Chereads / Echoes Of The Past / Chapter 25 - Echoes Of The Past|GAoW2| [24]

Chapter 25 - Echoes Of The Past|GAoW2| [24]

Hello semuanya.

Happy reading!

___________

8 tahun yang lalu.

"Tidak ada cara lain lagi selain menuruti kata daddy."

Wanita itu melingkarkan tangan kanannya di atas bahu Axton yang dari tadi hanya diam dan terus berpikir bagaimana caranya agar dia bisa bebas dari perintah ayahnya yang tegas dan keras. Ini bukan kali pertama ayahnya bersikap mengatur seperti ini. Dulu saat ayahnya belum menikahi ibunya dan masih dalam tahap perkenalan saja, Ayahnya sudah berani mengatur kehidupan ibunya.

Apalagi setelah mereka menikah dan memiliki anak. Bisa dibayangkan seketat apa peraturan yang dia buat untuk keluarganya dan akibat dari peraturannya itu juga semua anak-anaknya menjadi pembangkang dan susah diatur. Mereka bahkan tidak betah tinggal di rumah dan memilih untuk berpergian ke banyak tempat hanya untuk menghindari ayahnya. 

Bahkan kakak keduanya nekat mengikuti casting menjadi artis hanya untuk melawan peraturan ayahnya yang melarang anak-anaknya muncul di publik. Jadi kakak keduanya itu awalnya tidak berminat menjadi seorang aktris dan hanya melakukan casting hanya untuk membuat ayah mereka marah tapi siapa yang akan menyangka kalau dia akan sangat terkenal.

"Sudah.. Mengalah saja daripada kartu kredit dan debit mu di blokir daddy. Apalagi kalau sampai mobil mu juga ikut diambil." Ucap kakaknya lagi.

"Kau bisa membantuku, kak." Ucap Axton dengan yakin.

"What?!" Ucap kakaknya dengan terkejut.

"Aku sudah membantumu terakhir kali." Ucap Axton sambil menatap kakaknya dengan tatapan serius.

"Kenapa harus aku?" Tanya kakaknya dengan bingung.

"Karena aku memegang semua rahasia mu." Jawab Axton dengan wajah datarnya.

"Oh shit. Kau benar." Ucap kakaknya sambil meletakkan tangan kanannya di atas dahi.

"Jadi rencananya seperti ini." Ucap Axton dengan serius.

"Wait." Ucap kakaknya dengan serius.

"What?" Tanya Axton sambil mengerutkan dahinya.

"Kau sedang mengancamku sekarang?" Tanya kakaknya dengan ekspresi wajah yang terlihat kesal.

"Apa aku terlihat seperti sedang mengancam mu sekarang?" Tanya Axton kembali.

"Tidak." Jawab kakaknya dengan wajah polosnya.

"Ya sudah kalau begitu aku akan menjelaskan rencana yang akan kita lakukan berdua." Ucap Axton dengan serius.

"Ini aneh." Ucap kakak Axton sambil berpikir apa yang salah dengan kejadian yang sedang terjadi saat ini.

"Kau harus mempengaruhi pikiran daddy agar dia kembali berubah pikiran dan aku akan membuat dia percaya kalau sekolah umum adalah tempat yang layak." Ucap Axton dengan serius.

"Bagaimana kalau dia tidak berubah pikiran?" Tanya kakaknya dengan serius.

"Aku terpaksa harus memberitahu daddy tentang alasan kau menjadi seperti ini." Jawab Axton dengan santai.

"Hey.. Ayolah. Kau tidak bisa memberitahu daddy tentang hal itu. Kau sendiri tahu apa yang akan daddy lakukan pada pria itu kan?" Ucap kakaknya dengan panik.

"Kau masih memikirkan pria itu, kak?" Tanya Axton.

Kakaknya terdiam dan mengalihkan tatapannya ke arah lain agar Axton tidak bisa membaca apa yang sedang dia rasakan. Sejujurnya jauh didalam lubuk hatinya yang paling dalam, dia masih memikirkan pria itu. Dia masih bertanya-tanya apakah pria itu hidup dengan baik selama ini? Apa pria itu sudah memiliki anak? Dimana pria itu tinggal? Apa yang pria itu lakukan sekarang? Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang tidak akan pernah mungkin terjawab.

Axton menghembuskan napasnya sambil menatap kakaknya dengan tatapan kecewa. Dia jadi penasaran sebagus apa sih pria itu sampai-sampai kakaknya yang sempurna tidak bisa melupakannya. Apa yang istimewa dari pria itu? Bukankah didunia ini ada banyak sekali pria yang lebih baik dari mantannya? Tapi kenapa kakaknya malah menyia-nyiakan hidupnya hanya untuk memikirkan pria yang sudah menikah sekarang.

"Sudah tiga tahun kau menyia-nyiakan hidupmu hanya karena pria itu." Ucap Axton dengan nada kecewa.

"Aku.." Ucap kakaknya pelan.

"Kau harus move on, kak. Lupakan dia karena dia sudah menikah. Kau tidak mau jadi perusak hubungan orang lain kan?" Ucap Axton dengan tegas.

"I try but i can't." Ucap kakaknya dengan sedih.

"Open your heart to another man." Ucap Axton dengan tegas.

"You do not understand." Jawab kakaknya.

"Ya, aku memang tidak mengerti jadi aku tidak akan mengatakan apa-apa lagi." Ucap Axton dengan tidak peduli.

Axton melangkahkan kakinya melewati kakaknya yang nampaknya masih terpukul dengan kejadian tiga tahun yang lalu. Saat itu dia memberanikan dirinya untuk datang ke pernikahan pria itu untuk menunjukkan kalau dia masih tetap bisa melanjutkan hidupnya meski tanpa pria itu. Bahkan dia tidak datang sendiri saat itu. Dia membawa seorang pria yang tidak diketahui identitasnya karena dia bertemu dengan pria itu di parkiran.

Axton tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya karena setelah pulang dari sana, kakaknya berubah menjadi orang yang murung dan selalu mengurung dirinya di dalam kamar selama satu minggu. Dia juga tidak ingin masuk kuliah lagi dan menutup dirinya dari pergaulan dunia malam. Saat itu Axton merasa bersyukur kakaknya tidak keluar malam untuk berpesta lagi dan memilih untuk tetap didalam rumah saja.

Namun pada hari ke delapan semenjak pernikahan itu, tiba-tiba kakaknya keluar rumah untuk pertama kalinya. Kalian pasti sudah bisa menebak apa yang akan dia lakukan di luar rumah. Ya, benar sekali. Apalagi kalau bukan berpesta. Sejak saat itu dia semakin menjadi gila dan tak terkendali sampai sekarang.

Axton menghentikan langkah kakinya tanpa berbalik ke arah kakaknya. Dia terdiam sebentar sambil memikirkan kata-kata yang tepat untuk menasehati kakaknya namun pada akhirnya dia mengurungkan niatnya karena dia tidak bisa mencampuri urusan pribadi kakaknya walaupun dia berstatus sebagai adik kandung wanita itu. Mereka memang bersaudara namun untuk masalah pribadi, mereka tidak bisa saling mencampuri.

"Jangan lupa rencana kita tadi." Ucap Axton dengan dingin.

Axton berjalan melewati kakaknya dan berjalan menuju kamar kakak keduanya yang masih berada di luar negeri saat ini. Wanita itu jarang sekali berada di rumah karena pekerjaannya sebagai artis. Dia harus berkeliling dunia hanya untuk proyek film terbarunya yang akan tayang awal tahun depan. Mereka memang jarang bertemu namun mereka selalu akur dan jarang bertengkar. Jujur saja dari ketiga kakaknya, kakak keduanya lah yang paling dewasa dan bijaksana jika dibandingkan dengan yang lainnya. 

Langkah kakinya kembali terhenti di depan kamar kakak pertamanya yang terbuka sedikit. Hubungannya dengan kakak pertamanya itu tidak pernah berjalan dengan baik. Mereka selalu berselisih paham dan selalu berakhir dengan perselisihan yang parah. Axton menolehkah wajahnya ke arah kamar kakaknya dengan wajah datarnya. Ada sesuatu yang membuat dirinya merasa penasaran.

Kenapa setiap kali dia memeriksa lokasi chip hasil buatannya yang hilang dua bulan yang lalu, titiknya selalu berada di rumah ini. Dia sudah mencari ke semua tempat namun dia tidak menemukan benda tersebut dimanapun. Hanya ada satu ruangan yang belum diperiksa yaitu kamar kakak pertamanya. Sebenarnya bisa saja dia masuk dan menggeledah kamar kakaknya tapi dia bukan lah orang yang suka memasuki ruang pribadi orang tanpa izin.

Kamar milik kakaknya yang lain bisa dimasuki karena dia telah meminta izin pada mereka dan mereka juga tidak merasa keberatan dengan hal itu. Dia juga bisa masuk ke dalam kamar orang tuanya setelah mendapatkan izin dari ibunya. Begitu juga ruangan-ruangan lain yang mengharuskan dia meminta izin terlebih dahulu pada pemiliknya. Namun pencariannya itu tidak membuatnya mendapatkan chip itu kembali.

Bukan tanpa alasan kenapa dia bersikeras sekali mencari benda tersebut. Dia yang menciptakan benda tersebut jadi dia yang tahu seberapa bahaya nya benda tersebut jika jatuh ke tangan orang lain yang tidak bertanggung jawab. Dia tidak menuduh kakak pertamanya sebagai orang jahat yang mempunyai rencana busuk, hanya saja Axton takut jika ambisinya membutakan kedua mata dan hati nuraninya.

Suara lift yang berdenting terdengar sampai ke telinga Axton. Dia menolehkan wajahnya ke arah pintu lift yang perlahan terbuka lebar. Seorang pria tampan dengan setelan jas lengkap keluar dari dalam lift tersebut dengan tergesa-gesa. Axton yang tadinya berdiri di depan kamarnya telah menghilang entah kemana dan pria itu sama sekali tidak merasa curiga pada apapun. Dia tetap berjalan menuju kamarnya sambil menarik dasinya dengan tarikan kasar.

"Kenapa pintu kamarku terbuka?"

Pria itu menolehkan wajahnya ke kanan dan ke kiri dengan penuh waspada sebelum dia masuk ke dalam kamarnya dengan hati-hati. Pria itu menatap kondisi kamarnya dengan teliti lalu menutup pintu kamarnya namun tidak menguncinya. Dia berjalan mengendap-endap sambil memperhatikan benda di sekelilingnya yang mungkin saja terlihat mencurigakan ataupun berubah. Axton yang ternyata berada di dalam lemari pakaian yang ada di dalam closet pakaian menutup mulutnya agar dia tidak mengeluarkan suara sekecil apapun.

"Aku tahu kalau ada orang lain di kamarku." Ucap kakak pertamanya sambil tersenyum miring.

Axton mengintip kakaknya dari celah lemari pakaian dengan tatapan tajam. Dia tidak mengerti kenapa dia bisa berakhir didalam lemari ini padahal dia berniat untuk kembali ke kamarnya. Dia pasti sudah gila karena mengambil keputusan bodoh seperti ini. Axton mengintip kakaknya yang sedang memeriksa semua tempat yang memungkinkan seseorang untuk bersembunyi  sambil tersenyum. Entah kenapa Axton merasa merinding karena kakaknya benar-benar terlihat sangat menyeramkan.

"Aku tidak akan memarahimu jadi ayo keluar." Ucap kakaknya sambil melihat sekeliling dengan tatapan yang mengerikan.

Axton menahan nafasnya saat kakaknya berjalan ke arah lemari yang menjadi tempatnya untuk bersembunyi. Keringat dingin mulai mengucur dari atas kepalanya dan Axton mulai merasa gelisah karena dia akan mendapatkan masalah yang sangat besar jika ketahuan oleh kakak pertamanya. Tangan kanan kakaknya terjulur ke depan untuk membuka lemari itu dan Axton memilih untuk memejamkan kedua matanya berharap ada keajaiban yang datang. 

"Aku menemukan mu."

___________

To be continuous.