POV BEY
Setting : di teras luas sebuah rumah mewah, dua mobil terparkir, satu diisi full oleh koper bawaan mereka, Bey meraut wajah sedih, dia enggan melepas kepergian keluarga barunya ini
-
-
Aku menatap lelakiku sekali lagi sebelum keluarga baruku itu memulai perjalanan bisnis panjang.
Suamiku , Ailee dan kedua orangtuanya akan melakukan perjalanan bisnis panjang, mereka akan terbang ke Europe untuk beberapa waktu.
" Ah pasti pengantin baru terasa berat, baiklah-baiklah silahkan melakukan salam perpisahan dulu, Aku Papa dan Mama menunggu di mobil "
Ailee mendorong Reo merapat ke arah ku, dia mengerti arti pandangan kami, setelah doa panjang di ruang keluarga untuk kesuksesan bisnis ini, Aku masih berat melepas kepergian mereka, terutama untuk berpisah dengan Reo, sepertinya Ailee sangat memahami situasi ini.
Gadis itu meninggalkan kami berdua di sini, sementara dia memaksa kedua orang tuanya untuk menunggu di depan.
Reo menghampiri posisiku, walaupun dia berusaha tersenyum tetap saja ada rasa enggan disana. begitupun denganKu.
" Sayang jaga diri baik-baik, cepat selesai cepat pulang, aku janji ! " ucapnya sambil mengangkat kelingking, janji anak kecil.
Aku membalas mengkaitkan kelingking bersama, Aku menarik bibir, mencoba tersenyum lebar.
" Sayang Aku akan merindukanmu " bisikku pelan sambil memeluknya erat, priaku membalas pelukanku, dia melingkarkan tangannya di pinggangku, rasanya enggan berpisah.
Aku mengangkat wajah, menatap lekat-lekat wajah suamiku ini, rasanya aku tidak ingin melepasnya, tanganku mencoba naik melingkar dilehernya.
hawa panas yang sudah membangunkan gelora kami harus dipaksa tersadar, jika Reo harus segera berangkat.
Aku mengantar hingga ke halaman depan, pelukan hangat satu persatu menjadi salam perpisahan terakhir.
" cepat lah pulang " Batinku, Mereka akan meninggalkan ku di rumah yang masih asing ini. Bagaiman aku akan bertahan lama, cepatlah kembali.
****************
POV AILEE
Setting : di dalam mobil
Aku menatap wajah kakak tersayangku, matanya masih saja menatap kebelakang, pasti terasa berat meninggalkan Bey sendiri di sana.
" Sepertinya Papa dan Mama akan membuat dede baru nih "
" hush.. " hardik mama mengacaukan leluconku.
" bukannya kakak yang honeymoon tapi malah mamah dan papa, gimana sih " celetukku asal, berharap kak Reo menimpali. Aku berusaha menghiburnya tapi dia tetap saja diam menatap keluar jendela, dasar bucin!
Dia itu sangat menyukai Bey, beruntunglah dia bisa mendapatkannya, bayangkan kalau tidakungkin kakak satu-satunya ini akan gila, tapi terkadang dia memang suka gila sih.
Aku tahu betul bagaimana kakakku itu, saat dia pertama kali jatuh cinta dengan sepenuh hati, sebelumnya dia hanya bermain-main dengan banyak wanita, dan tidak satupun dari mereka yang aku sukai, Bey lah yang membuat kak Reo sungguh-sungguh berusaha, bahkan dia pernah melupakan jadwal ku untuk menemani Bey, padahal sebelumnya dia adalah asisten terbaik di sisiku.
Aku juga memahami perasaan kak Reo, bahwa ada kekwatiran besar di dalam hatinya, pernah sepanjang malam kak Reo tidak tidur, dia mencari tahu perihal Mario, cinta pertama Bey, dia bertekad akan membantu Bey menemukan Mario, itukan konyol!
Aku menurunkan kepala, bersandar pada bahunya yang bidang, sekilas dia melirik tingkahku, telapak tangannya mengelus lembut rambutku, Dia selalu melindungiku jadi kali ini aku juga akan melindungi perasaanmu.
" mah lihat anak gadis mama, katanya dia jadi relawan, tapi lihat, dia seperti anak kucing yang selalu nempel minta di elus " Kak Reo memecah tawa dalam mobil, aku mencubit lengannya.
" aduh sakit .. " teriaknya disela-sela tawa, Aku semakin membenamkan kepala, akhirnya dia bisa tertawa juga aku merasa lega, teruslah begitu kak.
Aku memejamkan mata, mencoba menenangkan diri, kudengar Papa, Mama dan kak Reo mengobrol perihal proyek Kami di luar negeri, papa dan mama akan menemui koleganya disana, memperkenalkan kak Reo dan Aku dengan resmi sebagai penerus perusahaan periklanan keluarga kami, Aku akan menjalani beberapa scene iklan disana, pasti menyenangkan shooting di negara orang, tiba-tiba aku teringat perihal ponsel lamaku, itupun hilang di negeri orang.
Hari itu Aku meninggalkannya di rumah sakit, pasti seseorang telah menemukannya, ah sudahlah yang penting semua datanya aman pikirku.
Sebelumnya aku sudah mengatur jadwal, sesegera mungkin aku harus membereskan pekerjaanku, ada hal penting yang harus aku selesaikan di Bagkok.
Aku mengeryitkan dahi, mencoba memikirkan apa yang akan aku lakukan saat kembali menemui Mario.
" Hei, jangan pura-pura tidur ! "
ctak!
Kak Reo menjitak jidatku, itu membuatku kesal, ah dia tidak tahu sih apa yang adiknya pikirkan, ini semua demi kakak tau, Aku jadi harus berbohong seperti ini, lama-lama aku yang masuk rumah sakit memikirkan kalian semua !
" aaaaakkh kesal! "
*******************
POV MARIO
Setting : di depan pagar rumah kediaman keluarga Bey
Pagar rumah ini masih sama seperti dahulu, warnanya pun tak memudar, Aku memejamkan mata mencoba meresapi semilir angin dan udara di sekitarku. Aku tak percaya bisa berdiri lagi disini.
Cahaya matahari pagi menerangi bagian depan rumah, pasti terasa hangat pikirku, apakah masih sama seperti dahulu, saat itu aku pernah menjadi bagian dari kehangatan itu.
Aku membalikkan badan, akan meninggalkan rumah itu, Aku hanya ingin memastikan rumah ini masih ada disini, masih bisa kutatap, walaupun Aku menyadari jika tidak mungkin untukku untuk memasukinya lagi.
" Mario ? "
Seseorang dengan suara berat menyebut namaku, aku tersenyum kecil, masih ada yang mengingat namaku. Kudengar suara pagar dengan cepat dibuka.
" Kamu Mario kan, benar kamu Mario ? " Sekarang berganti menjadi suara seorang wanita, dia menyentuh sikuku, suaranya sedikit bergetar, aku mengenali suara itu.
Sosok paruh baya itu kini menatapku, wajahnya tampak tak percaya, matanya mulai berair.
" Benar Mario pah, ini Mario ! " suaranya seperti tercekat, begitupun dengan ku, bahkan sepata katapun tak bisa kuucapkan saat menatap wajah kedua orang tua Bey.
Papa Bey menatap wajahku, meneliti, dengan segera dia menarik tubuhku dalam pelukannya, Aku tak bisa membendung airmataKu, perasaan apa ini, apakah mereka begitu menantiku?
" kemana saja kau nak "
" kenapa ga kasih kabar "
" Apa Kamu sakit, atau ada apa sebenarnya "
Aku tak mampu mendengar banyak pertanyaan dari keduanya, tubuhku mengikuti saja langkah mereka yang mengajakku masuk kedalam rumah.
Aku duduk diam diantara mereka, Mama Bey membuatkan teh hangat, Papa Bey masih terus menepuk-nepuk pundakku, telapak tangannya terasa hangat, perasaan yang jarang sekali aku dapatkan, aku tak mampu membendung perasaanku.
Isi rumah ini telah banyak berubah tapi kehangatannya masih tetap sama, orangtua yang begitu tulus mencintai, aku ingin seperti mereka penuh dengan kehangatan cinta, aku ingin menjadi bagian dari keluarga ini.
Susunan rumah tampak sekali berbeda, aku menatap potret besar yang tergantung di atas meja kaca, poto pernikahan, disitu terlihat dia tersenyum, wajahnya sangat bahagia.
Dadaku berdenyut, rasanya lebih sakit daripada morphine yang disuntikan saat aku operasi, rasanya lebih perih saat aku mendapatkan penyiksaan, rasanya begitu berat melebihi beban yang selama ini aku pikul. Bahkan airmataku tak mampu lagi turun, semua hanya menyesakkan saja.
Gadis itu tidak berbohong, ternyata benar Bey telah menikah.