Belize adalah sebuah negara kecil di pesisir timur Amerika Tengah, berbatasan dengan Meksiko di sebelah barat laut dan Guatemala di barat dan selatan. Honduras terletak 75 km ke arah tenggara. Dalam bahasa Spanyol, Belize sering kali disebut Belice. Dahulu disebut Honduras Britania hingga 1973, Belize adalah bekas jajahan Britania Raya selama lebih dari satu abad. Nama "Belize" diambil dari Sungai Belize. Belize terletak antara Sungai Hondo dan Sarstoon, dengan Sungai Belize yang mengalir di tengah negeri. Bagian utara Belize terutama terdiri dari daratan pesisir rendah dan berawa di tempat itu hutan amat lebat. Flora amat beragam mengingat daerah geografis yang sempit. Bagian selatan memiliki jajaran pegunungan Maya yang rendah, yang Victoria Peak-nya ialah titik tertinggi di Belize pada 3.675 kaki (1.120 m) tingginya. Pesisir Karibia dipagari dengan batu karang dan sekitar 450 pulau kecil yang di sana dinamakan cayes, dilafalkan "keys". Belize ialah tempat karang penghalang besar terpanjang di belahan barat yang terbentang sekitar 200 mil (322 km) dan ke-2 terpanjang di sunia setelah Karang Penghalang Besar. 3 dari 4 atol koral di Belahan Barat juga terletak lepas pesisir Belize. Belize juga satu-satunya negara Amerika Serikat yang tak memiliki pesisir Samudra Pasifik. Secara geografis Belize dikelilingi oleh karang-karang yang berwarna-warni di pantai timur. Sementara interior negara itu dipenuhi reruntuhan Maya yang tersembunyi di hutan hijau yang subur.
Saat ini, Bebi dan Albercio berada tepat di Caye Caulker. Caye Caulker adalah rangkaian kepulauan yang kini sedang berkembang. Pulau ini tidaklah besar, luasnya hanya 4 mil. Pulau ini cukup kecil sehingga penduduk dan pengunjung dapat berkeliling hanya dengan berjalan kaki atau dengan mengendarai sepeda atau kereta golf. Gak heran kalo tempat ini sangat tenang dan jauh dari keramaian dengan pemandangan luar biasa indah.
"Tapi kok lo malah bawa ke sini? Katanya lo tau kota impian gue?", tanya Bebi agak kecewa.
"Kalo ke Maldives udah pasaran, Beb. Kita yang anti mainstream aja. Ke Belize.", sahut Albercio kalem. "Lagian di sini tuh keindahan alamnya gak kalah kok dari Maldives. Yah sebelas-dua belas lah sama Maldives, walopun menurutku tetep lebih bagus Belize sih."
"Tapi, Al, lo sadar gak sih? Lo tuh ngomong mau ngajak gue makan malem di luar udah dari sekian belas jam yang lalu. Judulnya udah bukan makan malem lagi. Dan sekarang gue beneran laper nih! Huh! Kalo tau gini tadi gue gak usah nerima ajakan makan malem dari lo."
Albercio menggenggam jemari Bebi dan menarik pelan tubuh cewek itu ke dalam pelukannya. "Biar makan malemnya makin romantis, Beb."
Mau gak mau Bebi mendecak kesal begitu mendengar omongan Albercio barusan, walopun sebenernya dia masih gak nyangka kalo sekarang dia berada di Belize. Bebi emang pernah baca di salah satu majalah pariwisata beberapa tahun yang lalu yang menceritakan soal keindahan alam di Belize. Bebi saat itu cuma bisa membayangkan Belize dan membandingkannya dengan Maldives yang udah lebih dulu terkenal jaman now. Tapi begitu bener-bener menginjakan kaki di Belize, Bebi mengakui kebenaran soal ucapan Albercio barusan. "Makasih ya, Al."
Albercio mengangguk. "Saya udah reserve tempat dan penginapan di Pelican Reef Villas Resort deket Hol Chan Marine Reserve dan Shark-Ray Alley. Jadi abis ini kita langsung ke penginapan ya."
"Gak salah, Al?", tanya Bebi kaget.
"Gak salah apanya?"
"Lo reservasi penginapan di situ? Itu kan mahal, Al."
"Enggak lah. Segitu malah worth it, Beb. Jarak dari penginapan ke Hol Chan Marine Reserve dan Shark-Ray Alley cuma 5,1 km. Cuma itu penginapan yang paling deket ke Hol Chan Marine Reserve dan Shark-Ray Alley."
Bebi menghela nafas. Oke, baiklah. Albercio emang bener-bener tajir melintir. Uangnya bener-bener gak berseri! "Tapi kenapa lo sampe sebegininya, Al?"
"Because I've got you and you love me.", sahut Albercio singkat.
"Tapi gue kan belom bilang apa-apa soal perasaan gue, Al. Lagipula, gue bukan cewek matre, Al. Gue gak terbiasa dengan hal-hal mewah kayak begini, Al."
Albercio meletakkan jari telunjuknya tepat di bibir Bebi, memaksa cewek itu untuk diam sebelom melakukan aksi protes yang semakin panjang kali lebar kali tinggi. "Kalo gitu, mulai sekarang kamu harus terbiasa. Dan saya bakal terus berusaha kasih kamu kejutan-kejutan sederhana buat kamu."
Bebi mengerutkan keningnya. Lagi-lagi dia merasa janggal sama omongan Albercio. "Kejutan sederhana? Sebelas-dua belas kayak yang sekarang ini? Ini namanya bukan kejutan sederhana, Al."
Albercio mengecup sekilas bibir Bebi. Gak tau kenapa sekarang dia jadi kerajinan untuk gak mencium bibir cewek itu. "Kamu masih aja banyak protes."
"Anyway, thanks for your efforts to make my dreams become true until at this moment.", sahut Bebi tulus.
Dan Albercio mengangguk pelan sesaat sebelom mengecup kening Bebi.
*
Bebi menutup mulutnya dengan telapak tangan. Lagi, Albercio memberinya bukti yang jauh lebih indah dari sekedar kejutan. Dan setiap kejutan yang diberikan Albercio selalu berhasil membuat Bebi penasaran tapi juga gak bisa menolak. Seperti sekarang, untuk pertama kalinya Bebi bisa menikmati pemandangan pantai dan laut yang super indah. Hamparan pasir putih dan air laut yang jernih lengkap semakin terlihat sempurna dengan kedatangan kumpulan bayi-bayi hiu black tip dan ikan-ikan laut lainnya begitu perahu yang ditumpangi Bebi dan para wisatawan lain tiba di Shark-Ray Alley.
Tapi sayangnya ...
"Kok ngelamun?" Suara lembut Albercio membuat lamunan Bebi ambyar seketika. "Kenapa?"
Bebi menggeleng. "Sorry, tadi lo bilang apa?"
"Kamu mau ikut snorkling gak, Yank?"
"Yank?"
Albercio menghela nafas sambil melirik selintas ke sekeliling mereka. Huft. Untung aja saat ini cuma mereka berdua yang WNI, sisanya turis asing. Jadi gak ada yang menyadari perbedaan sebutan panggilan antara Bebi dan Albercio. "Iya, Yank. Kamu mau ikut snorkling gak?"
Lagi, Bebi geleng-geleng kepala. "Gak."
"Kenapa? Takut?", tanya Albercio yang langsung dijawab dengan anggukan kepala dari Bebi. "Gak usah takut. Ada saya di sini, Yank."
"Gak mau. Takut."
Albercio memasang wajah sumringahnya. Sebuah ide tiba-tiba terlintas di benaknya. "Ya udah, sini liat muka saya aja."
Bebi geleng-geleng kepala. Dia yakin Albercio lagi merencanakan sesuatu. "Gak mau. Lo pasti mau ngerjain gue kan?"
"Enggak. Kamu gak percaya sama saya?"
"Enggaklah."
"Sekali ini aja, please percaya sama saya.", sahut Albercio dengan wajah serius yang sengaja dibuat-buatnya. "Bisa kan?"
Bebi menghela nafas. Lalu menggelengkan kepalanya namun tiba-tiba ...
BYUUUUURRR!!
Gak pake aba-aba Albercio langsung memeluk tubuh Bebi erat-erat dan menceburkan dirinya ke laut.
"AL!!" teriak Bebi sesaat begitu tubuh mereka naik ke permukaan air laut. "Lo gila!!"
Albercio gak menjawab. Dia cuma memasang senyum selebar mungkin. "Kalo gak begini, kamu gak bakal berani, Yank."
Sebenernya, Bebi rasanya mau nangis tapi gak tau kenapa air matanya malah gak keluar-keluar. Sebagai gantinya Bebi merasakan sesuatu yang mencelos dari hatinya. Entah apa. Dan, entah mendapat dorongan dari mana, tiba-tiba aja Bebi mendaratkan bibirnya di bibir Albercio dan memberikan cowok itu sebuah kecupan manis. "Makasih, Al."
Albercio mengangguk. "Gimana, mau diterusin gak? Nanggung nih, mumpung sekalian basah."
"Tapi kan kita gak bawa baju ganti, Al."
"Kata siapa?"
"Kata gue barusan."
Albercio menggeleng. "Semua udah disiapin, Yank. Tenang aja. Kan tadi saya bilang jangan takut."
"Beneran?"
"Kapan saya pernah bohongin kamu?"
"Tadi."
"Tadi kapan?", goda Albercio.
"Tadi pas tiba-tiba lo sengaja nyeburin diri ke laut."
"Loh? Kan saya udah bilang juga ke kamu. Kalo gak begitu, kamu gak bakal berani. Lagian, ini tuh asyik, Yank. Kamu bisa lihat kehidupan di bawah laut. Kamu bisa feeding hiu-hiu itu. Emang kamu gak mau nyoba?"
"Ya maulah.", sahut Bebi cepat.
"Yaudah, jadi gimana? Mau dilanjut gak snorklingnya?"
Bebi mengangguk, dan Albercio pun memasang senyum terbaiknya.
*
Bebi menghela nafas. Dia terlalu menikmati suasana malam yang syahdu sampe-sampe lupa kalo dirinya lagi nun jauh di tanah orang lain. Dia bener-bener lupa kalo dirinya masih berada di Belize, bukan di Jakarta.
"Hei!" Terdengar suara khas Albercio membuyarkan lamunan Bebi, membuatnya menoleh ke arah asal suara. "Kok ngelamun? Ada masalah?"
Bebi geleng-geleng kepala. "Gak ada apa-apa kok", sahut Caramel sesaat setelah melihat arloji di pergelangan tangannya. "Lo mau pulang sekarang?"
Albercio menggeleng. "Kalo kamu masih pengen di sini, saya temenin."
Lagi, Bebi geleng-geleng kepala. Kaki mulusnya mulai menapaki pasir dan meninggalkan pantai menuju parkiran mobil. "Kita pulang sekarang aja deh. Kasian lo. Muka lo udah kusut begitu. Lo capek kan?"
CUP!
Sesuatu yang hangat tiba-tiba menyentuh pipi kanan Bebi dan membuat cewek itu menghentikan aktivitasnya memasang sabuk pengaman. Tatapannya beradu pandang dengan milik Albercio.
"Saya gak pernah capek untuk nungguin kamu. Saya gak bakal pernah capek untuk selalu nemenin kamu. Dulu atopun sekarang, sama aja. Kamu adalah seseorang yang kutunggu." ucap Albercio tanpa melepaskan tatapannya dari kedua mata Bebi. "Marry me."
"Kita bahas ini nanti ya. Sekarang kita pulang dulu. Lo kayaknya emang capek banget begitu.", jawab Bebi sambil menjulurkan kedua tangannya dengan pelan.
"Marry me, Yank." Albercio mengulang ucapannya.
"Iya. Kita bahas ini nanti ya. Kita ke hotel ya."
Albercio memajukan bibirnya beberapa senti. Selalu aja Bebi berusaha menghindar dari lamarannya. "Kenapa harus dibahas nanti sih?"
Bebi menghela nafas. Dipandanginya manik wajah Albercio dalam-dalam. Wajah yang selama beberapa waktu belakangan ini selalu menemaninya dengan segala turunan dan tanjakan yang membuat tensi darahnya juga ikutan naik-turun gak karuan. "Timingnya gak pas, Al. Dari awal berangkat sampe sekarang, lo belom istirahat. Lo selalu nyuruh gue istirahat, tapi lo nya sendiri gak istirahat. Kalo lo sakit gimana?"
"Saya udah istirahat, Bebi. Tadi kan kamu liat sendiri saya tidur pas di pesawat."
"Ya tetep aja kan tidurnya lo itu gak bakal bisa senyaman kalo tidur beneran di kamar, Al."
"Kita gak usah pulang, Yank." Albercio sibuk menstater mobil kesayangannya. "Tanggung juga kalo pulang, gak bakal bisa istirahat. Kita nginep aja di sini. Gimana?"
Bebi membulatkan matanya, nyaris gak percaya dengan ucapan Albercio barusan. "Nginep di sini? Di pantai?"
"Iya. Gimana? Mau gak?" sahut Albercio enteng. "Ya sekali-kali kita gila sedikit. Biar gak stress."
"Itu namanya bukan gila sedikit, tapi lo emang gila beneran. Waras dikitlah." Bebi menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi sesaat setelah sabuk pengamannya berbunyi "KLIK".
"Nih ya gue kasih tau sama lo satu hal. Gue pernah baca di internet kalo Belize city itu rawan, Al. Geografi kasar Belize juga membuat garis pantai dan hutan negara ini menarik bagi penyelundup obat bius, yang menggunakan negara itu sebagai pintu gerbang ke Meksiko. Malah nih ya pada tahun 2011, Amerika Serikat menambahkan Belize ke dalam daftar negara yang dianggap produsen obat-obatan besar atau negara transit untuk narkotika."
Alberci meraih tangan kanan Bebi lalu digenggamnya erat-erat. "Tapi kamu pasti belom tau kan kalo Belize ini termasuk salah satu negara paling romantis di dunia? Di negara ini, sebagaimana negara-negara lain di Karibia, kita tuh bisa menikmati pantai-pantai yang sangat indah. Yang sangat unik di Belize adalah banyaknya pantai-pantai yang disewakan untuk pribadi. Jadi kita bisa menikmati area pantai sesuka hati kita tanpa takut ada orang lain yang menganggu. Bayangkan saja makan malam dengan pasangan kamu, di tepi pantai dengan panorama indah ditemani oleh suara deburan ombak dan tak akan ada siapapun yang mengganggu setiap momen kebersamaan kita. Saya yakin, kamu bakalan gak bisa lupain momen canddle light dinner model kayak begitu di sini. Ya kan?"
Bebi menghela nafas. Makan malam romantis bareng seseorang yang sangat dicintainya di pinggir pantai adalah impiannya dari dulu. Cuma yang jadi masalah adalah Bebi ini jomblowati abadi. Jadi gak mungkin kan dia bisa candle light dinner di pinggir pantai?
*