Hello semuanya.
Happy reading!
__________
8 tahun yang lalu.
"Dimana rumahmu?" Tanya Axton tanpa melihat Sarah.
Sarah langsung mencondongkan tubuhnya ke depan dan memasukkan sebuah alamat di GPS mobil Axton dan ternyata selama ini rumah mereka berdekatan. Hanya berjarak sekitar 8 km jika menggunakan kendaraan. Sarah melirik Axton yang sedang fokus menyetir. Ketampanan laki-laki itu bertambah berkali-kali lipat saat sedang menyetir. Kaos hitam lengan pendek dan kaca mata dengan warna senada yang dia pakai membuat laki-laki itu terlihat sangat tampan.
Sarah jadi memikirkan betapa beruntungnya istri Axton nanti karena bisa melihat pemandangan indah ini setiap hari secara gratis. Bayangkan saja punya seorang suami yang memiliki wajah yang tampan dan tubuh yang seksi layaknya seorang selebritis. Anugerah seperti apa lagi yang kau harapkan di dunia ini kalau Tuhan sudah memberikan dirimu ciptaan paling sempurna yang pernah dia ciptakan.
Axton melirik Sarah sekilas dari balik kaca mata hitamnya. Dia sadar kalau Sarah terus menatapnya secara terang-terangan dan dia sengaja membiarkan Sarah melakukan apapun yang dia suka selagi perempuan itu tidak mengganggu dirinya yang sedang fokus menyetir. Sebenarnya Axton merasa risih jika ada yang menatapnya dengan intens karena tidak ada satupun perempuan yang pernah menatapnya sedekat dan selama ini namun anehnya dia sama sekali tidak berpikiran untuk melarang ataupun menghentikan Sarah.
"Apa rencanamu setelah lulus SMA?" Tanya Sarah penasaran.
"Kuliah." Jawab Axton setelah terdiam beberapa saat.
"Jurusan apa yang akan kau ambil nanti?" Tanya Sarah lagi.
"Mungkin sesuatu yang berkaitan dengan kesehatan." Jawab Axton dengan serius.
"Apa semacam kedokteran?" Tanya Sarah.
"Maybe." Jawab Axton sambil mengangkat salah satu alisnya ke atas.
Sarah menganggukkan kepalanya sambil mengalihkan tatapannya ke arah lain sedangkan Axton kembali melirik Sarah sekilas sambil memikirkan percakapan mereka tadi berulang kali. Ini bukan dirinya. Biasanya dia sama sekali tidak peduli dengan perasaan lawan bicaranya. Apapun yang ingin dia katakan maka Axton akan mengatakannya tanpa berpikir dua kali. Mau itu menyinggung perasaan orang lain atau tidak.
Itulah mengapa dia tidak menjalin banyak hubungan dengan orang lain karena tidak semua orang dapat menerima kekurangannya yang satu itu. Kebanyakan dari mereka merasa kalau dirinya ini adalah pria yang kasar dan tidak punya perasaan padahal Axton tidak berniat sama sekali untuk membuat orang merasa sakit hati karena ucapannya. Dia hanya menjadi jujur dan apa adanya. Apa itu salah?
"Apa kau sudah memikirkan ingin masuk universitas apa?" Tanya Sarah sambil menatap Axton dengan tatapan penasaran.
"Sudah." Jawab Axton singkat.
"Apa aku boleh tahu di universitas mana?" Tanya Sarah lagi dan lagi.
Axton menarik kedua sudut bibirnya ke atas hingga deretan gigi rapi milik pria itu terlihat. Sarah yang awalnya merasa penasaran malah menjadi salah tingkah karena senyuman manis yang ditunjukkan Axton. Wajah Sarah langsung memerah saat Axton tiba-tiba menolehkan wajahnya ke arah Sarah sambil tertawa. Sesuatu yang begitu luar biasa bisa melihat seorang pria dingin seperti Axton bisa tertawa dengan lepas.
Biasanya kita hanya akan melihat wajah tanpa ekspresi Axton di setiap kesempatan atau wajah dingin yang menyeramkan saat dia merasa tidak suka atau kesal. Tapi tunggu dulu, bukankah ini kali pertama bagi kita semua melihat seorang Axton tersenyum dan tertawa? Bukankah ini sebuah keajaiban bisa melihat momen yang sangat langka? Momen yang tidak bisa dilihat oleh orang lain namun bisa dilihat oleh Sarah yang baru mengenal Axton dalam jangka waktu yang sangat singkat.
"Kenapa kau sangat tertarik dengan rencana ku?" Tanya Axton sambil tersenyum.
"Karena aku ingin satu kampus denganmu." Jawab Sarah tanpa sadar.
"Kenapa kau ingin satu kampus denganku?" Tanya Axton dengan nada tidak percaya.
"Aku ingin bersamamu lebih lama."
Axton kembali tertawa karena jawaban spontan yang diberikan Sarah. Biasanya dia akan langsung merasa risih jika ada seorang perempuan yang bertanya tentang kehidupan pribadinya atau sekedar ingin tahu apa yang ingin dia lakukan di masa depan tapi anehnya dia tidak merasakan hal yang sama saat Sarah yang melakukannya. Dia malah menikmati semua momen kebersamaannya bersama Sarah.
Apa dia benar-benar sudah gila?
"Kau bisa menurunkanku di rumah berwarna putih yang ada di depan." Ucap Sarah sambil melepas sabuk pengamannya.
"Itu rumahmu?" Tanya Axton sambil melihat rumah Sarah dari balik kaca mobilnya.
"Iya, apa kau ingin mampir?" Tanya Sarah balik dengan wajah polosnya.
Axton melihat ke arah GPS yang sudah menunjukkan tujuan akhir dengan tatapan terkejut. Kebersamaan mereka membuat Axton lupa waktu dan segalanya. Sarah benar-benar membuatnya rileks dan melupakan semua masalah yang ada di dalam hidupnya. Bersama Sarah membuat Axton menjadi dirinya sendiri tanpa harus membangun tembok tinggi diantara mereka berdua.
"Apa yang akan tetanggamu katakan saat ada seorang laki-laki di dalam rumah seorang perempuan yang tinggal sendiri." Ucap Axton sambil tersenyum miring.
"Pada dasarnya mereka tidak peduli dengan kehidupan tetangga mereka." Jawab Sarah dengan wajah polosnya.
"Kau benar." Ucap Axton sambil mengangkat salah satu alisnya ke atas.
"Baiklah, terima kasih banyak dan sampai jumpa besok di sekolah." Ucap Sarah sambil membuka pintu mobil lalu turun ke bawah dengan satu loncatan.
Axton hanya menganggukkan kepalanya singkat sambil tersenyum tipis sebelum Sarah menutup pintu mobil itu dengan rapat. Setelah itu Axton langsung melajukan mobil SUV mewahnya untuk kembali ke jalan raya. Menjalin sebuah hubungan pertemanan dengan lawan jenis tidak begitu buruk. Ada beberapa hal yang mungkin tidak bisa dia bicarakan dengan Aiden bisa dia katakan pada Sarah.
Semuanya ada kelebihan dan kekurangan nya masing-masing. Mungkin pertemanan diantara dua laki-laki hanya akan terjadi saat mereka sama-sama memiliki satu hobi yang sama dan pertemanan diantara dua lawan jenis akan terjadi saat mereka merasa nyaman satu sama lain. Selama ini Axton hanya menjalani satu jenis pertemanan saja karena dia tidak ingin berurusan dengan makhluk yang dikenal dengan istilah wanita.
Jujur saja Axton merasa takut jika suatu saat perasaan nyaman tersebut akan membawanya ke sebuah perasaan yang tidak pernah ingin dia rasakan seumur hidupnya. Bukan berarti dia tidak ingin menikah dan memiliki anak. Hanya saja cinta dan kebutuhan itu adalah dua hal yang berbeda. Cinta adalah suatu hal yang tidak bisa Axton mengerti sampai saat ini sedangkan pernikahan dan memiliki keturunan pada hakikatnya adalah sebuah keharusan untuk manusia agar populasi mereka di bumi ini tidak punah.
Axton memutar setir mobilnya dengan gerakan yang lembut dan sempurna. Dia memutuskan untuk membeli beberapa potong kue kesukaan ibunya sebelum pulang ke rumah. Sejak kecil dia selalu ikut ibunya pergi membeli beberapa potong kue di toko kue ini. Hampir setiap minggu ibunya akan memesan satu jenis kue yang sama dan selalu menyimpan kue itu di dalam kulkas terlebih dahulu sebelum dia makan di pagi hari dengan segelas teh keesokan harinya.
Mobil mewah itu terparkir sempurna di halaman toko kue yang telah berumur puluhan tahun itu. Axton segera keluar dari dalam mobil lalu berjalan dengan tenang seolah-olah orang-orang yang sedang menatapnya dengan tatapan kagum tidak ada disana. Kejadian seperti ini memang selalu terjadi berulang kali didalam hidupnya dan kini dia telah terbiasa dengan ketidaknyamanan itu selagi orang-orang itu tidak menghampirinya.
Setelah beberapa menit berada di dalam toko kue itu, akhirnya Axton bisa mendapatkan kue yang dia inginkan. Lebih tepatnya kue yang ibunya inginkan. Satu kotak kue dengan lapisan cream cheese di dalamnya dan taburan keju parut diatasnya telah berada di tangannya. Kini yang perlu dia lakukan hanyalah pulang ke rumah dan memberi kue ini kepada ibunya.
Sebenarnya dia bukan tipe anak yang selalu menunjukkan rasa cintanya kepada orang tuanya. Dia adalah anak yang cenderung cuek dan jarang berbicara. Dia tidak seperti kakak pertamanya yang selalu menunjukkan rasa cintanya menggunakan kata-kata apalagi seperti kakak keduanya yang suka memberikan hadiah mahal dan berkelas. Dia juga tidak seperti kakak ketiganya yang suka memberikan kejutan di setiap momen penting dan membuat semua orang terkesan dengan idenya.
Bukan berarti dia adalah orang yang tidak perhatian atau tidak peduli dengan keluarganya. Dia sangat menyayangi keluarganya apalagi orang tuanya, terlepas dari semua kekurangan yang mereka miliki. Dia hanya suka melakukan hal-hal kecil yang tidak disadari namun berdampak besar untuk kehidupan orang itu. Dia adalah orang yang cenderung melakukan sesuatu daripada mengungkapkannya menggunakan kata-kata. Dia bukan orang yang pintar dalam berkata-kata jadi jangan heran jika dia jarang mengungkapkan perasaannya pada orang lain.
Pintu rumah mewah itu langsung terbuka dengan lebar saat sensor pintu itu mengenali sosok Axton. Rumah mereka memang didesain menggunakan teknologi jadi jangan heran jika barang-barang yang ada di rumah ini tidak kalian temukan di rumah siapapun. Mereka tidak pernah membeli peralatan elektronik di toko karena mereka menciptakan semua barang itu sendiri. Bahkan orang lain rela mengeluarkan sejumlah uang dengan nilai yang banyak hanya untuk memiliki barang yang perusahaan mereka keluarkan.
Axton menaiki sebuah alat yang menyerupai papan beroda yang dapat bergerak ketika seseorang mencondongkan badannya sedikit ke depan. Rumah mereka sangat luas sehingga rasanya kau tidak akan sanggup jika harus berjalan dengan kedua kakimu. Bahkan para pelayan yang ada disini juga menggunakan alat ini ketika mereka ingin pindah dari satu ruangan ke ruangan lainnya namun saat sedang berada di satu ruangan yang cukup ramai maka mereka tidak boleh menggunakan alat tersebut karena dapat membahayakan orang lain.
"Axton."
________
To be continuous.