"Nghhh."
Aku membuka mata perlahan, seperti biasa tiap pagi aku pasti bangun kesiangan. Tapi sepertinya pagi ini ada sesuatu yang berbeda, tubuhku terasa sangat lelah dan entah kenapa selangkanganku terasa sakit. Sebentar mari kita ingat lagi apa yang terjadi semalam.
"Hah." Dengan cepat aku berguling di dalam selimut. Tentu saja aku senang setelah menunggu dengan sabar selama seminggu, akhirnya semalam kami benar-benar melakukannya. Dewi saranmu memang yang paling tepat, makasih banget Dewi penolongku. Aku mengguling tubuhku hingga kini selimut putih itu sudah melinggkar seperti sosis di tubuhku.
"Seneng banget yang abis dapat nutrisi si putih." Erik keluar dari toilet dengan handuk putih yang melingkar di pinggangnya. Dia bangun lebih awal dariku tentu saja, kenapa aku tidak sadar kalau aku masih berada dalam kamarnya? "Mandi gih aku mau ganti baju, udah ditungguin mama di luar, mama yang masak." Erik menarikku yang masih berada di dalam selimut.
Aku membuka selimut itu tanpa memperdulikan tubuhku yang tidak mengenakan apapun, lalu berjalan santai ke arah toilet.
"Liatnya yang biasa aja." Aku mencubit pinggang Erik sebelum akhirnya masuk ke dalam toilet.
"Kamu tidak punya malu ya."
* * *
Kami sarapan dalam diam, sesekali mama berterima kasih karena telah mau menampungnya untuk tidur di tempat kami semalam. "Masakan mama enak banget." Ahh senangnya punya mertua yang perhatian seperti ini. Semakin lengkap kegembiraan yang menghiasi hatiku pagi ini.
Kalau moodku terus terjaga seperti ini, sebentar lagi aku bisa menyelesaikan novelku dengan cepat.
"Habisin dong sayang, kok kamu keliatan senang banget pagi ini?" Mama tersenyum penuh selidik padaku. Aku menggeleng, sedangkan Erik tetap stay cool di tempatnya memakan sarapan dengan tenang.
"Habis ini Erik nganter mama pulang yah soalnya papa pulang pagi ini."
Erik menatap mama kesal, bukankah mama datang dengan mobil sedangkan Erik tidak memakai kendaraan? Lalu bagaimana cara Erik berangkat ke kantornya tanpa harus terlambat, sedangkan hari sudah cukup siang. "Ma kok gitu?" Maya terseyum penuh arti menatap anak semata wayangnya.
"Nanti kamu boleh bawa mobil ke sini, kartu kamu juga udah mama kembaliin kan?"
"Serius? Makasih ma." Erik tersenyum senang lalu menghabiskan sarapannya dengan semangat. Ahh ternyata pernikahan ini tidak ada salahnya juga, lihat semua orang yang ada di sini bahagia sama sepertiku.
Setelah mama dan Erik pergi, kini tinggal aku sendiri di apartemen. Aku membersihkan meja makan dan mencuci piring sarapan tadi. Entah setan apa yang merasukiku hingga menjadi sangat rajin hari ini. Bukan hanya membersihkan piring, aku juga menyapu rumah dan pekerjaan terakhirku adalah membersihkan kamar Erik.
Hal ini wajib dilakukan, apalagi setelah apa yang kami lakukan semalam. Pasti ada sisanya di sana dan aku harus membersihkannya sebelum Erik pulang. Setelah melipat selimut, pandanganku tertuju pada bercak merah yang terlihat jelas di atas sprei. Perlahan namun pasti wajahku memanas. Akhirnya tahu bagaimana rasanya, tapi apa kami bisa bersikap biasa saja setelah malam tadi?
Aku menggelengkan kepala, membiarkan semua pikiran kotor yang ada di sana lenyap, lalu melanjutkan pekerjaanku yang tertunda. Menjelang siang semuanya selesai. Mengistirahatkan tubuh, aku duduk di sofa sambil memakan sebuah ice cream yang kusimpan di kulkas.
Pikiranku kembali melayang pada kejadian semalam, dimana Erik yang sikapnya mulai lembut padaku dah ahhh sentuhannya membuatku melayang. Inikah yang selalu dirasakan oleh Dewi setiap dia melakukannya bersama teman kencannya? Kenapa aku tidak menikah dari dulu saja yah, tapi siapa pria yang mau menikahiku?
Kini semuanya telah tertata rapi di atas meja ruang tengah, camilan, kacamata dan laptop kesayanganku. Aku siap untuk melanjutkan novel yang hampir selesai.
Tik tik tik
Jemariku menari dengan cepat di atas keyboard laptop, menumpahkan semua imajinasi yang muncul di kepalaku yang sempit. Ini dia adegan erotis yang ditunggu-tunggu oleh para pembaca, kisah cinta orang dewasa yang penuh dengan intrik.
Glek
Keringat halus mulai membasahi pelipis, saking panasnya gejolak dalam tubuhku. Tanganku menuliskan dengan rinci setiap kejadian yang terjadi semalam, ditambah dengan bumbu yang aku baca dari buku dewasa yang kubeli. Sedikit lagi, yah selesai juga akhirnya. Dengan gerakan lebay aku mengambil tisu yang ada di di sampingku dan melap hidungku yang kering.
* * *
Satu pesan diterima
"Nina i miss you"
"Errr siapa? Dapat nomor ini dari mana?"
Aku mengerutkan dahi melihat pesan dari nomor baru yang tertera di ponsel.
"Ini aku Nina, masa kamu lupa sama orang yang selalu mencintaimu <3"
Mataku serasa ingin keluar dari tempatnya, melihat emot cinta yang dikirim oleh orang itu.
Aku mulai memutar otak, berusaha memikirkan siapa kira-kira orang lebay yang mengirim pesan seperti ini padaku. "Kamu jangan-jangan si Rendy?" Iyah aku baru ingat kalau dulu ada seorang pemuda yang jatuh cinta padaku, sayangnya aku tidak menerima cintanya karena tidak ingin menjalin hubungan saat itu.
"Kamu ingat juga, kita ketemu yuk, aku ingin melihatmu."
"Okay boleh kok, mau ketemu di mana?"
"Kamu kirim alamat kamu aja, nanti aku jemput."
* * *
Sekarang aku dan Rendy duduk di salah satu kafe yang merupakan salah satu kafe elit yang ada di kota ini. Pria ini benar-benar serius dengan ucapannya, beberapa menit setelah aku memberikan alamatku, dia langsung datang menemuiku. Kami hanya berbicara seadanya tadi, dan sekarang aku hanya bisa duduk dan menatap sosoknya yang sangat asing di mataku.
Bagaimana tidak, beberapa tahun yang lalu saat dia mendekatiku, penampilannya sangat cupu. Bahkan untuk menatap mataku saja tidak pernah dia lakukan. Setiap berbicara dia akan menunduk dan berbicara terbata-bata. Okey aku bukan tipe cewe yang melihat cowo dari penampilannya, tapi aku tidak nyaman dengan sikapnya yang seperti itu.
Sekarang yang ada di depanku bukanlah Rendy yang cupu, melainkan seorang pemuda tampan dan kekar layaknya artis korea yang biasa kutonton. Ahh dia bahkan lebih tampan dari Erik, kenapa mendadak aku menyesal telah menikah dengan Erik yah. Sadar Nina jangan biarkan godaan mengambil alih pikiranmu.
"Jadi gimana keadaanmu sekarang? Aku dengar kau jadi seorang penulis yah. Aku sangat suka buku-bukumu dan aku semakin menyukainya saat tahu bahwa kamu adalah pengarangnya." Rendy akhirnya membuka percakapan di antara kami. Dia tersenyum menunjukkan lesung pipi yang membuatnya mendapat nilai plus dariku.
DEG
Ahhh pesonanya sungguh berbeda dengan dia yang dulu. Kalau aku terlahir kembali menjadi laki-laki pun, aku rela mengubah orientasi seksualku hanya untuk bersamanya.
"Benarkah? Ahh aku tidak tahu akan bertemu kamu lagi tapi err kamu banyak berubah yah." Aku menatap matanya yang bening, seolah bisa menghanyutkan siapa saja yang menatapnya.
"Nina aku berubah seperti ini karena dirimu."
"Aku?" Aku kembali memutar otak, mengingat kejadian apa yang membuatnya bisa berubah seperti ini. Aku sama sekali tidak mengingatnya, lalu kenapa dia bilang bahwa aku adalah orang yang merubah dirinya? Dia mengangguk membenarkan.
"Kau pernah bilang bahwa kau sangat menyukai artis korea kan? Nah aku berusaha merubah penampilanku sesuai dengan mereka. Gimana kamu suka?" Dia memegang tanganku membuat debaran jantungku semakin menggila. Dia tahu bagaimana cara membuatku meleleh.
Wajahku pasti sudah memerah sekarang, kurasa Tuhan sedang baik padaku hari ini. Dia membuat hatiku berbunga-bunga semalam dan sekarang dia memberiku pemandangan indah semacam ini, Kami-sama Arigatou. "Benarkah, kupikir kau sudah melupakanku." Aku membiarkannya memegang tanganku.
"Oh ya, apa kamu sekarang sedang menjalin hubungan dengan seseorang? Kalau tidak maukah kau ..." Kata-katanya terhenti ketika tangannya menyentuh cicin yang melingkar di jari manisku. "Ini?" Dia menatapku meminta penjelasan, sialan kenapa aku lupa melepas cincin itu tadi.
"Err."
"Apa hakmu memegang tangan istriku?" Suara ini, aku berbalik dan melihat Erik tengah berada di belakangku, menatap Rendy dengan wajah penuh amarah.
"Istri?" Rendy menatap Erik dengan pandangan tajam. Aku sendiri tidak tahu harus berkata apa. Ada sedikit kekecewaan yang muncul di hatiku, ketika melihat seorang gadis berdiri di samping Erik.
Aku masih ingat dengan jelas bahwa gadis ini yang memeluk Erik kemarin. "Ini bukan apa-apa kok, Ren kita pindah tempat aja." Aku menarik tangan Rendy dan pergi meninggalkan Erik yang menatapku tajam di sana.
* * *