POV BEY
Setting : di sebuah ruangan besar dengan interior khas gereja yang meninggalkan banyak sejarah, Bey dan Reo memastikan penampilan mereka sekali lagi. Beberapa panitia dengan seragam mereka sibuk mempersiapkan setiap detail acara dengan sempurna, tamu sudah memasuki ruangan dan duduk rapi
-
-
-
" Aku benar-benar kecewa dengan Ailee ! " Aku berusaha menenangkan Reo, wajahnya terlihat tegang dan marah, kedua orangtua kami sudah menunggu disisi altar, tinggal kami berdua yang akan memasuki ruangan sakral, tapi Reo masih belum menguasai emosinya.
Semua ini karena Ailee, kemana gadis itu, dia sudah menghilang beberapa hari ini, apa yang sebenarnya terjadi, dia tidak hanya membuat Reo kecewa, tapi juga dengan ku, bagaimana mungkin Ailee melakukan semua ini.
Detak jantung gugup kami sudah berubah menjadj kekwatiran dan kekecewaan.
" Dia sungguh keterlaluan, dia tidak ingin melihat kita menikah ? " Aku merasakan sudut mataku panas, jelas sekali Reo kecewa. Ailee yang menyatukan kami tapi kemana dia saat ini.
" Bagaimana mungkin Ailee tidak bersama kita tanpa kabar seperti ini, ada apa sebenarnya ? " Aku menggeleng, tidak bisa menjawab pertanyaan Reo. Reo menarik kursi, merebahkan diri. Dia berusaha mengatur emosinya, dia tidak peduli lagi dengan riasannya.
Pikiranku kembali ke beberapa hari yang lalu, gadis itu masih bisa berkomunikasi dengan pesan, dia masih menanyakan kesiapan pernikahan kami, bahkan dia sempat request gaun untuknya.
Tapi mengapa dia tidak menghubungi lagi, Aku mencoba meninggalkan beberapa pesan, tapi dia tidak membalasnya, apa yang sebenarnya terjadi. Berbeda dengan Reo, orangtuanya lebih bijak menanggapi tingkah Ailee.
" Dia merahasiakan sesuatu dariku Bey.. " gumam Reo, wajahnya terlihat kusut. Aku berusaha menguasai diri, mencoba menghiburnya. Ini adalah hari istimewa kami, aku tidak ingin Reo kecewa, dia harusnya bahagia saat ini.
" Sayang, Ailee mungkin punya alasan, tapi Aku yakin dia bahagia dengan pernikahan kita " Aku berusaha menenangkan Reo, dia menatap dalam mata ku, Aku berusaha membuat senyum, ini adalah hari pernikahan kita, Aku mohon kamu jangan seperti ini.
" Maafkan aku sayang, aku hanya kecewa dengan adikku, tapi aku tidak akan mengurangi rasa bahagiaku hari ini " bisiknya pelan sambil merangkul ku.
tak lama berselang, ayah menjemput ku menuju altar, perias sedikit memperbaiki makeupku, Reo meninggal kan ruangan, dia harus lebih dulu berdiri di panggung, aku masih sempat menagap punggugnya yang lebar, setelan jass itu sangat cocok untuk calom suami ku, sampai bayangannya menghilang dibalik pintu. Aku dan Reo berpisah untuk bersama, terakhir ku lihat jelas senyum di wajahnya, itu membuat ku sedikit lega.
Willa dan Dina membantu menutup wajahku dengan veil berwarna ivory, mahkota minimalis melingkar dikepalaku, kedua sahabatKu mendaratkan pelukan hangat, keduanya selalu mensupport keadaan mu, jelas terlihat raut wajah mereka yang bahagia, sesekali mereka menyeka airmata haru. Terimakasih sahabat ku
Kami sudah berdiri di pelataran, aku yang menggandeng tangan papa, wajahnya yang tak henti-hentinya tersenyum, Aku bisa melihat kebahagiaannya saat ini, itu membuat ku juga bahagia. Reo telah mencuri hati kedua orang tua ku, bukan hanya aku, tapi keluarga ku dibuat jatuh cinta padanya.
Kuhirup dalam udara hari ini, cuacanya hangat menimpa gaunku, cahaya menembus jaring veil ku, langit hari ini terlihat cerah dan berwarna, angin yang berhembus pelan menggoyang ujung gaun ku seolah ingin mengucapkan selamat pada perjalanan cinta ku. Semua ini akan aku kenang sepanjang hidupku.
Papa memapah ku berjalan menaiki anak tangga, rasa bergemuruh dalam dada ku semakin menjadi, tangan hangat papa menguatkan. Aku semakin yakin melangkah memasuki ruangan , hamburan bunga menyambut kami, sesekali aku mendengar gumamam di sisi kiri dan kanan
Ah aku merasa malu saat semua mata tertuju padaku, aku melihat wajah mama, wajah yang penuh haru, aku menghampirinya dan memeluknya erat walau sebentar, aku tidak dapat menahan rasa yang bergejolak dalam dada ku. Aku berusaha menahan emosi di dadaku, tapi aimata ku tumpah begitu saja, begitupun dengan mama, papa memeluk kami dari belakang.
Seseorang dengan nafas tersengal berdiri di belakang ku, tangannya dingin menyentuh pundak ku, aku membalikan badan.
" Ailee !! " Aku berteriak dengan suara tertahan
Wajah yang ku lihat ini, ingin rasanya aku mencubit atau mengomel tapi nyatanya aku tidak melakukan itu. Gadis itu menarik nafas dalam, dia menurunkan ujung gaun yang dia singkap, nafasnya masih tersenggal, wajahnya juga berkeringat.
Ailee mengelap dahinya dengan senyum lebar dan tangan yang terbuka, dia memelukku erat.
" Selamat kakak ku Bey.. " bisiknya riang, seperti biasa. Aku memukul kepalanya dengan buket bunga, para undangan tertawa melihat tingkah kami.
" Hemmm! "
Seseorang dari atas panggung berdehem, aku dan Ailee menghentikan tingkah kami, kami kompak menoleh dan melihat raut wajah Reo yang kesal, aku melemparkan senyum, begitupun Ailee.
" Kakaaaak.... " bisik Ailee
Sapa Ailee riang, membuat wajah kesal Reo berubah bahagia, Ailee menaiki panggung, berdiri di sebelah Reo, dia mengambil alih memegang kotak cincin.
Aku melanjutkan naik ke atas panggung bersama orangtua ku, kami siap diberkati untuk menjadi pasangan yang bahagia saat ini hingga nanti.
Aku bisa melihat jelas wajah Reo yang seolah bersinar, membuat pandangan ku tak jelas, bulir-bulir mengalir di pipi ku terasa hangat dan melegakan, saat itu yang aku rasa adalah perasaan bahagia yang meluap bersamaan hangatnya bibir Reo yang mengecup bibir ku.
Suara riuh dan tepuk tangan tidak menyurutkan kami, aku menjangkau pundak suami ku, dan membalas ciuman hangatnya
Aku mencintaimu Reo !
Tak terasa airmata ku tak berhenti mengalir, bisa menjadi bagian keluarga terpandang di kota ini tidak pernah aku bayangkan sebelumnya, aku yang biasa saja ini, bisa memiliki suami yang tampan dan berhasil, menjadi bagian keluarga yang harmonis, bahkan keluarga ku juga diterima dengan baik, mungkin Tuhan sudah memberikan jalan terbaik untuk ku.
***
POV BEY
Setting : di dalam kamar hotel khas pengantin baru yang penuh buket bunga dan bertabur kelopak bunga, nuansa romantis dan panas jelas terasa ketika memasuki ruangan kamar mewah hotel bintang lima ibu kota ini
-
-
-
" Sayang kamu lelah ya ? "
Aku menatap pantulan diri di kaca, rangkaian acara pernikahan yang panjang memang melelahkan, Reo menyingkapkan rambut ku, membantu membuka risleting gaun pengantin ku. Aku bisa melihat wajahnya yang juga kelelahan, tapi tidak menutupi raut bahagianya.
Hangat telapak tangan Reo menyentuh kulit punggung ku. Sesekali dia mengangkat kepala, melayangkan senyum ke arah ku melalui bayangan kaca. senyuman yang penuh arti.
Sebelum gaun ku terbuka penuh hingga ke bawah panggul. Aku membalikkan badan, menghadap Reo, tangan ku angkat melingkar dipundaknya.
" Aku memang lelah " jawab ku singkat
Jawaban ku membuat sorot matanya sedikit kecewa, tapi Reo masih bisa mengukir senyum. Aku merapatkan tubuh, bersender di dadanya.
" Tapi untuk suamiku, aku tidak pernah lelah " gumamku pelan.
Reo langsung mengangkat tubuh ku dengan penuh semangat, membuat aku berteriak kaget, kami tertawa bersama. Entah tingkah dia yang kegirangan seperti anak kecil mendapatkan permen atau teriakan ku yang memekik spontan, rasanya menjadi lucu.
Kami berbaring berhadapan di atas kasur kamar hotel yang penuh taburan kelopak mawar. Reo menatap ku dalam.
" tadi kamu bilang apa ? " tanya nya tiba tiba
" Apa? " jawabku bingung
" yang tadi ? " desakannya semakin membuatku bingung. Aku mencoba berpikir sejenak, sepertinya aku mulai mengerti maksud pertanyaanya.
" suamiku ? " tanya ku tak yakin
" tentu saja istriku " Balasnya cepat tangannya melanjutkan membuka risleting di belakang ku, hingga gaun yang ku gunakan terlepas sempurna.
aku membalas melepas jas yang digunakan suamiku, saat ini tidak perlu kuatir, karena kami sudah menjadi suami istri.
" Istri ku, aku mencintai mu.. " Bisik Reo
" Aku juga mencintaimu, suamiku.. " Bersamaan dengan kalimat pelanku
Reo menjatuhkan tubuhnya diatas ku melemaskan tiap sendi tubuhnya yang menegang, aku menghirup nafas panjang menikmati aroma tubuh kami yang berbaur satu, dingin air cooler tak mampu menghapus keringat di tubuh kami. Aku mengelus-elus pundak Reo, suhu badannya yang panas perlahan turun
Aku tersenyum melihat wajah yang terbenam dalam pelukanku.