Sesuai janjinya Vian menjemput Lani sore ini. Hal yang sering ia lakukan dulu,dulu sebelum semuanya berubah.
Lani bekerja disebuah perusahaan asing, ia bekerja sebagai staf keuangan, empat tahun sudah ia bekerja disana. Padahal sering sekali kakek Joko meminta Lani untuk bekerja di perusahaannya tapi Lani selalu menolak dengan alasan dia ingin sukses dengan jalannya sendiri.
Suasana didalam mobil terasa senyap,tak ada obrolan apapun diantara dua insan itu. Lani diam Vian pun terpaksa diam, Lani bengong Vian hanya bisa melongo.
"Ehmm..." Vian berdehem dengan sengaja.
Lani terlihat sama sekali tak merespon, ia tetap terlihat asik melihat pemandangan diluar sana.
"Teman loe tumben gak nebeng." Vian mencoba memecah keheningan ini.
"Biasanya kalo gue jemput loe dia suka ikut bareng." Sambung Vian lagi.
"Dia dijemput sama pacarnya." Lani menjawab tanpa melepaskan pandangannya dari jendela.
"Dia itu pernah menikahkan."
"Ya pernah,lima tahun yang lalu."
"Sekarang status dia janda donk."
"Iya dia janda. Udah tau juga masih aja nanya." Protes Lani dengan tatapan heran.
"Ya gue kan cuma nanya, kali aja dia udah nikah lagi gitu."
"Belum dia belum menikah lagi." Jawab Lani dengan penuh penekanan.
"Dia cerai gara gara apa sih." Vian kembali bertanya dengan sengaja.
"Suaminya selingkuh."
Deg, Vian langsung terdiam mendengar itu. Menyesal rasanya menanyakan hal itu.
Lani melirik Vian sekilas begitu tak lagi terdengar suaranya. Bodolah jika apa yang dia katakan menyinggung atau menyakiti laki laki itu yang penting Vian akan membiarkannya tenang sekarang, karena dia sangat mengantuk.
Mobil beberapa kali mengerem mendadak, jalanan yang padat membuat laju mobil tersendat sendat. Suara bising klakson sesekali terdengar dari para pengendara diluar sana tapi Lani terlihat terlelap dalam tidurnya.
"Bisa bisanya gue ditinggal tidur." Protes Vian melihat wanita disampingnya begitu pulas tertidur.
Tak bisa dipungkiri jika apa yang dikatakan Lani tadi membuatnya sedikit kepikiran. Selingkuh, apa yang Vian lakukan belakang ini apa itu juga disebut perselingkuhan,batin Vian bertanya tanya.
Vian sadar jika kini ia telah terikat dengan sebuah pernikahan tapi apa hubungan yang ia jalani sekarang bisa disebut hubungan pernikahan. Rasanya tidak, hubungan ini tak berjalan seperti seharusnya malah bisa disebut melenceng.
Setiap mobil berhenti,Vian selalu mengamati wajah itu. Wajah yang tak banyak berubah selama lima belas tahun ini, mata yang indah dengan iris mata berwarna hitam,hidung yang mancung dan bibir yang selalu berwarna pink alami. Bisa dibilang Lani memiliki kecantikan yang alami diantara beribu wanita yang pernah Vian kenal.
"Istri haa." Ungkap batin Vian yang masih tak percaya jika wanita disampingnya kini adalah istrinya.
"Lan, bangun." Vian mengguncang tubuh Lani pelan.
Sudah lima menit yang lalu mereka sampai tapi tak ada tanda tanda Lani akan bangun.
Jika dulu Vian akan meninggalkan Lani begitu saja,tapi sekarang tentu tak bisa. Akan banyak pertanyaan yang ia dapatkan dari kakek jika ia melakukan hal itu sekarang.
"Hahh,loe pules banget sih tidurnya." Ucap Vian yang ikut menyandarkan tubuhnya kekursi.
"Ian,Vian bangun." Lani membangunkan Vian yang ternyata ikut tertidur.
"Kenapa gak bangunin aku, kalo udah nyampe." Protes Lani tak suka akan kebiasaan Vian ini,tak berani membangunkannya.
"Bangunin kok. Loe nya aja yang tidurnya pulas banget."
"Iya iya maaf. Yuk turun." Lani bergegas turun dan Vian ikut mengekor di belakangnya.
"Assalamualaikum..."
"Walaikumsallam..."
Terlihat kakek Joko menyambut kedatangan mereka. Laki laki berumur tujuh puluh tahun itu, terlihat masih sehat dan bugar.
"Kenapa gak masuk dari tadi,Ian." Kakek tentu tahu jika mobil cucunya ini sudah masuk dari setengah jam yang lalu kerumahnya.
"Biasa kek, kebiasaan lama." Jelas Vian yang terlihat langsung merangkul Lani mesra.
Akting mereka telah dimulai sekarang dan akan berakhir jika mereka keluar dari rumah ini. Vian siap begitupun dengan Lani karena untuk terlihat mesra dihadapan kakek bukan hal yang sulit.
"Kalian langsung aja kekamar, kakek tunggu satu jam lagi dimeja makan." Titah kakek yang langsung diangguki oleh keduanya.
Malam ini Lani dan Vian akan tidur dalam satu kamar dan itu bukan masalah yang besar bagi keduanya, tapi itu dulu. Sekarang siapa yang tahu...
"Sana loe aja yang mandi duluan." Titah Vian yang langsung membanting tubuhnya ke tempat tidur.
"Iya iya."
Kamar Vian terletak dilantai tiga sedangkan kakek dilantai dasar dan lantai dua ditempati oleh mamahnya Vian dan adiknya. Sebenarnya kakek meminta Vian untuk tetap tinggal disini begitu ia menikah tapi Vian menolak dengan alasan ia ingin mandiri bersama Lani, tapi tentu saja kakek tak pernah percaya dengan alasan itu.
"Kita pulangnya kapan,Lan."
"Cie gak sabar banget ya pengen bebas lagi." Ledek Lani dengan nada tak suka.
"Bukannya gitu Lan,tapi..."
"Gitu juga gak papa kok. Yuk akh turun aku laper." Lani terlihat santai dan Vian tak suka dengan itu. Bisa bisanya ada seorang istri yang membiarkan suaminya tidur dengan wanita lain begitu saja, pikir Vian dalam hatinya. Tapi tentu saja otak nya tak merespon demikian.
Makan malam sudah selesai, Lani tengah asik bermain dengan Via adiknya Vian.
"Yeay kakak kalah lagi...." Teriak Via girang karena berhasil mengalahkan Lani untuk yang ketiga kalinya.
"Akh gak asik nih,masa kakak kalah mulu." Lani menutupi wajahnya dari serangan Via yang sudah bersiap dengan lipstik ditangannya. Lani harus ikhlas jika wajahnya akan terlihat cemong malam ini.
Vian tersenyum melihat itu, melihat keakraban Lani dan Via. Via adalah adik satu satunya Vian,anak perempuan berumur sepuluh tahun itu adalah anak dari ayah tirinya Vian.
"Kamu gak ikut main sama mereka." Tanya kakek yang ikut duduk bersama Vian di bangku belakang rumah.
"Gak akh, aku gak mau mukaku ikut cemong kayak Lani."
Ya Vian tadi sempat bergabung bersama Lani dan adiknya,tapi Vian kabur begitu tahu permainan yang mereka mainkan akan membuat wajahnya berubah wujud.
"Gimana hubungan kalian, sudah ada kemajuan." Selidik kakek berpura pura.
"Kami masih dalam tahap adaptasi kek, walaupun kita pernah hidup bersama dalam satu rumah tapi sekarang terasa berbeda."
Kakek tersenyum mendengar penuturan Vian.
"Kakek tahu status hubungan kalian berubah dengan cepat tapi kakek berharap perubahan status kalian tak membuat kalian menjadi asing satu sama lain. Tapi sepertinya tidak iya kan."
"Enggaklah, hubungan aku dan Lani masih sama seperti dulu kok. Walaupun belum banyak kemajuan tapi hubungan kita baik." Vian sedikit terbata bata tapi ia mencoba untuk tetap tenang. Dia tak mau kakek tahu apa yang ia ucapkan adalah sebuah kebohongan.
"Baguslah kalo begitu. Kakek harap kamu memperlakukan Lani sebagaimana mestinya dia itu sekarang istri mu bukan lagi sahabat ataupun adik. Jadi perlakuan dia dengan baik."
"Pasti donk kek."
"Jadi kapan kalian mau berbulan madu." Kakek memiliki seribu satu cara untuk menyatukan kedua cucu kesayangannya, jadi apapun itu akan kakek Joko usahakan.
"Mungkin nanti aja kek. Kita berdua masih disibukkan kerjaan masing-masing."
"Kalah kamu sama mamah kamu,Ian." Sindir kakek pada Vian.
Ya sekarang ini ibunya Vian dan ayah tirinya tengah berlibur bersama, layaknya pengantin baru. Via sang anak sengaja tak ikut bersama karena percayalah anak kecil itu mengerti jika ibu dan ayahnya butuh waktu untuk berduan tanpa dirinya.
"Waw wajahku cantik sekali." Ucap Lani begitu melihat wajahnya didepan cermin.
"Bentar bentar." Vian menahan Lani membersihkan wajahnya.
"Kita abadikan dulu donk." Tangan Vian merangkul Lani dan tangan satunya memegang handphone yang suda siap mengambil gambar.
"Ikhh..." Hanya itu protes yang keluar dari mulut Lani.
"Tadi kakek nanya, kapan kita akan bulan madu. Seandainya kita pergi loe mau bulan madu kemana." Tanya Vian seraya memperhatikan Lani mencuci muka.
"Apa hal itu diperlukan sekarang, ya maksud gue apa kita harus melakukan bulan madu itu."
"Ya menurut gue kenapa enggak."
"Menurut gue, kita gak perlu melakukan itu. Toh hubungan yang kita jalanin sekarang bukan hubungan yang harus melakukan itu." Jelas Lani mengingatkan Vian jika mereka bukanlah suami istri sungguhan.
"Kalo gue maunya kita pergi,gimana."
"Ya loe pergi aja sendiri."
Vian maju beberapa langkah mendekati Lani yang masih sibuk dengan wajahnya.
"Status kita adalah suami istri, loe adalah istri gue jadi kenapa gue harus pergi sendiri." Ucap Vian dengan nada dingin tepat dibelakangnya Lani.
"Istri haha, jangan bilang begitu Vian karena aku masih ingat dengan jelas kita memiliki kesepakatan yang tak mengharuskan kita menganggap status itu ada." Jantung Lani berdebar kencang tapi ia harus tetap terlihatĀ tenang dihadapan Vian.
"Sudahlah Ian, jangan paksa dirimu menerima kenyataan jika dirimu tak menginginkan hal itu." Sambung Lani yang langsung berbalik dan pergi meninggalkan Vian begitu saja.