atasnya. Bergegas ia berjalan menuju mobilnya yang sudah disiapkan.
"Tuan, minumnya jangan lupa." Tergopoh-gopoh Lina ─asisten penanggung jawab bagian dapur─ memberikan jus jeruk kemasan.
"Oh, terima kasih." Rey menolak sedotan yang disodorkan oleh Lina. "Lin, semua makanan yang ada di meja harus sudah habis sebelum makan siang. OK?"
Komando seperti itu tentu saya Lina paham artinya. Senyum pun mengembangkan kedua pipinya. Lina membayangkan semua asisten rumah tangga makan bersama dan ia pun bisa mengajak kedua anaknya untuk sarapan enak.
"Terima kasih, Tuan."
Sesampainya di pelataran rumah, Rey memasuki mobil dan membuat Mirwan ─sopir pribadinya─ tercengang karena Rey duduk di kursi pengemudi.
"Hari ini kamu libur. Saya pulang larut. Kamu kembali lusa juga tidak apa-apa," ujar Rey tanpa beban. Tentu saja hal itu disambut dengan tatapan semringah dari Mirwan.
Setelah berbagi kebahagiaan dengan semua orang yang membantu urusan di rumah, ia pun melajukan mobilnya. Di dalam S-Class yang dikemudikan, terdengar suara Chris Martin yang baru saja ia putar.
~~~
Rey pergi menjemput pacarnya saat istirahat makan siang. Pramita Alana adalah salah satu model yang sudah melanglangbuana di dunia fashion sejak lama. Perkenalan keduanya dimulai ketika tim marketing Hang-G Fashion menunjuk gadis itu sebagai model busana annual tahun lalu. Rey yang saat itu sedang berkeliling kantor untuk mengamati progress pekerjaan anak buahnya, secara klasik bertubrukan dengan Pramita. Sebenarnya tidak ada hal yang istimewa ketika itu. Rey dan Pramita sama-sama meminta maaf karena keduanya memang sedang berjalan sambil tidak melihat lurus ke depan. Hal yang membuat mereka akhirnya berkenalan adalah ketika Rey melanjutkan berjalan, ia menginjak gaun yang tengah dikenakan Pramita.
Hampir saja Pramita terjatuh kalau bukan karena Rey yang refleks menangkap tubuh gadis tersebut. Insiden pun tidak berhenti sampai di situ. Ternyata ujung rok yang terinjak oleh Rey menyebabkan sobekan parah sampai ke bagian perut. Sontak Pramita panik bukan main. Ia berusaha menutupi tubuhnya tetapi tidak bisa. Merasa bersalah, Rey pun menggendong Pramita di punggungnya untuk menutupi tubuh gadis tersebut. Ia membawanya ke ruangan dan meminta bantuan Rinka untuk mencari baju ganti.
Setelah Pramita mengganti dressnya dengan long sleeve, mereka pun berbincang. Hingga akhirnya bertukan nomor ponsel dan Rey mempersingkat panggilan kepada gadis itu. Mita, nama itulah yang sampai sekarang tidak pernah berganti di hatinya.
Rey membukakan pintu mobilnya untuk Mita. Sebuah kecupan di pipi menyapa Rey siang itu.
"Mau makan siang apa, Honey?" Beruntungnya Rey, ia bukan berpacaran dengan tipe wanita yang akan menjawab 'terserah' ketika diberi pertanyaan seperti itu. Diliriknya Mita yang sedang memperhatikan feed Instagram.
Tidak lama dari situ, Mita menyodorkan foto dari sebuah akun Instagram. "Aku mau coba makan di sini ya, Sayang." Mita lantas mengetikkan nama tempat pada layar GPS di mobil Rey.
"Oke, hanya 15 menit perjalanan. Kamu memang paling cerdas dalam memilih tempat makan siang," puji Rey sambil menoleh sebentar ke arah gadisnya.
"Iya dong. Pacarmu."
"Calon istri," ralat Rey.
"Ih, Sayang. Aku masih pacar kamu. Kita kan belum bertunangan. Jadi nggak bisa ganti status kayak gitu," rengek Mita. Rey hanya tertawa kecil menanggapi protes dari pacarnya.
"Tunggu ya, Sayang." Tangan kiri Rey meraih tangan Mita lalu mengecupnya mesra.
Nanti dulu, Rey masih punya banyak hal yang harus diselesaikan. Jumlah kepemilikan saham yang diberikan oleh ayahnya belum sesuai yang ia mau. Ia akan memperjuangkan jumlah saham, setidaknya harus lebih dari 50 persen. Setelah semuannya selesai, baru lah ia akan langsung menggelar pesta pernikahan yang megah untuk Mita. Tidak perlu mengulur waktu dengan bertunangan terlebih dahulu. Bila jatah saham yang dimilikinya sudah bertambah, ia akan langsung menikahi gadis pujaannya itu.
'Your destination is here.' Terdengar suara dari speaker GPS.
"Oh, sudah sampai?" Rey menengok ke arah kanan dan kiri. Keningnya berkerut. Ia memperhatikan sekitar. Hanya ada slot parkir untuk 3 kendaraan saja dan itu pun sudah terisi.
"Kita parkir di mana, Honey?" Akhirnya Rey pun bertanya. Terlebih tidak ada petugas parkir yang menghampiri.
"Ya di pinggir jalan. Nggak apa-apa, kan?" Mita tersenyum manis. Ia lalu keluar dari mobil dan berinisiatif untuk membantu Rey merapikan mobilnya di pinggir jalan.
Rey membuka kaca jendela mobil lebar-lebar. Aroma rempah-rempah menusuk hidungnya. Saat mengikuti instruksi dari Mita, ada yang menghangat dari dirinya. Mita adalah seorang model yang tidak perlu ditanyakan popularitasnya. Namun, ia masih selalu menerapkan hidup sederhana dalam hal memilih makanan. Padahal, sepatu yang dipakainya saja bisa lebih mahal dari omzet per bulan tempat makan yang gadis itu pilih.
Seperti sekarang, Mita mengajaknya ke kedai kecil ─yang berdasarkan foto─ menyajikan ramen dengan berbagai topping. Sudah bisa ditebak, mie yang digunakan untuk ramen pasti bukanlah ramen asli dari Jepang yang biasa ia dapatkan di sajian saat kumpul keluarga Hanggara. Hal yang sangat unik adalah, Mita yang dituntut harus menjaga bobot tubuhnya, masih bisa dengan bebas mengkonsumsi makanan yang jauh dari menu katering diet. Namun, ia tidak pernah mengeluhkan naiknya timbangan atau perutnya yang membuncit.
"Sudah, Om. Mana komisinya?" Mita mengulurkan tangan ke arah Rey.
"Aku bayar nanti malam. Sajian spesial." Mita tersipu sambil menutup mulut dengan sebelah tangannya.
Rey turun dari mobil lalu menggandeng tangan Mita. Setelah memilih tempat duduk dan melihat menu yang ditawarkan, Rey menatap kedua mata ber-softlens milik Mita.
"Kenapa?" tanya Mita sambil melotot.
"Kamu cantik."
"Aku sudah tahu," balas Mita.
"Dari siapa? Ada yang berkata seperti itu selain aku hari ini? Ada yang meminta nomor ponselmu saat pemotretan tadi? Atau, ada model lain yang menggodamu?"
Mita memutar kedua bola matanya. Ia sebal bila Rey sudah bertingkah seperti anak SMA yang baru pertama kali berpacaran.
"Jawab," pinta Rey kesal.
"Nggak ada, Sayang. Lagipula siapa yang berani mengganggu pacar seorang Reytama Abraham Hanggara. Yang ada, mungkin kamu yang banyak didekati gadis lain. Iya, kan?" protes Mita.
"Iya. Tadi pagi, aku sudah ditelepon oleh Rinka. Lalu, Lina menyiapkan pilihan menu sarapan di meja makan. Sebelum menjemput kamu, Man─"
Mita mengecup bibir Rey tiba-tiba.
"Aku nggak bakal cemburu pada bawahan kamu." Mita menjulurkan lidahnya. Gestur itu berhasil membuat Rey kesal.
"Kamu tahu kan kalau aku paling nggak suka saat kamu memamerkan lidah seperti itu?" Mita mengangguk sambil menahan tawa saat Rey mulai berceloteh. "Lidah itu milik aku. Awas kalau kamu sampai menjulurkan kepada laki-laki lain!"
Tentu saja pernyataan Rey ditanggapi dengan tawa oleh Mita. Semakin kesal lah ekspresi yang diperlihatkan oleh Rey.
"Aku milikmu. Sekarang dan selamanya." Mata tulus Mita berhasil menjinakkan Rey.
~~~
Rey melambaikan tangan setelah Mita turun dari mobilnya. Ia berbalik arah untuk menyelesaikan urusan yang sangat dinantinya hari ini: berkunjung ke Hang-G Automotive.
Berkas yang digenggamnya sudah ia baca dengan saksama setelah Rinka menyerahkan padanya pagi tadi. Bahkan, ia membaca hurufnya satu per satu agar tidak ada salah tik yang membuat dirinya nampak hina.
Sambutan di lobi kantor kakaknya itu sangat ramah. Meski ia perhatikan, sepertinya banyak wajah-wajah baru di kantor tersebut. Ya, ia tahu, Isyana memang paling sulit mendapatkan pekerja yang supel. Tidak pernah ada yang bisa bertahan selama 1 tahun, bahkan 6 bulan. Entah tabiat apa yang diterapkan kepada bawahannya itu.
Pertemuannya dengan Isyana kali ini tentu saja tanpa janji. Ia datang dengan tiba-tiba dan jelas membuat sekretaris kakaknya itu langsung menghadang di pintu.
"Maaf, Pak. Apa sudah ada janji sebelumnya?"
Nah, kan, sekretaris baru lagi, gumam Rey.
"Belum. Tapi saya yakin Bu Isyana pasti sedang free saat ini. Kalian baru selesai meeting bulanan, kan?" Lula tertegun dengan pernyataan pria yang sangat rapi dan tampan di hadapannya.
"Tapi sebaiknya, Pak─ dengan bapak siapa?"
"Rey. Reytama Abraham." Sengaja Rey tidak menyebutkan nama keluarga. Entah mengapa melihat sekretaris kakaknya itu, ia malah ingin menjahilinya. "Ya sudah, tanya dulu sana. Boleh tidak saya berkunjung. Saya hanya ingin memberikan bunga." Rey memperlihatkan setangkai mawar putih yang sedari tadi disembunyikan di balik badannya.
Lula kemudian berjalan ke arah ruangan Isyana. "Ada tamu yang tidak memiliki janji dengan Bu Isyana."
Rey mulai tidak sabar sampai akhirnya ia pun menerobos masuk ke dalam ruangan Isyana. Ketika kedua matanya berserobok dengan Isyana, ia menyunggingkan senyum termanis yang ia miliki. "Kakak, apa kabar?"
"Kamu mau apa datang kemari?!" Rey sudah menduga sambutan seperti itu pasti akan dilayangkan padanya. Namun, tidak sedikitpun senyum miliknya pudar.
"Aku kangen kakakku yang cantik." Rey langsung duduk di sofa kemudian menaikkan kedua kakinya di meja. Sesaat, ia menoleh ke arah pintu. "Eh, siapa nama kamu?" tanyanya saat melihat Lula masih berdiri menunggu komando.
"Lula. Itu sekretaris aku. Nggak usah kamu goda!" jawab Isyana ketus.
"Oh, Lula. Nama yang bagus. Saya bisa minta tolong?" Rey menurunkan kedua kakinya.
"Kamu nggak usah atur-atur sekretaris aku!" bentak Isyana.
"Kakak, jangan galak. Mau berapa sekretaris yang kabur karena temperamen Kakak yang bipolar itu?" Rey menoleh ke arah Isyana.
"Aku nggak bipolar─"
"Lula, tolong kamu tutup pintunya dari luar, ya." Rey memotong ucapan Isyana lalu menoleh ke arah kakaknya sambil mengerling. "Tenang, Kak. Aku tahu kita punya posisi masing-masing. Bawahan Kakak pun pasti tahu siapa komando yang harus didengar."
Isyana kembali duduk setelah ketegangan yang dihadapinya selama beberapa menit tadi. Rey pun memilih untuk duduk dengan sopan di ruangan kakaknya tersebut.
"Jadi, maksud kedatangan aku ke sini adalah untuk meminta berkas persetujuan aturan kerja sama dengan PT. Andaraka Gas yang sudah ditandatangani oleh Bu Isyana." Tidak hanya tingkahnya yang dibuat sopan, bahkan kalimat yang digunakan untuk berbincang dengan kakaknya pun, ia buat seformal mungkin.
"Gimana?" Mulut Isyana terbuka dan kedua alisnya bertemu.
"Oke, aku jelaskan. Pak Mikola sudah menyerahkan tanggung jawab kerjasama PT. Andaraka Gas dengan Hang-G Automotive kepada Pak Reytama Abraham. Jadi, aku yang akan mengatur segala jenis bentuk supply yang akan diberikan kepada perusahaan ini berdasarkan perjanjian yang baru." Tidak ada tanggapan dari Isyana. Rey lalu bangkit dari kursinya untuk menghampiri Isyana. "Cukup jelas, Bu Isyana? Bisa tolong berikan berkas aslinya? Aku yakin, Kakak pasti tahu bahwa Pak Mikola lebih suka bentuk hitam di atas putih berupa lembaran daripada surel yang bisa dihapus dalam sekejap."
Isyana masih belum tahu apa yang tengah direncanakan oleh adiknya. Ia hanya bisa menurut dan memanggil Lazudi perihal berkas itu.
Rey tersenyum culas saat menerima berkas yang diberikan oleh Lazudi. Tanpa ingin berlama-lama. Ia pun segera berjalan menuju pintu.
"Oh, iya, sampai lupa saking bahagianya." Rey menoleh sebentar sebelum ia membuka pintu. "Mawar putihnya udah aku simpan di vas meja itu ya, Kak. Aku akan terus kasih Kakak bunga sampai status jomlo Kakak hilang." Rey buru-buru menutup pintu. Ia tidak ingin ada benda yang harus terlempar ke arahnya. Samar terdengar teriakan kesal dari kakaknya. Ia hanya tersenyum puas.