Di hari sabtu ini Vian dan Lani memutuskan untuk mengajak Via jalan jalan keluar.
"Kita nonton film ya kak, habis itu kita main game,jajan es krim sama makan." Celoteh Via yang terlihat tak sabar untuk segera sampai ditujuan.
"Oke cantik, pokoknya hari ini Via yang jadi ratunya." Ungkapan Lani membuat suasana didalam mobil semakin riuh walaupun mereka hanya bertiga,eh berdua deh karena sang supir Vian Dirtha tengah berada di mode diam.
Semenjak kejadian semalam Vian kembali menjauhi Lani. Tapi tentu saja ia tak melakukan hal itu dihadapan sang kakek.
"Yah filmnya masih dua jam lagi. Gimana kalo kita main game dulu." Ajak Lani yang langsung diangguki oleh Via.
"Mukanya bisa gak sih biasa aja. Jangan manyun mulu donk." Bisik Lani memprotes sikap Vian.
Vian tak menanggapi hal itu, ia tetap saja memasang wajah dingin yang tak sedap di pandang oleh Lani. Tapi hanya untuk Lani hal itu tentu tidak berlaku untuk wanita wanita yang sedari tadi melirik Vian dengan terang terangan atau dengan sembunyi sembunyi.
"Via maen sama kak Ian dulu ya,kakak kebelet."
Lani sengaja melakukan itu berharap mood Vian membaik, bagaimanapun Vian takkan bersikap dingin pada adiknya bukan.
"Kak Ian,ayo." Tuh kan muka menyebalkan yang tadi manyun terus itu sekarang terlihat manis.
"Yeay kakak menang lagi donk." Vian bersorak senang begitu bisa mengalahkan sang adik bermain Maximum Tune.
"Tuh kan kak Ian itu lebih tampan kalo lagi ketawa," ledek Via yang langsung membuat Vian mengatupkan kembali bibirnya.
Vian mensejajarkan tubuhnya dengan Via. "Kakak kan emang udah tampan,Via.Adeknya aja cantik gini."
"Kalo kak Lani cantik gak." Tanya Via dengan polosnya.
"Cantik donk, kan kakak cewek."
Belum juga Vian menjawab Lani sudah menjawab pertanyaan itu lebih dulu.
"Iya ya,kalo cowok baru tampan."
Vian lagi lagi memasang wajah menyebalkan itu dihadapan Lani, bibir seksinya itu terus saja manyun jika bertatapan dengan istrinya itu.
Maen game udah,nonton udah dan kini saatnya makan.
Via dan Lani terlihat lahap menyantap makanannya, yaitu ayam goreng tepung. Sedangkan Vian ia hanya memesan satu gelas minuman soda.
Lani yang sudah menghabiskan makanannya duluan menunggu Via dengan sabar dan Vian terlihat sibuk dengan handphonenya.
"Ehemm..." Lani berdehem dengan sengaja.
Vian yang mendengar itu hanya melirik Lani sekilas dan kembali fokus pada handphonenya.
"Awww...Lo..."
"Kamu kenapa Ian." Potong Lani cepat sebelum Vian keceplosan memanggilnya loe.
"Kamu apaan sih.Sakit tau." Protes Vian yang tadi merasakan injakan yang cukup kuat dikakinya.
"Apa, aku gak ngapa-ngapain." Lani tentu saja tak mau mengakui perbuatannya begitu saja. Karena itu merupakan salah satu cara untuk membuat Vian terus berbicara padanya.
"Vian akhh..." Gantian Lani yang merasa pijakan dikakinya.
"Kamu, awas ya.." Lani tentu saja tak mau kalah begitu saja. Ia mencoba membalas perbuatan Vian dan Vian pun berbuat demikian.
Terjadilah perang antar kaki di bawah meja itu, sampai sampai Via yang tengah menikmati makanannya pun berhenti.
"Kak Ian,kak Lani. Stop donk aku kan lagi makan mejanya jadi goyang goyang tau." Protes Via yang sukses membuat Lani dan Vian tertawa dalam diam.
"Wah bener ya ternyata Vian." Ucap seorang wanita seksi yang tiba tiba muncul entah dari mana.
Ekspresi Vian kembali ke mode sebelumnya, dingin dan acuh. Bahkan ia terlihat tak senang dengan kedatangan wanita itu.
"Boleh ikut duduk gak." Wanita seksi itu meminta ijin untuk bergabung.
"Ya silahkan." Lani mempersilahkan wanita itu untuk duduk disamping Vian.
"Kamu pasti Lani ya."
"Akh iya dan kamu."
"Divia mantan pacarnya Vian."
Lani menyambut uluran tangan wanita yang bernama Divia itu dengan ekspresi bingung.
Bingung karena untuk apa wanita ini memperkenalkan diri padanya dan mengapa dia tahu namanya.
"Hei Vian lama ya kita gak bertemu." Divia mengalihkan dirinya pada Vian. Dia condongkan tubuhnya pada Vian yang terlihat tengah sibuk dengan sedotan minumannya.
"Gak kangen sama aku." Divia setengah berbisik mengatakan itu. Membuat baju berbelahan dada rendah itu sedikit mengekspos apa yang ada didalamnya.
"Aku kangen banget loh sama kamu." Kini Divia berbisik tepat ditelinga Vian membuat Lani dan Via terperangah.
Braakkk....
Vian menggebrak meja kencang, membuat semua orang kaget bahkan Via sampai memeluk Lani saking kagetnya.
"Kamu sadar apa yang tengah kamu lakukan sekarang." Vian menatap Divia tajam membuat wanita seksi itu ketakutan.
Dan sikap Vian sekarang membuat Lani bingung. Ada apa ini ??
"Dimana harga diri kamu sebagai wanita, menggoda laki laki secara terang terangan didepan istrinya."
Ucapan Vian membuat Lani kaget tak percaya sedangkan Divia terlihat sedikit mengulas sedikit senyum diwajahnya.
"Ternyata benar ya, satu satunya wanita yang selalu ada dihidup kamu hanya Lani. Sedangkan wanita seperti ku dan wanita wanita diluar sana hanya boneka bagimu."
Divia mengatakan semua itu dengan santai, berbeda dengan Vian yang duduk dengan tegang.
"Aku hanya ingin berpesan, jika kamu hanya bisa mencintai satu wanita jangan mencari wanita lain lagi. Karena kamu gak pernah tahu rasa sakitnya hanya dijadikan pelampiasan dan pelarian."
Divia melenggang pergi setelah menyelesaikan kata katanya.
"Kakak kita pulang yuk." Ajak Via pada Lani. Anak perempuan itu sepertinya takut, apalagi ini pertama kalinya ia melihat kakaknya marah.
"Ayo sayang kita pulang ya." Lani segera mengajak Via keluar dari restoran itu, ia tak mengajak Vian ikut serta karena masih bingung dengan keadaan yang ada.
Disepanjang perjalanan pulang suasana didalam mobil terasa sangat berbeda dengan tadi. Ketiganya hanya diam termasuk Via yang terlihat masih syok.
Jalanan yang macet membuat laju mobil melambat dan lama sampai tujuan. Via yang duduk di kursi belakang akhirnya tertidur juga, menyisakan Lani dan Vian yang sibuk dengan pikirannya masing-masing.
"Yang tadi itu maaf ya." Ucap Vian membuka suara.
"Aku hanya tak suka wanita . . .."
"Gak papa kok,aku ngerti kamu pasti risih dengan sikapnya tadi." Potong Lani cepat.
"Tapi kenapa kamu harus semarah itu, yang dilakukan Divia tadi bukankah hal yang wajar bagimu."
"Sekarang aku ini suami mu, aku tak mau kau terus menilaiku sebagai laki laki buaya." Jawab Vian dalam batinnya.
"Ya, tapi bukankah dimata orang lain kita ini pasangan suami istri.Aku hanya tak ingin citra ku semakin rusak."
Lani mengerti sekarang jika apa yang tadi Vian lakukan hanya untuk kepentingan dirinya sendiri bukan karena dirinya.
"Sepertinya Via begitu ketakutan tadi,sebaiknya kau segera minta maaf begitu ia bangun."
"Tentu saja aku akan melakukan itu.Tapi apa kau tak takut padaku."
Lani tertawa mendengar pertanyaan Vian. "Haha apa yang perlu aku takutkan, rasanya aku sudah terbiasa dengan semua ekspresimu itu."
"Aku lupa jika manusia terlama yang menemaniku selama ini ya kamu,selain kakek dan mamah tentunya."
Begitupun sebaliknya arti Vian bagi Lani. Dua insan itu sepertinya tidak akan pernah bisa terpisahkan.