"Mah, makasih ya buat oleh olehnya. Lani pulang dulu."
"Oke terimakasih ya udah mau jagain Via selama mamah pergi."
"Kalo mamah perlu apa apa telpon Lani aja ya, Lani selalu siap kok."
"Iya iya, udah gih sana masuk mobil. Vian kayaknya udah gak sabar mau pulang."
Setelah makan malam bersama Lani dan Vian memutuskan untuk pulang ke apartemen mereka. Walaupun mamah Vani meminta mereka untuk menginap semalam lagi tapi Vian tetap keukeh ingin pulang.
Padahal mamah dan ayahnya Vian baru saja pulang sore tadi.
"Emang kamu gak kangen apa sama mereka."
Tanya Lani pada Vian.
"Gak tuh biasa aja."
"Ya ya aku tau kamu pasti lebih kangen sama mereka mereka itukan."
"Mereka siapa maksud kamu." Tanya Vian tak suka karena Lani selalu saja menganggap apa yang ada dipikirannya hanya kegilaan itu saja.
"Ya itu tak perlu aku perjelas bukan. Terus kenapa donk kamu ingin sekali cepat cepat pulang jika kamu tak sabar untuk bisa menemui mereka."
Ckitt...
Vian menepikan mobilnya ke pinggir jalan. Sungguh perkataan Lani barusan membuat emosinya terpancing.
Vian melepaskan sabuk pengamannya dan mengikis Jarak diantara mereka, membuat Lani terkejut dengan tindakan Vian kali ini.
"Apa dimata mu aku ini sebrengsek itu,Lan."
"Apa dimatamu,aku ini hanya seorang bajingan yang hanya bisa meniduri seorang wanita setiap malam, apa aku sebajingan itu sampai tak ada hal baik yang kau pikirkan tentang aku."
Lani hanya terdiam ditatap dengan tatapan tajam seperti itu membuatnya tak takut.Toh apa yang dia katakan bukanlah hal yang salah, kelakuan Vian sendiri yang membuatnya berpikiran seperti itu.
"Apa kamu tahu sikap dan perbuatanmu lah yang membuatku berpikir seperti itu. Dari dulu sampai sekarang kamu itu gak pernah berubah Ian, bahkan sampai saat ini pun kamu gak pernah berubah." Ungkap Lani dengan nada bicara yang sedikit meninggi.
"Jadi jangan salahkan aku jika aku selalu berpikir demikian." Sambung Lani dengan mengalihkan tatapannya kearah lain. Ia tak mau Vian tahu tatapan matanya akan berbeda arti kali ini.
"Sudahlah aku minta maaf jika perkataan ku membuat mu tersinggung. Toh mau bagaimana pun itu hidupmu, dan akupun telah sepakat jika tak apa kau masih mau melakukan hobi mu itu." Lani mendorong tubuh Vian untuk menjauh darinya, sesak rasanya berdekatan dengan Vian dengan jarak sedekat itu.
"Apa laki laki sepertiku bisa berubah,Lan." Vian bertanya dengan tatapan mengiba.
"Aku tak tahu. Tapi yang jelas jika kamu berniat pasti bisa kok, karena sejatinya merubah diri itu harus dengan niat kuat dan keyakinan hati."
Lani sebenarnya tak yakin Vian akan berubah, mengingat selama ini tak ada hal atau apapun yang membuat Vian benar benar memiliki kemauan untuk berubah. Bahkan ia tak bisa berubah demi untuk kakek bahkan untuk mamahnya sendiri.
Dan sekarang yang bisa merubah diri Vian hanya untuk dirinya sendiri. Tidak untuk demi siapapun termasuk Lani ia yakin Vian tak akan berubah demi dirinya.
"Apa kamu mau membantu, jika aku bilang satu satunya orang yang bisa merubahku adalah kamu."
Degg....
Tubuh Lani menegang mendengar apa yang Vian katakan barusan. Apa benar ia bisa merubah Vian yang badboy ini menjadi Vian yang goodboy.
"Ya tentu saja aku akan bantu, dengan senang hati." Ungkap Lani dengan penuh semangat.
"Oke,aku akan pegang kata katamu. Sekarang mari kita pulang." Vian akhirnya kembali menjalankan mobilnya meneruskan perjalanan yang tadi sempat terhenti.
"Apa iya Vian bisa berubah,tapi demi apa. Apa ia untuk dirinya sendiri atau..." Akh gara gara hal tadi Lani jadi memikirkan hal yang tidak mungkin.
"Besok pagi bisa bangunin aku gak." Pinta Vian begitu mereka sampai di apartemen.
"Bisa,mau dibangunin jam berapa.."
"Ya se bisanya kamu aja,tapi jangan lebih dari jam tujuh."
"Sip, aku kekamar dulu ya. Ngantuk." Lani pun langsung berlalu meninggalkan Vian.
"Malam ini aku tidak akan keluar." Ucap Vian sukses membuat langkah Lani terhenti.
"Oke." Jawab Lani dengan ekspresi sedikit heran. Tapi ia pikir mungkin Vian akan menahan dirinya untuk tak melakukan hoby nya yang seperti biasa dimulai dari malam ini.
Lani sudah bersiap untuk tidur, ia sudah membersihkan tubuhnya dan mengganti pakaiannya dengan setelan baju tidur. Tapi entah mengapa matanya tak mau juga terpejam seakan tahu kepalanya tengah memikirkan sesuatu.
Apa jika nanti Vian berubah, apa hubungan diantara mereka juga akan berubah???
Apa jika Vian berubah ia juga akan berubah???
Walaupun Lani belum tahu dan yakin Vian bisa berubah tapi tetap saja ia tak bisa berhenti memikirkannya, banyak kemungkinan yang Lani pikiran jika Vian berhasil dan gagal berubah.
. . . .
Pagi ini Vian mengantar Lani bekerja, hubungan diantara mereka terlihat membaik. Tak ada lagi perang dingin ataupun ekspresi menyebalkan Vian, bahkan disepanjang perjalanan mereka terlihat mengobrol dengan seru.
"Loe ingetkan Ian,waktu kita sembunyi di gudang dan akhirnya kita kekunci disana selama satu malam." Celoteh Lani yang membawa ingatan mereka ke masa remaja.
"Inget donk,mana bisa aku lupa. Yang kamu nangis kejer meluk meluk aku karena takut kodok kan,belum lagi pas tidurnya kamu meluk aku kenceng banget sampai aku pingsan."
"Apaan gak sampai pingsan juga,loe cuma pura pura biar gue bisa nangis lebih kenceng lagi.Iya kan."
"Bukan bukan gitu, aku pura pura pingsan ya karena kamu bisa lepasin pelukan kamu yang menyiksa itu. Eh tapi malah sebaliknya kamu malah nangisin aku."
Mereka kembali tertawa bersama, hal yang jarang mereka lakukan belakangan ini. Memang sedekat itulah mereka, Vian yang dingin dimata orang lain tapi selalu terasa hangat bagi Lani. Senyuman yang menjadi barang langka bagi mereka tapi itu hal yang biasa bagi Lani, begitupun dengan kemarahannya terlihat sangat menyeramkan bagi orang lain tapi tidak untuk Lani, ia seakan terbiasa dengan semua hal yang Vian miliki entah itu hal baik ataupun hal buruknya.
"Nanti sore,aku jemput ya." Ucap Vian begitu mereka sampai dikantor Lani.
"Gak usah gak papa. Takutnya malam ini aku lembur." Tolak Lani halus.
"Kamu gak perlu melakukan hal itu lagi kan."
"Melakukan apa???"
"Ya pura pura sibuk banyak kerjaan, selalu pulang malam dengan alasan lembur." Jelas Vian yang tentu tahu jika yang dilakukan Lani selama ini hanya untuk menghindarinya semata.
Vian sedikit mencondongkan tubuhnya kearah Lani, tatapan matanya tajam tapi tidak ada amarah yang terlihat.
"Aku tahu kok, kamu selalu pulang malam karena tak suka dengan suasana rumah yang sepikan,tak suka dengan keberadaanku apalagi melihatku selalu pulang pagi dengan wangi yang kamu benci."
Lani terdiam, lidahnya terasa kaku dan tubuhnya terasa membeku. Mengingat apa yang Vian ucapkan adalah sebuah kebenaran.
Tangan Vian perlahan terulur menyentuh rambut Lani yang lurus tergerai. "Jadi sore ini aku jemput,oke. Kita pulang sama sama."
"Oke,oke.Nanti aku akan kabari pulang jam berapa." Lani mendorong tubuh Vian sampai ke posisinya semula.
"Aku duluan." Dan bergegas keluar mobil dengan cepat.
Dari sekian banyak ekspresi yang Vian tunjukkan padanya, Lani paling tidak suka jika Vian berekspresi seperti tadi. Ekspresi yang membuat jantungnya berdegup kencang, dan pikirannya berpikir hal yang tidak tidak.