Dengan terburu-buru Reo menarik kopernya, menyetop taksi, perasaannya bergemuruh, raut wajahnya tampak jelas sedang menahan amarah besar.
Dia melirik jam tangannya beberapa kali, kegusaran nya semakin jadi melihat jalanan yang tak lancar, sesekali keningnya berkerut, raut wajahnya semakin menegang.
" Aku bertemu Mario di Bangkok ! "
Kalimat pertama dari mulut Ailee lah pokok awal kegusaran dirinya, dia tak mampu menenangkan diri lagi saat mendengar penjelasan dan alasan gadis kecilnya itu.
" Maafkan aku Kak, aku hanya tidak ingin semuanya berantakan, aku hanya ingin mencegah dia menemui Bey, aku ga mau kakak terluka.. "
Reo memeriksa pesan masuknya sekali lagi, belum ada balasan dari Bey, membuatnya semakin kesal, kemana saja dia, sudah hampir seharian mengabaikanku! sejak mendengar pengakuan Ailee beberapa haru yang lalu perasaan Reo tak menentu, kenapa Ailee baru sekarang berterus terang, sesal pria itu.
" Pria itu terus menelponku, terpaksa aku memberitahu kalau kakak dan Bey sudah menikah, aku tidak ingin dia hadir diantara kalian ka.. "
Semalaman panjang Reo mencari tahu keberadaan lelaki itu, kepalanya seperti terbentur palu besi saat mengetahui bahwa Mario sudah tidak di Bangkok lagi.
" sudah berapa lama dia disini ! " batin Reo was-was, dia takut bayangannya selama ini akan terjadi, pasti istrikulah orang pertama yang dia temui, itu sudah pasti. ah kemana saja Bey kenapa dia mengabaikan pesanku ! Reo tak bisa menahan emosinya, suara bantingan ponselnya mengagetkan sopir taksi, pria itu menghembuskan nafas kesal, dia melepas jas dan melonggarkan ikatan dasinya.
" bahkan aku tidak bisa fokus meeting hari ini " lanjutnya menggerutu.
Tiga bulan bukanlah waktu sebentar untuk perpisahannya dengan Bey, pernikahannya masih terlalu lemah untuk saling melengkapi dan percaya, itulah mengapa Reo memutuskan sepihak pulang ke Indonesia, dia takut hubungannya terancam, Reo tidak sepercaya diri itu.
Apalagi dengan Mario, cih, pria itu selalu saja berada pada posisinya, sulit sekali menggoyahkannya, sekian banyak cara Reo meluluhkan hati Bey, tetap saja pria itu berada di tempat spesial dalam hati Bey, Reo sangat menyadari itu, tapi saat ini Bey sudah menjadi istriku, senyum kecil tersungging di bibirnya, perasaanya tak menentu walau dia berusaha percaya pada pernikahannya.
Dua botol kosong berjejer dimeja, bertanda dia sudah cukup sabar duduk di ruang makan apartmennya, Reo meneguk tetes terakhir dalam gelasnya yang kini telah kembali kosong, pria itu sudah mulai kehilangan kesadaran. Minuman dihadapannya tak cukup meredakan emosi yang bergejolak dalam batinnya. dia terkekeh sendiri menyadari istrinya tak ada di apartement.
Usahanya sampai dirumah dengan segera tak berbuah manis, sambutan hangat yang dia bayangkan tak pernah ada, hanya ruangan kosong yang sepi menyambut salamnya, dia tak melihat Bey di kamarnya, sudah hampir dua jam dia menunggu.
Pikirannya melayang, dia membayangkan bagaimana dua sejoli yang telah lama berpisah akan bertemu, penuh harukah, penuh gelorakah, ah sialan! gerutunya.
cklek!
Klik !
Suara langkah kaki memasuki ruangan, Reo berusaha mengangkat kepalanya, suara pintu terbuka diiringi cahaya menerangi ruang depan, Reo berusaha bangkit dari kursi dapur, tapi tenaganya sudah tak sanggup, saat Pria itu mengangkat kepala, dilihatnya senyun tipis Bey yang terpaku menatapnya.
" Sayaaang... " hambur wanita itu memeluk pinggangnya, Reo mencoba membalas pelukannya dengan enggan, entah mengapa dia seperti kecewa dengan istrinya.
" darimana kau ! kenapa tidak membaca pesanku ! "
Bey terlihat kaget mendengar suara Reo , nadanya meninggi, kalimatnya tak enak didengar. belum lagi botol kosong dimeja yang menyita perhatian Bey. Sesuatu terjadi pada suaminya, pikir Bey.
" Apa kamu sudah bertemu dengannya... sayaaang... " nada mengejek dari mulut Reo membuat Bey bergetar, dadanya seketika bergemuruh kali ini dia merasa sedikit takut melihat tingkah suaminya yang terasa asing.
" ada apa Reo? sesuatu terjadi ? " tanya Bey dengan wajah dibuat sebiasa mungkin, dalam hatinya dia mulai kwatir.
" harusnya aku yang bertanya seperti itu, ada apa sayang? apa terjadi sesuatu antara kamu dan diaa sayaaaang..."
Bey tak percaya dengan pendengarannya, kalimat itu jelas meledeknya, sosok yang ada dihadapannya saat ini sangat berbeda.
Reo maju mendekatkan dirin, tapi Bey menghindar mundur .
Reo melangkah lagi lebih dekat, Bey masih ikut mundur.
Dia merasa tak mengenal Reo kali ini, kemana sosok ceria itu ? Ah Bey kaulah yang merubahnya, kau harusnya tau itu, apa yang telah kau perbuat, mungkin seseorang telah memberitahunya, batin Bey mengadili, tapi mana mungkin, hanya Aku dan Mario saja yang tahu.
Bey mulai terdesak di tembok antara dapur dan kamar, Reo mengangkat kedua tangannya membuat ruang sempit istrinya yang terlihat gugup saat ini.
" apa kalian sudah bertemu, apa kalian sudah makan bersama, apa kalian tertawa dibelakangku ? " tanya Reo tepat berbisik di telinga Bey, wanita itu menjadi gemetar ketakutan, Bey terbayang kesalahan yang dia lakukan dibelakang Reo.
" Apa kalian sudah berciuman? dimana, disini ! " telunjuk Reo menempel diujung bibir Bey, dengan berlahan pria itu menempelkan bibirnya, menjangkau bibir yang gemetar dihadapannya, Reo mengecap bibir itu dengan cepat, melumat nya dengan kasar, melilitkan lidah dan mengecap ke dalam rongga mulut , Bey kehilangan nafasnya, dia berusaha menahan berat tubuh yang menghimpitnya, tapi tidak mampu, pria itu semakin kuat menahan tubuhnya.
" Apa dia juga merasakan ini ! " baru sebentar Bey bisa menarik nafas mengganti udara di paru-parunya, Reo dengan cepat menjilat dan mengecap pangkal leher istrinya, pria itu seperti membabi buta, dia tidak peduli dengan perasaan istrinya, kecemburuan menutup rasa sayang yang selama ini dia perjuangkan. Bey hanya pasrah, airmatanya mulai mengalir, tapi dia tidak mampu menolak, mungkin ini adalah hukuman untuknya.
Reo menarik paksa kemeja istrinya, hingga kancingnya berjatuhan menyentuh lantai, pria itu tak peduli dengan ringisan istrinya, dia terus saja menghujani tubuh itu dengan cumb*an.
" kau adalah istriku Bey.. " bisik Reo, gadis itu mengangguk pelan.
" maafkan aku Reo... " ditengah isaknya Bey bergumam pelan, tapi cukup terdengar ditelinga Reo, pria itu menarik nafas panjang, telapak tangannya menjangkau pipi Bey dengan kasar, wajahnya yang tadi menegang sedikit mengendor, pria itu menghapus airmata istrinya, dia mencium sudut mata istrinya.
" apa yang kalian lakukan, beritahu aku ? " Reo bertanya dengan suara tercekat, tubuhnya gemetar, dia tak mampu menahan rasa takut dan kecewanya. Bey tak sanggup membuka mulut, dia tak bisa mengecewakan suaminya, Reo sangat mencintainya, dengan menjatuhkan airmata diantara pelukan Reo, Bey berbisik.
" Aku mengusirnya.. "
Reo memeluk erat istrinya, jawaban Bey membuatnya lega, dadanya yang tadi berat kini terasa ringan, wajahnya menggaris senyum, dia melonggarkan pelukannya, menatap lekat wajah istrinya.
" maafkan aku sayang, aku berbuat kasar, aku hanya takut.. " gumam Reo dijawab pelukan erat Bey.
Wajah gadis itu berusaha mengukir senyum, sementara dadanya bergemuruh karena telah berbohong, dia tidak mengusir Mario, bagaimana mugkin dia mampu menyakiti hati Mario.
Airmatanya terjatuh lagi, membasahi pundak Reo, apakah kesedihan melihat tingkah suaminya yang hilang kendali, atau keresahan yang mendera karena menyembunyikan hubungannya dengan Mario.