Nafas Nada berderu cepat, menahan amarah atas penghinaan yang baru saja ia dapatkan, ia ingin melawan tapi ketidak berdayaan dirinya membuatnya tetap bungkam. Ia tentunya cukup tahu diri untuk tidak membuat masalah dengan pria dihadapannya, kalau saja bukan anak ibu, kalau saja ia dalam kondisi yang tidak memalukan, ia pasti sudah menampar pria dihadapannya. Lagipula atas dasar apa kau berani menamparnya Nada? Sadarlah dirimu yang sekarang bukan wanita suci yang naif lagi. Ia belum tahu tentangmu saja sudah seperti ini, bagaimana kalau dia tahu kalau kau menyimpan aib besar? Nada marah tentu saja ia kecewa pada dirinya sendiri, terlepas dari perasaan sakit hatinya, ia menundukkan wajahnya, menatap jemarinya yang saling bertahutan, tidak berani memandang lama-lawa wajah dihadapannya, dengan gugup ia menjawab "Aku..aku... kau salah paham. Aku tidak tahu apapun tentang keputusan ibu" katanya pelan namun masih bisa Devian dengar.
"Tidak tahu? Kau pikir aku bodoh?" Nada kembali mendongak, melihat tatapan penuh hina terhadap dirinya. Ya Tuhan, apa yang harus Nada katakan agar dia percaya? Pria itu tampak begitu keras kepala untuk mendengar penjelasannya. Ia membuka mulutnya untuk berkata, tapi buru-buru Devian menyelanya.
"Apapun yang kau rencanakan, kau tidak akan mendapatkan apapun! Tolak permintaan ibu, atau kau akan menerima akibatnya." Desisnya penuh ancaman, Devian menarik tangannya dari sisi Nada, tubuhnya tegak lurus, pandanganya masih pada Nada yang terpaku. Lama dalam keterdiaman, ia memutar tubuhnya hendak meninggalkan Nada tapi perkataan Nada kembali menghentikan langkah kakinya.
"Ti..tidak bisa. Aku tidak mau mengecewakan ibu. Dia sudah menolongku, jika memang ibu yang tidak menginginkannya. Akupun tidak akan meminta hal konyol itu"
"Konyol?" Devian buru-buru membalikan tubuhnya, ia merasa baru saja mendapat penghinaan, memangnya siapa dia? Menganggap menikah dengan dirinya adalah hal konyol? Semua gadis menginginkannya, ia tidak pernah mendapat penolakan dari siapapun. Bahkan tak jarang wanita-wanita itu yang sibuk mencari perhatiannya, dan apa yang ia dengar sekarang? Cih berani sekali dia! Baru kali ini dia merasa harga dirinya diinjak-injak apalagi oleh perempuan mikin macamnya.
"Kau tidak tahu diri ya?" Kening Nada mengkerut, ia tidak mengerti Devian jadi terlihat semakin marah padanya. Apa Nada salah berucap?
"Aku.. aku.."
"Kau pikir aku akan mudah kau bodohi dengan bersikap seperti ini? Wanita gila harta seperti dirimu akan bersikap seperti anjing yang penurut, anjing yang akan menggonggong dan melakukan apa saja untuk mendapatkan apa yang dia mau bahkan bersikap naif seperti dirimu"
"Cukup! Kau tidak mengenalku. Kau tidak berhak menilaiku seperti ini" Devian semakin marah, tidak ada yang berani menentangnya. Tapi mata gadis dihadapannya ini begitu berani dan siap menantangnya. Ia menarik lengan gadis itu kasar hingga tubuh mungilnya bertubrukan dengan dada bidangnya. "Kalau begitu jangan menerima permintaan ibuku! Kau tidak pantas menjadi pendampingku bahkan berdiri beriringan denganku kau berada di level yang sangat jauh" setelah berkata begitu Devian menghempas tubuh Nada, tanpa berkata-kata apalagi ia benar-benar meninggalkan Nada dengan hati yang penuh luka. Ia meringis, mengusap perutnya pelan. Ia mulai takut apakah hidupnya kembali tragis?
✖️✖️✖️
Memang benar Nada berkata akan membalas budi ibu, apapun itu. Tapi mengingat betapa menyeramkan Devian kemarin membuat seluruh persendian Nada menjadi nyeri. Ia merinding sekali jika membayangkan harus tinggal bersamanya seumur hidup. Bagi Nada pernikahan itu hanya satu kali, jika ia telah bersama dengan seseorang maka Nada akan menutup hatinya untuk orang lain. Nada hanya akan menikah satu kali dan hidup selama-lamanya dengan suaminya. Apapun yang terjadi Nada akan mempertahankan pernikahannya. Tapi... jika sudah begini, Nada terlalu takut menghadapi kenyataan bahwa ia harus menikah dengan Devian. Oleh sebab itu saat melihat ibu tengah santai sembari merajut membuat Nada mendekat dan ingin mengatakan semuanya, bahwa Nada menolak dijodohkan dengan anak laki-lakinya.
Nada duduk dihadapan ibu, membantu menggulung benang wol yang berantakan, ia melihat ibu sempat menatapnya dan tersenyum lalu melanjutkan kegiatannya. Nada jadi bingung, bagaimana caranya mengatakannya? Lalu seolah menyadari kegelisahan Nada, ibu melihat Nada yang sedang berpikir, menanyakan apa ada yang sedang Nada pikirkan. Dan Nada segera menggelengkan kepalanya pelan.
"Tapi bu, ada yang ingin Nada katakan pada ibu"
"Apa Nada? Katakan saja"
"Tapi Nada takut ibu marah pada Nada." Dengan senyum lembut ibu yang khas, ibu mengusap tangan Nada
"Memangnya apa yang ingin kau katakan? Itu semuakan tergantung dengan apa yang mau kau katakan. Tapi selama kamu tinggal disini apa pernah ibu marah padamu?"
"Tidak.." katanya lirih, hatinya semakin berat mengatakannya. "Kalau begitu tidak perlu takut Nada"
Nada menarik nafas dalam dan mengelurakannya dengan pelan, ia mempersiapkan dirinya untuk kemungkinan yang terjadi. "Nada.. Apakah ibu bercanda mengenai anak ibu yang akan menikah denganku?"
"Tidak!" Ucap ibu dingin, baru kali ini ibu terlihat dingin seperti ini.
"Bi-bisakah ibu membatalkannya?"
"Tidak bisa Nada, aku sudah menentukannya. Bagiku kaulah yang terbaik untuk Devian. Keputusanku bulat Nada, kau akan menikah dengannya kau maukan?"
"Ta-tapi bu—"
"Ah iya, Nada.. aku sudah sangat baik padamu bukan?" Meski bingung dengan pertanyaan ibu, Nada mengangguk pelan
"Kau ku selamatkan dari keterpurukan kau ingat?" Nada menjadi tegang mendengarnya, ia kembali menganggukan kepalanya.
"Bagus! Karena itu yang akan menjadi alasanku, kau tidak boleh menolaknya" ibu mengenggenggam tangan Nada erat sebeum melanjutkan kalimatnya. "Percalah pada ibu nak, Devian memang pria bermulut kejam, ia kadang bersikap kasar dan keras kepala. Tapi kau tahu dia anakku bukan? Devian akan menjagamu nanti, ibu hanya melakukan semuanya demi kalian berdua, dan kau adalah wanita paling tepat untuknya. Masalahnya adalah Devian yang pasti menolaknya bukan. Tapi ibu punya cara, Devian tidak akan mungkin menentangku. Tidak lama lagi dia akan datang kesini, bersiaplah!" Kata ibu seraya mengedipkan salah satu matanya, dan seperti sihir, apa yang dikatakan ibu benar terjadi, Devian sungguh datang dengan kemurkaan bahkan wajahnya memerah karena kekesalan yang ia tahan. Ia melempar koran yang dibawanya sejak masuk kedalam rumah keatas meja, membuat Nada hampir terlonjak kaget sedangkan ibu hanya bersikap acuh, melanjutkan rajutannya.
Nada melirik koran yang baru saja dilempar, matanya membola membaca judul halaman koran.
"Mama keterlaluan!"