Nada berlari kencang, sembari mendorong kereta tidur milik ibunya bersama para suster disamping kanan kirinya. Tangannya menggenggam erat milik ibunya yang masih hangat. Sesekali mengusap kasar air matanya yang menggenang dipelupuk mata, agar ia bisa melihat jalan dengan jelas.
"Ibu harus bertahan!"
"Nada mohon jangan tinggalkan Nada sendirian bu!"
"Bagaimana bisa Nada hidup tanpa ibu!"
"Nada tahu ibu kuat!!"
Kata-kata itulah yang diucapkan dihatinya seiring kakinya menapaki lantai rumah sakit, menyusuri lorong yang dinginnya malam menusuk lapisan kulitnya, berharap setiap kata yang diucapkan Nada, ibunya bisa mendengarnya dan bertahan demi Nada. Tepat saat memasuki UGD, salah seorang suster menahan Nada, ia tak mengizinkan Nada masuk kedalam, karena akan sangat mengganggu proses penyelamatan. Nada mengerti, mau tak mau ia mendudukan dirinya kendati hatinya masih tak tenang. Tangannya saling bertautan, dengan air mata yang tidak bisa berhenti. Matanya terpejam dan bibirnya bergerak sejak tadi merapal semua doa yang ia ingat agar Tuhan mengabulkan permintaannya. Sekali ini saja, Nada ingin Tuhan mendengarnya.. tolong, dengarkan permintaan Nada.
"Tuhan.. jangan ambil ibu! Nada tidak punya siapapun lagi!" Tanpa Nada sadari, sejak ia disana, seorang ibu-ibu memperhatikannya dengan tatapan iba. Nada tidak peduli dengan sekitar, ia hanya tak henti-hentinya berdoa, berharap secuil harapannya masih dikabulkan Tuhan. Lama menanti akhirnya seorang dokter atau suster, Nada tidak tahu pasti keluar dari ruangan itu, wajahnya tertutupi masker, perlahan Nada bangkit, harapannya tentu saja kabar baik, ia tidak siap pada keadaan buruk apapun.
"Ba-bagaimana keadaan ibu saya?" Awalnya Orang itu hanya diam, mengamati Nada prihatin sampai ia menggerakan kepalanya ke kanan dan kiri, dengan helaan nafas putus asa. Nada tercekat, tubuhnya menegang mendapati respon seperti itu, lalu persendiannya terasa lemas, Nada jatuh terduduk dan ibu-ibu yang memperhatikan tadi menghampiri Nada yang tangisannya kembali pecah.
"Nak... Ya Tuhan"
"Ibu!!!!!!!!! Jangan tinggalin Nada bu!!!"
✖️✖️✖️
Nada menatap kosong pada hamparan jalan yang ramai dibawah sana. Kemudian perlahan memejamkan matanya merasakan semilir angin yang berhembus menggerakan acak rambutnya yang ia gerai. Terlihat jelas wajah putihnya pucat pasi dengan bekas air mata yang tercetak. Ia berdiri tegak di tepi jembatan, mempersiapkan dirinya pada keputusan gila yang ia buat dengan pasti. Tidak ada lagi yang harus dipertahankan, hidupnya sudah hancur, kepergian ibunya sebagai satu-satunya orang yang membuatnya bisa bertahan menambah coretan hal-hal yang mampu membuatnya berpikir dengan waras. Untuk apa lagi ia hidup? Hidup sendiri di kejamnya dunia ini apalagi dengan aib yang ada dalam dirinya, hanya akan membuatnya menderita. Nada tidak akan sanggup, ia tidak mau lagi berurusan dengan hal-hal yang ada di dunia ini. Ia lelah, Nada ingin menyusul kedua orang tuanya saja. Ya! Begitu akan lebih baik..
"Jangan lakukan itu nak." Nada membuka matanya dengan cepat, ia menolehkan wajahnya dan mendapati sosok ibu-ibu yang berdiri dengan seorang pria yang lebih muda di belakangnya. Alisnya mengkerut, ia tidak kenal dengan keduanya, tapi Nada merasa tak asing. Siapa mereka?
"I-ini akan mengakhiri penderitaan sa-saya" ibu itu mendekat selaras dengan Nada yang mundur dengan gontai.
"Ja-jangan mendekat!" Katanya lagi, dan secara otomatis ibu itu menghentikan langkahnya. Senyum hangat terbingkai diwajahnya yang nampak cantik meskipun diusianya yang tak lagi muda. Pandangannya begitu teduh layaknya seorang ibu memandang anaknya dengan pandangan penuh akan kasih sayang. Nada sempat tertegun, hanya sesaat sampai ia kembali sadar dengan apa yang ia lakukan sekarang.
"Percaya sama Ibu, itu tidak akan mengakhiri penderitaanmu."
"Siapa yang tahu? Kalau tidak dicoba" lirihnya pelan, pandangannya turun kebawah, melihat kedua kakinya yang tak berbalut apapun. Sampai rasa dingin merambat pada pergelangan kakinya, Nada kedinginan tapi sekali lagi ia tak peduli.
"Kamu bisa menceritakan masalahmu padaku. Ibu siap mendengarkannya, kematian seperti itu hanya akan menambah dosamu, pembalasannya jauh lebih buruk dari apa yang kita dapat di dunia ini nak."
"Ibu bisa bicara seperti Itu karena ibu tidak merasakan apa yang saya rasakan. Sa-saya sekarang sebatang kara dengan aib yang saya bawa. Tidak ada siapapun lagi tempat untuk berbagi"
"Kalau begitu, berbagi dengan ibu.. kamu bisa menceritakan semuanya padaku. Hmmm... sekarang turun dari sana ya. Ikut ibu pulang?" Nada memandang ragu ibu dihadapannya, sejenak hatinya menghangat, ia ingin percaya tapi ia takut. Ia menggelengkan kepalanya lemah, membuat ibu yang dihadapannya menjadi lebih khawatir, Nada kalut dengan pikirannya ia tidak tahu kalau ibu itu tampak memberi tanda pada seseorang lalu diantara kegelisahan Nada, ia tak sadar seseorang sudah berdiri disampingnya dan menarik Nada hingga terjatuh, tapi bukan ke jalanan di bawah sana. Nada panik, seketika ia teringat sosok pria yang menariknya dengan kasar malam itu, ia memberontak, mencoba melepaskan diri dengan histeris dari pelukan pria itu. Nada takut, ia tidak mau merasakan hal seperti waktu lalu, lebih baik ia mati daripada kehormatannya harus dinjak-injak lagi.
"Lepaskan aku!!!!" Teriaknya lantang, ia masih berusaha melepaskan diri di sisa tenaganya. Pandangannya mulai kabur, kepalanya semakin pening dengan dekapan erat yang dirasakannya, tubuhnyapun mulai melemas dengan pergerakan yang semakin melemah hingga pandangannya total hitam seluruhnya dan Nada tak sadarkan diri.
✖️✖️✖️
"Dia masih belum sadarkan diri?" Tanya wanita yang baru saja datang ke kamar seorang gadis yang baru dikenalnya. Ia berbicara dengan dokter yang telah merawat gadis itu sejak kemarin.
"Belum tante, dia masih belum ada tanda-tanda akan bangun, sepertinya syok berat dan kelelahan membuatnya tidur lebih lama"
"Tapi dia baik-baik sajakan?"
"Baik Tante, tapi ada yang harus Kira kasih tahu ke tante mengenai gadis itu"
Wanita itu menatap bingung dokter yang bernama Kira. "Ya? Apa berita buruk tentang kondisinya?"
Kira menggeleng ragu dan kembali berujar "Kira tidak tahu ini berita baik atau buruk tante."
"Lalu? Ada apa Kira? Cepat katakan, kamu membuat tante bingung"
Selepas helaan nafas yang dihembuskan, Kira memandang gadis yang terlelap dengan tenang itu sebelum pandangannya kembali ia arahkan pada wanita dihadapannya "Dia sedang hamil tante, kandungannya baru beberapa minggu. Tubuhnya sedikit kekurangan gizi, ini akan sangat bahaya untuk dia dan kandungannya, apalagi kalau dia sampai stress."
"Tunggu apa Kira?, kamu yakin dia sedang hamil?"
"Iya tante! Kira sudah cek dan Kira yakin—"
"Eunghh—" keduanya menoleh bersamaan mendengar lenguhan dari gadis itu, Kira dengan cepat menghampirinya, memeriksa kondisi gadis itu, yang berangsur membuka matanya.
"Apa kau merasa pusing?" Tanya Kira yang mendapat anggukan lemah.
"K—kalian siapa?" Tanya gadis itu dengan pelan dan terdengar ketakutan, wanita dibelakang Kira mendekat, menggenggam tangan gadis itu erat.
"Jangan takut nak, kau akan baik-baik saja"