Bagi Nada seorang wanita yang bertubuh kecil berjalan ditengah malam seorang diri, melewati jalan berkilo-kilo meter setelah mencari pekerjaan yang tak kunjung ia dapatkan, adalah suatu hal yang cukup membuatnya takjub pada dirinya sendiri, ia mampu melakukannya dengan kondisi tubuhnya yang lemah seperti ini terlebih perutnya yang kosong karena tak ia isi dengan apapun sebab ia tak memiliki apapun untuk ia beli kecuali untuk ibunya. Sisa uang yang ia miliki hanya mampu untuk makan ibunya. bukankah ia sangat hebat ketika ia kuat menahan perihnya perut selama dua hari? Lantas disisa tenaga yang ia miliki, ia melangkah dengan sedikit terseok-seok, menyusuri jalanan sepi menuju gubuk kecilnya yang ia tempati bersama ibu, satu-satunya keluarga yang ia miliki. Setelah ayahnya satu tahun yang lalu meninggalkan mereka maka Nada mengambil alih tugas ayahnya sebagai kepala keluarga untuk ibunya yang sakit karena patah hati dan merindukan suaminya, Nada berjuang seorang diri merawat ibunya dan dirinya sendiri agar tetap hidup, setiap hari yang ia lakukan adalah mencari pekerjaan kesana kemari namun tak kunjung mendapatkannya. Nada lelah tapi apa yang bisa ia lakukan selain bertahan?
Saat itu awan hitam mulai menumpahkan isinya, dan memancarkan cahaya kilat dengan suara guntur yang menggelegar, Nada benci suara itu! Dia tidak pernah memiliki hal baik dari suara guntur hingga membuatnya tak perlu takut lagi, sebab baginya suara petir yang menyambar di langit adalah pertanda buruk baginya, waktu ayahnya pergi juga pada saat hujan deras disertai petir, Wajar saja kalau Nada selalu takut hujan deras yang disertai petir. Dan diantara suara langkah kakinya juga suara guruh yang sahut menyahut, di dalam gang kecil yang sepi, Nada mendengar suara ketuk sepatu yang lain. Lalu dengan perasaan waspada dan rasa takut yang menyelimutinya, Nada menolehkan wajahnya ke belakang dan mendapati sesosok pria berjalan sempoyongan disana, ia berjalan seolah tulang-tulang kakinya tak mampu menahan bobot tubuh pria itu. Tubuhnya tinggi menjulang ke atas, Wajahnya tak nampak sebab menunduk, namun perlahan terangkat menatap obsidian Nada yang bergetar. Atmosfir berubah mencekam tak kala keduanya saling pandang dengan sorot mata yang berbeda, yang satu menatap tajam, satu lainnya ketakutan. Tidak ada yang dilakukan keduanya selain diam dalam beberapa menit, Otak Nada sedari tadi meneriakinya untuk segera pergi, tapi seolah ada yang menahan dirinya, tubuh Nada kaku tak dapat digerakan.
"Lari Nad.. Lari!!!" Ia membatin. Nada semakin takut, keringat dingin mulai keluar dari pori-pori kulitnya yang putih, Hingga saat seringaian itu muncul, Nada tak dapat lagi berdiam diri disana, ia lalu memutar tubuhnya dengan cepat dan berlari secepat mungkin. Pria itu entah kenapa yang tadinya kesulitan berjalan, kini mampu berlari mengejar Nada. Lebih cepat... lebih cepat... Nada berusaha mempercepat dirinya, menyusuri gang kecil yang tak habis kendati telah jauh ia lewati, bahkan beberapa kali ia sempat tersandung dan hampir jatuh. "Siapapun tolong aku!" Nada ingin berteriak tapi suaranya tercekat, ia bahkan tidak dapat mengeluarkan suara apapun.
Lalu sampai pada batas kekuatannya, Nada dengan perut yang kosong dan jalanan yang licin karena hujan, ia kehilangan seluruh tenaganya dan tak mampu lagi menggerakan kakinya, lalu kemudian jatuh tersungkur dengan nafas tersengal. Pria itu berhenti menatap Nada yang merangkak, menyeringai mengejek Nada, kemudian dalam satu kali tarikan pada lengan Nada, tubuh kecilnya terangkat begitu saja. Pria itu membawanya keatas pundaknya yang kokoh, harum citrus kayu bercampur keringat serta alcohol masuk kedalam penghidu Nada.
"Tolong..!!!!!! Lepaskan aku!!! Toloong!!!" Nada akhirnya mampu berteriak sekencang-kencangnya, ia meronta agar terlepas dari pelukan itu, meminta pertolongan pada siapapun yang mendengar namun jalan yang sepi dengan jam yang telah melewati tengah malam dan suara yang tertahan dengan suara hujan, takada siapapun yang bisa menolong Nada.
Brukkkkkhhhh
Tubuh Nada dibanting pada kasur bekas dalam gedung kosong dan gelap. Ia merintih kesakitan, air matanya telah membasahi seluruh wajahnya. Pria itu kini menindih tubuh Nada dan mulai mencium Nada dengan kasar. Nada berusaha menghidar, ia menggerakan wajahnya ke kanan dan kiri. Lalu..
Plakkkk
Tamparan keras di pipi Nada menciptakan rasa sakit yang luar biasa dan luka pada sudut bibirnya hingga rasa karat besi bisa ia rasakan dalam mulutnya. Kepala Nada menjadi pening, pandangannya jadi sedikit buram ia hanya bisa menangis, merintih, memohon pada pria diatas tubuh Nada yang tak dikenalnya
"Kumohon jangan.." mohonnya yang tak didengar, setelahnya tarikan pada baju Nada hingga sobek dengan mudahnya, menjadi awal petaka dalam hidupnya.
✖️✖️✖️
"Nada!! Bangun nak!!" Ibu Nada memanggil Nada yang menggigil dalam tidurnya. Beberapa kali sampai akhirnya Nada bangun dengan teriakan sebagai pengiring. Nada memandang takut ibunya yang cemas dengan kondisi Nada, tubuh Nada bergetar hebat dengan peluh membasahi seluruhnya bahkan air matanya terus mengalir dengan isakan yang tertahan. Melihat itu Ibu Nada lantas membawa Nada kedalam pelukannya. Mengusap punggung kecil Nada yang gemetar, berharap rasa gelisahnya perlahan menghilang. Entah apa yang terjadi pada Nada seminggu lalu, namun semenjak hari itu, Nada selalu bangun di tengah malam dengan kondisi seperti ini. Ketakutan setengah mati setelah mengalami mimpi buruk, dan setiap kali ibunya bertanya Nada selalu mengatakan bahwa itu hanya mimpi buruk biasa. Seperti saat ini, setelah mereda lagi-lagi Nada berbohong dan mengatakan bahwa ia hanya kelelahan sehingga mimpi buruk hadir dalam tidurnya.
"Kamu yakin Nak? Seminggu ini, ibu lihat kamu selalu mimpi buruk"
"Nada tidak apa-apa bu. Mungkin karena kecapaian saja. Ibu tidak usah cemas."
"Kalau ada apa-apa cerita sama ibu Nada. Ibu cemas lihat kamu seperti ini...." Nada mencoba tersenyum, lagi-lagi meyakinkan ibunya bahwa ia baik-baik saja. Lalu menyuruh ibunya kembali beristirahat, karena ini masih terlalu pagi untuk bangun. Apalagi kondisi ibunya yang semakin melemah, Nada tidak ingin ibunya stress memikirkan Nada lalu berimbas pada kesehatannya. Kemudian perlahan Nada membaringkan ibunya, memeluknya dari samping dan memejamkan matanya perlahan, Nada mungkin saja masih bisa tersenyum, tidak ada yang tahu kalau batinnya menangis keras, Nada sangat takut, kejadian seminggu lalu selalu menghantui Nada, ia takut bertemu siapapun, bahkan ia tidak berani berdekatan dengan seorang pria. "Bu.. Nada takut"
✖️✖️✖️
Suara gemericik air yang ia nyalakan mengisi ruangan itu. Tubuh Nada merosot dengan lemas, tangannya yang bergetar menjatuhkan benda kecil yang ingin ia tolak kenyataannya. Jantungnya berdetak cepat, selaras dengan air matanya yang jatuh tanpa bisa ia cegah. Ia menenggelamkan kepalanya diantara dua lutut yang ia tekuk.
"Arghhhhh" Pekik Nada tertahan di kamar mandi rumahnya, ia menarik-narik rambutnya dengan kasar seraya menggelengkan kepalanya. Dua garis! Ya Tuhan itu tidak mungkinkan? Dia pasti salah lihat! Pasti ada kesalahan! Tidak mungkinkan!!! Kenapa??? Kenapa kau hidupkan dia??? Nada tidak mau! Tidakkah dia cukup merebut kesuciannya? Kenapa harus menanam benihnya? Nada tidak bisa terima, bagaimana ini? Nada harus bagaimana?
Tokkk..
Tokk...
"Na..da.." panggil ibunya pelan, tangannya meremat dadanya sekuat mungkin, rasanya sakit sekali, seperti ada belati yang ditancapkan pada dadanya berkali-kali.
"Na...da..." panggilnya sekali lagi dengan suara melemah, kaki-kakinya mulai tak mampu lagi menopang tubuhnya lalu jatuh merosot didepan pintu kamar mandi. Ibunya tahu bahwa ia tak lama lagi, tapi ia ingin sekali melihat Nada untuk terakhir kalinya, ia tidak ingin meninggalkan Nada tanpa mengucapkan perpisahan.
"Na.. da.."
Tak lama dari panggilan terakhir ibunya, pintu terbuka perlahan.
"Ibu!!!!!!!!!"