"Aku baru pertama kali bertemu makhluk sepertimu Nina, serius ini mau nikah?" Dewi masih tidak percaya melihat Nina telah memakai gaun pengantin dan duduk di tempat khusus pengantin wanita. Gadis itu terkejut ketika mendapat undangan pernikahan Nina beberapa hari lalu. Nina benar-benar menepati perkataannya beberapa waktu lalu.
Kini Nina dan Dewi tengah berfoto di tempat khusus pengantin wanita. "Aku udah liat calon suami kamu, ughh dapat cowo kaya gitu di mana sih aku pingin punya satu yang kaya gitu." Dewi menggigit bibir bawahnya gemas. Sementara tukang foto yang disewa sudah menyiapkan kamera.
"Siap."
"Kamu mau aku kasih tahu rahasia suamiku?" Dewi dan Nina tersenyum ke kamera.
"Apa?" Dewi berbisik sambil tetap mempertahankan senyumannya.
"Suamiku homo."
"Hah?!"
Cekrek
Foto berhasil diambil dengan posisi Nina tertawa dan Dewi menganga karena terkejut. "Sialan Nina hasil fotonya pasti jelek banget." Dewi memukul lengan Nina pelan.
"Hahaha sesekali biar orang tahu kalau boneka kayak kamu bisa ancur fotonya." Nina tertawa sambil memegang perutnya yang mulai sakit.
"Ihh untung aja hari ini kamu mau nikah kalau nggak awas aja nanti aku balas." Dewi mencium pipi Nina sebelum gadis itu benar-benar meninggalkan Nina. Tidak banyak orang yang datang ke pernikahan ini karena mereka hanya mengundang sedikit kenalan dari kedua keluarga.
"Wah bro aku nggak nyangka kalau kamu bakal nikah duluan, apalagi kalau nikahnya sama ..." Andre tersenyum penuh arti. Pria itu senang sekali melihat wajah marah sahabatnya dan dia dapat melihatnya dengan gratis hari ini. Ahh Andre akan mengingat ini seumur hidup.
"Nanti cerita ya gimana malam pertama kalian." Andre berbisik pelan di telinga Erik membuat wajah pria itu memerah
"Berisik." Erik berbalik lalu menyapa tamu lain yang datang. Dia tidak mengundang banyak orang, hanya beberapa kenalan dan teman kerja. Sebenarnya Erik tidak ingin mengundang teman kerjanya karena ada beberapa wanita yang digosipkan menyukainya di kantor, bukankah gawat kalau mengundang mereka ke pernikahannya.
Alasan Erik mengundang mereka hanyalah karena Nina hanya mengundang sedikit kenalan. Setelah semua undangan datang pemberkatan segera dilakukan. Erik telah berdiri di depan altar, hari ini dia tampak tampan dengan balutan tuxedo hitam. Rambut yang selama ini dibuat mencuat ke atas sengaja diturunkan, membuatnya terlihat seperti artis korea yang biasa muncul di drama kesukaan Nina.
Di bagian depan tampak bibi Nina serta kedua orang tua Erik. Maya dan bibi Nina tampak menangis haru. Sedangkan di belakang mereka tampak beberapa gadis yang juga menangis karena pujaan hati mereka akhirnya menikah. "Baiklah hadirin sekalian mari kita mulai acaranya." Andre berdiri tidak jauh dari Erik. Dia yang akan menjadi pembawa acara hari ini.
"Mempelai wanita dipersilahkan untuk masuk ke ruangan."
Pintu dibuka dan Paman Nina berjalan masuk ke ruangan sambil menggandeng tangan Nina. Seluruh undangan di ruangan berdiri dan bertepuk tangan. Gadis itu tampak anggun dengan dress putih khas pengantin. Bentuknya sederhana dengan rok yang sedikit mengembang, tidak lupa dengan tudung putih transparan yang menutupi wajah dan rambutnya.
"Santai saja." Erik menerima tangan Nina dan membawanya naik ke atas altar bersamanya. Erik dapat merasakan tangan Nina berkeringat dingin meski gadis itu memakai sarung tangan. Erik tidak dapat melihat wajah Nina karena tertutup tudung yang dipakainya.
"Umh." Nina meremas tangan Erik pelan seolah itu dapat membuat rasa gugup yang dialami oleh gadis itu sedikit berkurang.
"Baiklah untuk mempersingkat waktu mari kita mulai." Romo langsung memulai acara pengucapan sumpah ketika kedua mempelai telah sampai di atas altar.
"Ya saya bersedia." Tepuk tangan dari undangan yang hadir bergema di ruangan itu kala Nina selesai mengucapkan janji pernikahan. Nina menghela napas lega saking gugupnya, setidaknya bebannya sedikit berkurang sekarang.
"Sekarang anda boleh mencium pasangan anda." Semua undangan bersorak riang bahkan ada yang bersiul.
Erik terlihat cukup tenang padahal daritadi jantungnya berdebar tidak karuan. Pria berusia 30 tahun itu berbalik sambil memegang bahu Nina, dia mengangkat tudung yang menutupi wajah Nina perlahan.
DEG
Wajah keduanya semakin memerah karena menahan malu. Nina terpana melihat penampilan Erik hari ini, tapi otaknya masih memperingatkan bahwa Erik itu homo. "Untung homo." Erik sendiri meski sudah terbiasa melihat wajah Nina, tetap saja jantungnya tidak siap jika harus melihat wajah gadis yang baru saja berstatus sebagai istrinya itu dengan make up.
"Tenang Erik ingat yang ada di depanmu ini hanya Nina, gadis jorok itu yang kelakuannya tidak ada manis-manisnya," batin Erik memberi sugesti agar jantungnya tidak berdetak terlalu kencang. Erik menarik napas dalam lalu tersenyum menatap Nina yang masih menatapnya kaku.
"Siap? Kita sudah pernah melakukan ini sebelumnya."
"Tapi aku takut Rik."
"Jangan terlalu lebay, ciuman ini nggak bakal buat kamu mati."
Erik memajukan wajahnya dan menyatukan bibir mereka berdua. Nina awalnya terkejut lalu menutup matanya menikmati ciuman mereka, sedangkan semua undangan bertepuk tangan. Tidak lama Erik langsung melepaskan tautan bibir mereka dan tersenyum pada pada semua undangan.
* * *
Hari yang cukup melelahkan, meski Erik meminta Andre untuk mempersingkat acara pernikahannya, tetap saja memakan banyak waktu. Tepat pukul sebelas malam Erik dan Nina tiba di apartemen. Keduanya terkulai lemas di sofa ruang tengah dengan masih memakai pakaian pengantin.
"Cape banget Rik badanku pegel semua."
"Memang hanya kamu yang nikah hari ini?"
"Umhh sayang jangan gitu pijitin dong." Nina mengembungkan pipinya lalu duduk membelakangi suaminya. Erik memutar bola mata bosan dengan kelakuan Nina, terbesit ide nakal di otaknya untuk membalas kelakuan sang istri.
"Begitukah? Kalau mau dipijit bajunya harus dibuka Nina biar terasa pijatannya." Tanpa meminta ijin Erik menurunkan resleting baju Nina hingga punggungnya yang polos terlihat.
"Hah Erik." Nina melotot kaget merasakan angin dingin yang membelai punggungnya.
"Nin ..." Erik tidak tahu kalau istrinya tidak memakai bra dibalik gaun pengantin. Erik terpaku di tempat melihat pemandangan indah di hadapannya. Nina berbalik menatap Erik tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Kita lanjut malam pertama aja gimana?"
Bugh
"Sakit Nina jangan kasar sama suami."
"Cari cowo kalau mau malam pertama, belum saatnya kalau sama aku. Mesum banget sih aku mau mandi cape." Nina memukul lengan Erik lalu berjalan meninggalkan sang suami yang meringis kesakitan di atas sofa. "Elah Nin gahar amat sama suami sendiri." Erik mendesah kecil sambil tertawa melihat kelakuan Nina, benar kan dia jadi ketagihan menggoda istrinya.
Setelah membersihkan tubuhnya Nina dan Erik keluar dengan memakai baju tidur pemberian Maya. "Serasi ya warnanya transparan lagi." Nina memicingkan mata manatap tubuh Erik yang terlihat samar-samar. Gadis itu baru menyadari kalau tubuh Erik terbentuk sempurna, sepertinya dia rajin berolahraga.
"Iya mamaku memang paling pintar milih baju." Erik tersenyum melihat pakaian dalam Nina yang juga dapat terlihat meski samar. Erik menyukainya meski ukuran dada Nina bukanlah ukuran kesukaan Erik. "Brengsek, tapi bahannya nyaman sih." Nina mengambil bir yang ada di kulkas lalu meminumnya.
"Tidur bareng yuk malam ini." Erik juga mengambil bir yang sama lalu duduk di samping Nina. "Ck kok jadi mesum gini sih bukannya kamu nggak suka sama cewe yah." Nina mengembungkan pipi kesal dengan kelakuan Erik yang sudah kelewat batas.
"Ini kan malam pertama kita masa pisah ranjang." Erik tersenyum wajahnya terlihat memerah. Melihat ada yang aneh dengan sang suami, Nina mendekat lalu melihat ke belakang Erik. Beberapa kaleng bir tampak tercecer di sana membuat Nina yakin kalau Erik telah mabuk.
"Kamu mabuk ya? Segitu frustasinya kah karena menikah dengan seorang gadis?" Nina menyentil dahi Erik yang masih tersenyum. "Nggak kalau istrinya secantik kamu." Nina terdiam menatap Erik, entah kenapa kata-kata itu sedikit menggelitik hatinya meninggalkan sebuah perasaan yang aneh di sana.
"Kyaaa Erik." Tanpa disangka Erik menggendong Nina ala bridal style dan membawanya ke kamar. Nina berusaha memberontak agar Erik mau melepaskannya namun hasilnya nihil.
Bruk
Erik menidurkan Nina di tempat tidur lalu menindihnya. Wajah mereka kini sangat dekat, Nina bahkan bisa merasakan hembusan napas berat Erik di bibirnya. "Rik lepasin nggak, ini nggak lucu mulut kamu bau Erik."
"Masa kenapa nggak dicoba aja sekalian, ayo kita nikmati malam ini." Erik menyeringai lalu memajukan wajahnya.
"Eriiikkkkk!"
* * *