"Lani gak marah apa,loe tiap malam mampir kesini."
"Enggak santai aja, dia tahu kok."
"Wah baik banget si Lani, gak ngelarang suami buat nikmati hoby nya."
Hahaha,semua orang yang ada di meja itu tertawa tapi tidak dengan Vian.
Malam ini seperti biasa Vian menikmati hobynya yaitu pergi ke tempat hiburan malam untuk minum minum dan tentu saja membeli sebuah jajanan untuk kesenangannya yaitu wanita.
Saat ini Vian duduk dengan seorang wanita dengan dress merah marun yang mengekspos belahan dadanya, pahanya pun tak tertutup sempurna. Tangannya terus bergelayut ditubuh Vian dengan nakal, bagian tubuhnya yang lain pun tak mau diam seakan-akan ia memang tak sabar untuk disentuh dan Vian bawa ke kenikmatan yang sesungguhnya.
"Lani buat loe mah terlalu sempurna." protes teman Vian yang sama tengah duduk bersama wanita.
"Iya,kadang tuhan tuh gak adil ya kan." timpal temannya yang lain.
"Wanita sesempurna Lani berjodoh dengan Vian si badboy.ukhh gue gak ikhlas."
Dimeja itu Vian duduk bersama dengan ke empat temannya, satu dari mereka hanya Reno yang tak ditemani wanita disampingnya.
"Tau loe nikahin dia buat mainan mah,gue lamar duluan dia." ucap si Reno yang membuat suasana di meja itu kembali riuh.
"Loe pikir Lani bakal mau sama cowok kayak loe." protes Vian tak suka.
"Pasti lah, gue kan lebih baik dari loe. Lani juga gak bakal mau menikah sama loe kalo bukan karena perjodohan itukan." ucap Reno santai dengan mengepulkan asap rokok dari mulutnya.
"Gue siap kok nunggu Lani menjanda. Loe tau kan Lani itu tipe cewek gue banget. Gue yakin Lani akan menjadi calon ibu yang baik buat anak anak gue nanti."
"Kata siapa Lani akan menjanda." tanya Vian dengan nada tak suka.
"Haha kalian semua pasti berpikiran hal yang samakan sama gue." Reno meminta pendapat teman yang lain.
"Ya gue yakin kalau pun ia bertahan itu pasti karena tekanan dari kakek loe Ian." jawab satu temannya mendukung Reno.
"Daripada loe nyiksa dia mending loe lepasin dia,kasian. Dia berhak bahagia."
Entah mengapa Vian tak tahan mendengar semua ini, hatinya terasa panas.
"Terserah kalian mau ngomong apa, gue duluan." Vian merangkul wanitanya dan membawanya pergi dari sana, sebelum pembicaraannya semakin membuat hatinya tak karuan.
"Gue yakin kalo Vian begitu terus suatu saat pasti dia akan menyesal." ucap Reno yang di iringi dengan anggukan temannya yang lain.
Vian membawa wanita itu kesebuah hotel terdekat, amarahnya membuat ia butuh sebuah pelampiasan.
Sebenarnya hasrat lelakinya sudah hilang dari tadi, tapi Vian tetap membawa wanita itu ke hotel dengan harapan rasa kesal di dalam hatinya berkurang.
Wanita berbaju marun yang tidak diketahui namanya itu terlihat senang ketika Vian menggerayangi tubuhnya dengan penuh hasrat.Setiap jengkal dari bagian tubuhnya seakan tak ada yang terlewat untuk Vian jamah dengan tangan dan mulutnya.
"Shittt...." gerutu Vian kesal yang langsung menghentikan kegiatan panasnya. Wanita itu terlihat kesal dan tak mau melepaskan Vian begitu saja, tangannya bergerilya ditubuh Vian dengan liar berharap Vian akan kembali melanjutkan aktivitasnya.
"Stoop.Stoopp..." Vian bangkit menjauh, sepertinya ia benar-benar tak bisa melanjutkan aktivitas panas ini.
"Stress mu itu akan hilang dengan ini sayang." wanita itu sepertinya tidak mau menyerah begitu saja, diraihnya tangan Vian dan ia tempelkan dibagian dadanya yang sudah polos.
"Stooppp!!!!" bentak Vian membuat wanita itu beringsut takut.
"Keluarlah." Usir Vian sambil merapikan kembali kemejanya yang sudah berantakan.
"Tapi tuan." wanita itu tentu saja tak mau keluar begitu saja, ini pekerjaannya dan dia belum melakukan itu jadi bagaimana ia bisa pergi tanpa melakukan pekerjaannya dan tentu saja bayarannya.
"Tenang saja,aku tetap akan membayarmu dengan full." Vian tentu tahu ketakutan wanita ini jadi dia akan tetap membayar harga yang sudah seharusnya.
"Keluarlah." Vian membukakan pintu untuk wanita itu agar cepat keluar.
Vian sadar tak ada yang salah dengan ucapan teman temannya tadi,tapi mengapa dia harus merasa marah....
Pukul 23.00...
Malam ini Lani kembali pulang malam, bukan karena lembur tapi karena menemani lembur. Malam ini Ria sang sahabat yang lembur dan Lani memutuskan untuk menemaninya dengan alasan ia tak mau terlalu lama berada dirumah, sendirian.
Awalnya ia berencana akan langsung tidur begitu selesai mandi,tapi sepertinya ia tak akan bisa tidur dengan mudah jika perutnya terus saja bersuara.
Akhirnya Lani pun memutuskan untuk mengisi perutnya terlebih dahulu, berharap cacing didalam perutnya juga ikut tertidur jika sudah di isi.
Tapi baru beberapa langkah menuju dapur...
Krieettt...
Suara pintu terbuka menghentikan langkahnya.
"Tumben jam segini udah pulang." tanya batin Lani karena Vian yang selalu pulang diatas jam dua belas malam,kini sudah pulang.
"Hey,tumben pulang cepat." tanya Lani basa basi.
Tapi bukannya menjawab,Vian malah mempercepat langkahnya dan menubruk Lani.
"Hey,ada apa." Lani terlihat khawatir sekaligus kaget.
Wangi parfum menyengat tercium oleh Lani, membuat hatinya sedikit tercubit. Jelas ini bukan wangi parfum laki laki ini adalah wangi parfum wanita dan Lani sudah bisa menebak jika laki laki yang kini tengah memeluknya ini pasti telah melakukan itu.
"Temenin aku makan yuk, aku bikinin mie goreng deh." rayu Lani berharap Vian segera melepaskan pelukannya.
Tapi bukannya mengendur pelukan itu malah terasa semakin erat dan Lani tahu itu adalah sebuah tanda.
Tanda jika laki laki itu butuh sentuhan balik. Awalnya Lani tak mau melakukan itu apalagi mengingat apa yang telah Vian lakukan diluar sana,tapi Lani pun tahu betul laki laki ini takkan melepaskannya sebelum ia balik memeluknya.
"Sudahlah, kamu tahukan aku akan selalu ada untukmu. Jadi mau cerita..??" Lani mengusap punggung Vian lembut.
"Sebentar, aku akan cerita saat aku siap. tapi sekarang biarkan dulu seperti ini."
Terasa oleh Lani jika laki laki yang memeluknya ini, beberapa kali menarik nafas panjang. Dan membuat Lani berpikir apa laki laki ini berada dalam masalah besar.
Tanpa sepengetahuan Lani, Vian begini juga karena dia. Andai saja tadi ia tak terlalu mendengarkan apa yang dikatakan teman temannya,mungkin efeknya tak akan seperti ini. Membuat moodnya hancur dan obat penawarnya hanya Lani tak bisa yang lain.
Nyaman itulah yang Vian rasakan setiap ia memeluk sahabatnya ini, seakan tak ada tempat senyaman ini selain berada disisi Lani dan menghirup aroma tubuhnya.
Memang Vian selalu melakukan ini, memeluk Lani saat suasana hatinya tak baik ataupun ia memiliki masalah dan Lani pun terbiasa akan itu.
"Ian,Vian. Aku laper tahu." protes Lani merasa ini terlalu lama.
"Vian...." Lani mencubit sedikit punggung Vian sengaja.
"Yang laper gak bisa banget sabar." Vian akhirnya mengurai pelukan itu.
"Mau sekalian gak." Dan Lani langsung beranjak menuju dapur.
"Boleh deh,mie goreng pake telor ya." Vian mengekor Lani ke dapur dan mengambil duduk di kursi makan.
"Gak mandi dulu."
"Enggak deh,nanti aja sekalian."
"Telornya mau berapa."
"Dua aja."
"Oke."
Sementara Lani sibuk memasak, Vian juga sibuk dengan pemikirannya sendiri. Ia terus saja memikirkan apa yang ia dengar tadi.
Bukan perkataan Reno yang ia khawatirkan, karena ia tahu jika Reno hanya bercanda tentang lamaran itu. Tapi yang menjadi pikiran bagi Reno adalah apa benar ia tak pantas untuk Lani.
"Sudah siap," Lani menyiapkan dua piring berisi mie goreng kehadapan Vian.
"Thanks." Vian memakan mie itu dengan lahap, menahan emosi ternyata membuatnya lapar.
"Loe kenapa tadi." tanya Lani kepo.
"Enggak." tak mungkinkan Vian berkata jujur jika ia kesal karenanya.
"Enggak apa."
"Ya enggak ada apa apa."
"Bohong. Oh jangan jangan cewek loe malam ini gak sesuai harapan ya."
Jujur Vian tak suka Lani berkata begitu dengan ekspresi seperti itu. Ekspresi wajah yang tak menyiratkan kecemburuan ataupun rasa sakit.
"Gue gak habis melakukan itu,gua hanya..."
"Iya juga gak papa kok." Potong Lani cepat tak suka Vian seolah olah merasa bersalah padanya.
"Gue hanya minum doank kok,gak gituan." Jelas Vian yang hanya diangguki oleh Lani.
"Oh iya besok malam, Ibu meminta kita untuk menginap dirumah."
"Kamu mau ikut..??"
"Ikut, besok sore kita berangkat sama sama. Gue jemput loe dikantor."
Padahal Lani tak mau memaksa Vian untuk ikut, karena tahu Vian selalu menghabiskan waktu weekend nya bersama dengan teman temannya.Tapi jika Vian mau ikut apa boleh buat.
* * * * *
"Ini beberapa foto yang saya dapat beberapa minggu ini pak." seorang laki laki memberikannya sebuah map pada bos nya.
"Tidak ada hal aneh yang dilakukan nona Lani pak selain lembur setiap hari,pulang kerja pun ia tak pernah mampir ke tempat lain jika bukan bersama sahabatnya yang bernama Ria itu pak. Sedangkan untuk tuan Vian sendiri bapak bisa simpulkan sendiri dengan melihat foto foto itu." Laki laki itu melaporkan semua yang ia lihat.
"Seminggu diawal memang tuan Vian selalu pulang tepat waktu bahkan kadang terlihat pulang lebih awal tapi itu hanya seminggu pak."
Si bapak terlihat kesal, ia tak suka melihat Vian dan Lani hidup seperti itu. Bagaimana pun tujuannya menikahkan mereka berdua bukan hanya untuk sebuah status.
Ya bapak yang di panggil disini adalah kakek Joko, kakeknya Vian. Orang yang merencanakan perjodohan itu dan memiliki rencana rencana yang lain untuk mempersatukan kedua insan itu.
"Terus pantau kegiatan mereka berdua,terutama apa yang dilakukan Vian diluaran sana. Kumpulkan semua bukti yang kamu dapat sebanyak banyaknya dan untuk Lani kamu harus memastikan jika ia baik baik saja."
"Baik pak."
"Laporkan setiap perkembangannya pada saya setiap hari."
"Siap pak."
Laki laki itu pamit undur diri dari hadapan sang kakek yang terlihat menahan amarahnya.
"Mengapa harus sikap seperti itu yang ia wariskan untuk mu Vian." gerutu kakek yang terlihat beberapa kali mengambil nafas panjang, sepertinya ia tak mau amarah menguasainya.
Vian adalah cucu tertua kakek Joko sedangkan cucu yang lain masih sangat kecil yaitu berumur sepuluh tahun. Kakek Joko hanya memiliki satu anak yaitu ibunya Vian, setelah istrinya meninggal karena kecelakaan kakek Joko memutuskan untuk tak menikah lagi dengan alasan ia tak bisa mencintai wanita lain.
Kakek Joko adalah laki laki yang langka,ia memiliki sifat laki laki sejati yaitu kesetiaan. Tapi mengapa cucunya tak bisa seperti dirinya, mengapa Vian harus memiliki sifat kebalikan dari dirinya.
"Andai saja aku bisa memutar waktu,aku takkan memilih dia yang menjadi ayahmu Vian."